Alina
Pagi itu aku bisa merasakan mataku bengkak saat terbangun. Aku tidak ingat berapa lama aku menangis semalam. Aku sempat berhenti menangis untuk menceritakan semuanya pada Joon Hyung, sebelum kembali menangis hingga tertidur. Namun pagi ini, dengan keberadaanku di atas tempat tidur, berarti semalam Joon Hyung mengangkatku dari ruang tamu ke sini.
"Kau sudah bangun?" Suara Joon Hyung membuatku menoleh. Dia baru keluar dari kamar mandi. "Air panas di bawah tidak menyala, jadi aku mandi di sini," katanya seraya menghampiriku.
Reflek, aku mengangkat selimut untuk menutupi wajah.
Joon Hyung terkekeh geli. "Aku sudah melihat semuanya, untuk apa kau menutupinya dariku?"
Aku mendecak kesal lalu menurunkan selimut dan menoleh ke kanan-kiri, mencari kacamataku. Aku tersentak pelan ketika Joon Hyung bergerak ke sebelahku, mencondongkan tubuh padaku.
"Ya!" seruku sembari memundurkan tubuh.
"Kacamatamu ada di meja samping dan kau tak bisa melihatnya?" tanya Joon Hyung geli seraya memakaikan kacamataku.
"Aku masih panik," aku membela diri. "Kau tiba-tiba sudah ada di sini saat aku bangun."
Joon Hyung menegakkan tubuh.
"Di mana kau tidur semalam?" selidikku.
"Di sebelahmu," jawabnya enteng, membuatku melotot kaget.
Joon Hyung tergelak. "Di bawah." Ia lalu mengedik ke kursi di dekat tempat tidur, tempat selimut tertumpuk rapi di sana. "Aku bahkan melewatkan malam yang dingin hanya dengan selimut itu di sofa bawah untukmu."
Aku berdehem.
"Cepatlah mandi. Setelah sarapan, kita akan keluar," Joon Hyung berkata.
"Ke mana?" Aku mendongak menatapnya.
"Nanti juga kau akan lihat sendiri." Joon Hyung mengacak rambutku sebelum berjalan ke tangga.
Aku menatap punggung pria itu yang perlahan menghilang di tangga. Dalam hati, aku berterima kasih karena dia tak menyinggung tentang semalam. Karena aku mungkin akan menangis lagi jika dia kembali membicarakan tanteku.
Tak ingin Joon Hyung menunggu lebih lama, aku segera beranjak dari tempat tidur dan pergi ke kamar mandi. Dalam dua puluh menit, aku sudah turun ke dapur. Joon Hyung tersenyum saat melihatku.
"Aku tidak tau apa kau akan menyukai ini," katanya seraya meletakkan dua mangkuk nasi di atas meja makan di samping dapur.
"Kau benar-benar bisa memasak?" tanyaku takjub ketika duduk di depan meja makan.
"Ini tidak bisa dibilang masakan, sih," sahut Joon Hyung geli. "Aku hanya membuat nasi dan telur. Aku menambahkan jangjorim* juga tadi. Kau harus mencampurnya dulu sebelum makan."
"Wah, telurnya berbentuk love!" seruku.
"Spesial untukmu," balasnya ketika kembali dengan membawa dua botol minuman.
Saat kami selesai makan, pandanganku jatuh ke pintu di samping ruang tamu. Sepertinya semalam aku belum melihat ruangan apa itu.
"Itu ruangan apa?" Akhirnya aku bertanya pada Joon Hyung.
Joon Hyung menoleh mengikuti arah tatapanku. "Studioku," jawabnya sembari kembali menatapku.
"Studio? Tempat kau biasa bekerja?" takjubku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Snow Kiss (End)
General FictionAlina Untuk apa aku hidup? Selama ini, aku senang menjalani hidupku karena Tante Luna. Bisa dibilang, tantelah alasan aku bertahan meski hidupku bisa dibilang menyedihkan. Ayah yang meninggalkan aku dan Ibu saat aku masih kecil, lalu Ibu yang den...