Alina
Setelah seharian kemarin aku berkeliling Seoul, berbelanja ke beberapa tempat sambil merayakan ulang tahun Joon Hyung, hari ini dia akan membawaku ke Pulau Nami. Ketika kami menyeberang ke Pulau Nami menggunakan zip-line, Joon Hyung membuktikan jika dia tidak takut ketinggian. Seperti katanya dulu, dia hanya takut naik Viking saja. Namun, aku tak tahan untuk menggodanya,
"Kupikir tadi aku mendengarmu berteriak meminta tolong saat kita turun."
"Ya!" Joon Hyung menatapku tak terima. "Hanya karena hari ulang tahunku sudah berakhir, kau akan kembali meledekku?"
"Wah, itu alasan yang bagus. Gomawo (Terima kasih), Joon Hyung-ah." Aku tersenyum lebar padanya.
Joon Hyung mendengus tak percaya. Begitu kami mulai jalan-jalan, Joon Hyung memanggilku,
"Alin-ah."
Aku menoleh padanya. "Eung? (Ya?)"
"Aku kemarin-kemarin tidak yakin untuk mengatakan ini, tapi kali ini aku harus mengatakan ini," ucap pria itu.
Aku mengerutkan kening. Mengatakan apa?
"Jika sekali lagi kau meledekku tentang aku takut ketinggian, kau bisa berharap. Aku benar-benar akan memberimu kejutan. Hingga orang-orang di sekitarmu juga terkejut," Joon Hyung melanjutkan.
Apa maksudnya itu?
"Kau mau mencobanya?" tantang pria itu.
"Apa?" balasku.
"Meledekku takut ketinggian," sambungnya enteng.
Aku menatap kanan-kiri, memperhatikan orang-orang yang cukup banyak berlalu lalang di sana.
"Ya, kau pikir aku takut padamu?" Aku mendongak angkuh. "Aku sama sekali tidak takut dengan ancamanmu. Aku hanya tidak suka kejutan. Jadi, lupakan saja."
Setelah mengatakan itu, aku berjalan melewatinya, sengaja menabrak bahunya. Tak berapa lama, Joon Hyung sudah menyusul di sebelahku.
"Kenapa kau tidak suka kejutan?" tanya Joon Hyung di sebelahku dengan nada geli.
"Tidak sehat untuk jantung," jawabku cuek.
Di sebelahku, tawa Joon Hyung menyembur dan aku nyaris mengumpat kesal. Aku berdehem dan menghentikan langkah. Aku sudah akan memutar tubuh ke arahnya ketika lengan Joon Hyung merangkul bahuku dan kembali menyeretku untuk melanjutkan langkah.
"Hari ini, sebaiknya kita jangan berdebat lagi. Kau harus menikmati pemandangan di sini. Jangan membuang waktumu untuk berdebat atau bertengkar denganku," Joon Hyung berkata.
"Siapa juga yang tadi memulai?" sengitku.
"Kau," tuding Joon Hyung. "Kau kan, yang tadi meledekku yang tidak melakukan apa pun."
Aku berdehem. "Wah ... Pulau Nami benar-benar indah di musim dingin," aku mengganti topik.
Joon Hyung tertawa pelan. Perlahan aku menoleh padanya, reflek tersenyum melihat ekspresi terhiburnya. Bahkan dulu, aku selalu suka mendengar suara tawanya. Aku juga suka melihat Joon Hyung tertawa. Matanya akan berbinar setiap kali ia tertawa dan wajahnya tampak begitu polos.
Aku terkejut ketika tiba-tiba Joon Hyung menoleh padaku. Wajah kami begitu dekat dan mata kami bertemu tatap. Aku menahan napas ketika Joon Hyung menunduk ke arahku.
"Bagaimana kau bisa sependek ini?" Kalimat Joon Hyung membuatku mendesis kesal dan mendorong wajahnya menjauh.
"Dan siapa yang tadi bilang untuk tidak membuang waktu dengan bertengkar?" sengitku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Snow Kiss (End)
General FictionAlina Untuk apa aku hidup? Selama ini, aku senang menjalani hidupku karena Tante Luna. Bisa dibilang, tantelah alasan aku bertahan meski hidupku bisa dibilang menyedihkan. Ayah yang meninggalkan aku dan Ibu saat aku masih kecil, lalu Ibu yang den...