19 - First and Last

2.3K 157 3
                                    


Alina

Sudah hampir satu minggu aku berada di Korea. Jika sebelumnya, aku hanya datang untuk berlibur, kali ini aku datang untuk merawat Joon Hyung. Aku berencana untuk pulang besok lusa melihat Joon Hyung sepertinya sudah benar-benar pulih.

Tepat ketika aku selesai menyiapkan sarapan di meja makan, Joon Hyung keluar dari kamar mandi.

"Sarapan dan minum obatmu," kataku sembari kembali ke dapur untuk mengambil air minum.

Aku tersentak kecil ketika seseorang memelukku dari belakang.

"Ya, Nam Joon Hyung!" bentakku kesal.

"Bogosipeo (Aku merindukanmu)," ucapnya.

"Utgijima! (Jangan bercanda!) Aku bahkan hampir sepanjang minggu berada di sampingmu," desisku.

"Bahkan meski aku tak melihatmu sebentar saja, aku sudah merindukanmu," Joon Hyung membalas.

"Lepaskan aku dan segera makan sarapanmu," tegasku.

Aku terkejut ketika Joon Hyung memutar bahuku.

Ketika pria itu menunduk ke arahku, reflek aku mengangkat tanganku dan menahan wajahnya.

"Mwohaneungeoya? (Apa yang kau lakukan?)" tuntutku.

Joon Hyung menangkup tanganku dan menariknya turun, lalu ia mencium bibirku singkat.

"Gyeorhonhaja (Ayo kita menikah)," ia berkata.

Aku mengerjap. Apa katanya tadi?

Aku mengangkat tangan dan menyentuh keningnya. Tidak demam.

"Aku serius, Alin-ah." Joon Hyung kembali menarik tanganku turun.

Aku menatap matanya, dan ya, pria ini tampak serius. Tapi ....

"Ayo sarapan," aku mengalihkan pembicaraan. "Aku lapar."

Joon Hyung mendengus pelan. "Geurae (Benar). Ayo sarapan dulu, baru setelahnya kita bicara lagi."

Aku berdehem, pura-pura tak mendengarnya.

***

Seharian itu, aku sibuk merancang pesta pernikahan salah satu klienku di laptop Joon Hyung yang kupinjam. Meli mengirim materinya kemarin malam karena klien itu memintaku merancangnya.

"Apa kau akan terus mengabaikanku?" protes Joon Hyung, lagi, di sebelahku.

"Aku sedang bekerja, Joon Hyung-ah. Istirahatlah," usirku.

Joon Hyung mendesah berat. "Kapan kau akan merancang pesta pernikahan kita?"

Aku pura-pura tak mendengarkannya.

"Di hari pernikahan kita nanti ... ayahmu akan datang, kan?" Pertanyaan Joon Hyung menghentikan gerakan tanganku di atas keyboard laptop.

"Bukannya aku ingin ikut campur masalah keluargamu, Alin-ah, tapi ..." Joon Hyung tiba-tiba menghentikan kalimatnya. "Mian (Maaf), aku melewati batas lagi. Aku tidak berhak ikut campur tentang masalah itu, kan?"

Aku mencelos. Teringat kata-kata kasarku padanya dulu.

Aku memutar tubuh menghadapnya, dan kulihat wajah cemas pria itu.

"Mianhae (Maafkan aku)," ucapnya. "Aku tidak akan pernah membahas itu lagi."

Aku mendesah berat. "Ayahku akan datang," aku berkata. "Aku juga sudah berbaikan dengan ayahku, berkat kau. Gomawo (Terima kasih), Joon Hyung-ah."

Snow Kiss (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang