Arthit, Prem, Wad dan Aim sedang berada di kantin untuk makan siang hari itu. Mereka berbincang seperti biasanya, menceritakan hal-hal yang terjadi pada mereka, dan juga membicarakan gosip yang sedang hangat beredar di kawasan Kampus mereka. Mereka tertawa dan bersenda gurau seperti mereka biasanya, yang selalu heboh saat berkumpul. Arthit pun juga terlihat lebih ceria hari itu. Tidak lagi murung seperti Arthit yang biasanya. Memang harus di akui, keberadaan Kongpob di sampingnya benar-benar membuat kehidupannya berubah drastis, dalam hal yang positif tentu saja. Hal ini juga mengundang kecurigaan dari teman-temannya, yang sangat memperhatikan perubahan sikapnya.Aim menceritakan cerita konyol tentang anjing tetangganya yang diusir majikannya, karena dia telah mencelupkan kepalanya ke dalam akuarium dan memakan ikan hias kesayangan milik majikannya. Cerita Aim itu membuat Arthit yang mendengarnya menjadi tertawa terbahak-bahak.
Prem memperhatikannya.
Sangat tidak biasanya.
Arthit tidak akan tertawa seheboh itu walaupun mendengar cerita yang sangat lucu. Arthit bukan type orang yang bisa tertawa selepas itu.
Ada yang aneh, dan Prem menyadari itu.
Prem memicingkan matanya pada Arthit. Arthit yang merasa di tatap aneh oleh kawan baiknya itu, akhirnya buka suara.
"Kenapa kau melihatku begitu, Ai'Prem? Ada yang aneh di wajahku?" Ucapnya bertanya.
Prem menggeleng. "Bukan... bukan pada wajahmu. Tapi pada perilakumu, Arthit."
Arthit keheranan. "Perilakuku?"
"Prem benar Arthit, nampaknya akhir-akhir ini, kau lebih ceria dan lebih bahagia dari biasanya. Apa ada kabar baik yang harus kami dengar?" Tambah Wad. Ketiga temannya itu memberikan tatapan curiga padanya.
"Apa maksudmu? Aku baik-baik saja." Arthit membela diri.
"Tidak... tentu saja tidak. Kau tidak seperti ini sebelumnya. Kau selalu terlihat murung, gloomy, tidak memiliki gairah hidup, dan seakan-akan berada dalam duniamu sendiri, walaupun kau sedang berkumpul bersama kami seperti ini. Katakan, apa yang membuatmu sebahagia ini? Ha?" Prem masih menuntut.
"Aku tidak mengerti kalian ini bicara apa. Aku baik-baik saja kok. Aku biasa-biasa saja." Kata Arthit lagi. Tentu saja, dia berbohong. Dan dia menyadari itu. Dia tidak baik-baik saja. Dia lebih dari baik-baik saja. Dia bahagia. Dan itu semua karena Kongpob.
"Kau menggunakan narkoba ya?"
PLAK!
Ocehan Prem itu membuatnya menerima sebuah tamparan keras di belakang kepalanya dari Arthit.
"Ai'Arthit!!! Kau bisa tidak, kalau sehari saja tidak memukul kepalaku! Lama-lama aku bisa gegar otak gara-gara kau, tau!" Prem protes.
"Kau pantas mendapatkannya, bodoh! Narkoba narkoba! Kalau bicara itu yang masuk akal sedikit!"
Prem mempoutkan bibirnya. "Baby, apa kau tidak ingin membelaku? Ha? Lihatlah, kepala suamimu ini selalu di jadikan samsak tinju olehnya!" Kata Prem sambil memeluk Wad yang ada di sampingnya.
"Euuhh... jangan melibatkanku! Lagipula kau pantas mendapatkannya! Kenapa juga kau selalu meledek Arthit?" Ucap Wad sambil mendorong wajah Prem menjauh.
Prem semakin manyun. "Benar-benar, tidak ada yang membelaku disini." Ucap Prem. Membuat Arthit, Aim dan Wad kompak tertawa.
"Au Au Au... Aku pikir aku tau penyebabnya." Kata Prem lagi. "Ai'Arthit... jangan bilang... kau seperti ini karena dia ya? Ha? Ha? Ha? Ayo katakaaann.."
"Dia siapa yang kau maksud, Ai'Prem?"
"Tch!" Prem berdecih. "Kau tau maksudku, Arthit. Diaaa... si pria misterius kesayanganmu itu! Kongpob. Aku lihat kalian berdua cukup dekat akhir-akhir ini. Kau ada apa-apa dengannya ya? Ayo mengakulah!"
KAMU SEDANG MEMBACA
KETIKA MATAHARI DATANG
Fiksi Penggemar"Arthit?" Arthit menghentikan langkahnya, lalu berbalik badan, "Darimana kau tau namaku?" Tanya Arthit heran. Kongpob berjalan mendekatinya. Arthit yang sedikit risih akan tatapan pria aneh itu padanya, perlahan melangkah beberapa langkah ke belak...