Alina
Saat berada di atas ferry, aku baru menyadari jika kata-kata Joon Hyung ada benarnya. Aku memakai terlalu sedikit pakaian di musim dingin begini. Di dalam kapal, memang lebih hangat, tapi saat kami keluar untuk memberi makan burung camar dengan snack yang kami beli sebelum naik tadi, dinginnya angin laut membuatku bergidik.
"Dingin?" tanya Joon Hyung di sebelahku.
"Sedikit," jawabku.
Joon Hyung sudah akan melepaskan mantelnya, tapi aku menahan tangannya.
"Tidak apa-apa, sungguh. Tidak seburuk itu juga," kataku.
Namun, ketika angin berembus cukup kuat ke arahku, aku kembali bergidik. Joon Hyung mendengus geli. Pria itu lantas menarikku ke depannya, lalu kedua tangannya berada di kanan-kiri, mendarat di pagar kapal, mengurungku.
"Ya! Apa yang kau lakukan?" panikku.
"Jika kau tidak mau memakai mantelku, setidaknya kau tidak akan merasa begitu dingin dengan ini," Joon Hyung menjawab. "Ini." Ia menyodorkan sepotong snack padaku.
"Gomawo," ucapku sembari menerima snack itu dan memasukkan ke mulutku.
"Ya, kenapa kau memakannya? Bukannya tadi kau ingin memberi makan burung camarnya?" Joon Hyung terdengar geli.
Wajahku terasa panas. "Aku mendadak ingin," aku beralasan.
Joon Hyung terkekeh, lalu memberiku sepotong snack lagi.
"Tapi ... bagaimana aku memberi mereka makan?" tanyaku bingung.
Joon Hyung lalu mengambil sepotong snack dari bungkusnya dan memeganginya di udara di depanku. Aku baru saja akan bertanya, apa yang dia lakukan, ketika seekor camar melayang cepat di depanku, membuatku menjerit kaget.
Di belakangku, Joon Hyung tertawa pelan. "Seperti itu. Apa kau bisa?"
Aku menoleh padanya. "Ya, bagaimana jika dia menggigit tanganku?" cemasku.
"Akan sakit sedikit, tentu saja," balas Joon Hyung menggoda, membuatku mendesis padanya. "Akan kubantu," katanya lagi.
Mengejutkanku, tangannya melingkupi tanganku yang memegang snack tadi dan mengulurkannya ke depan.
"Ya, ya, aku belum siap. Tunggu dulu, Joon-ah. Aku ..." Kalimatku berakhir dengan teriakan kaget ketika seekor camar menyambar snack dari tanganku. Jantungku berdebar tak keruan.
Ketika Joon Hyung melepaskan tanganku, aku segera memegangi dadaku, mengusapnya lembut, berusaha menenangkannya.
"Kau kenapa?" tanya Joon Hyung seraya melongok ke arahku.
"Jantungku berdegup kencang gara-gara camar tadi," akuku.
"Wah, aku cemburu pada camar tadi," Joon Hyung berkata. "Bahkan meski aku melakukan ini, jantungmu masih baik-baik saja." Joon Hyung mendekatkan wajah padaku tiba-tiba.
Terkejut, aku memundurkan wajah.
"Apa yang kau lakukan? Kau ingin kulempar ke laut?" ancamku.
Joon Hyung tergelak. "Lihat ini! Bukannya berdebar-debar, kau malah mengancamku. Camar tadi benar-benar beruntung."
Aku mendesis kesal.
"Mau mencoba lagi?" Joon Hyung menawari snack lagi.
Aku mengangguk dan mengambil snack dari tangannya. Kali ini aku merentangkan tanganku ke depan tanpa bantuan Joon Hyung. Aku memekik pelan saat seekor camar menyambar snack dari tanganku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Snow Kiss (End)
General FictionAlina Untuk apa aku hidup? Selama ini, aku senang menjalani hidupku karena Tante Luna. Bisa dibilang, tantelah alasan aku bertahan meski hidupku bisa dibilang menyedihkan. Ayah yang meninggalkan aku dan Ibu saat aku masih kecil, lalu Ibu yang den...