Alina
"Kenapa kita ke pantai lagi?" tanyaku heran saat Joon Hyung membawaku ke pantai.
"Yang ini beda. Nanti malam kau bisa lihat sendiri," balasnya.
Pria itu membawaku ke salah satu rumah makan di tepi pantai.
"Ini first course meal kita buat makan malam," katanya setelah memesan makanan.
"Mianhande (Maaf, tapi), aku tidak makan sebanyak dirimu, Nam Joon Hyung," aku mengingatkannya.
"Ini hanya seafood. Kita tidak akan makan nasi. Anggap saja ini hidangan pembuka," sebutnya.
"Mwo? (Apa?) Hidangan pembuka?" Aku menatapnya geli.
"Ya, karena kau makan sedikit, makanya kau tidak bertambah tinggi," pria itu meledekku.
"Jugosipeo? (Apa kau mau mati?)" Aku menatapnya galak.
Joon Hyung tergelak. "Kau harus makan dengan teratur, agar tubuhmu bisa tumbuh dengan baik. Ketika kita jalan-jalan, orang-orang menudingku menculik anak sekolah."
Mendengar itu, aku kontan bangkit dari dudukku dan menghampirinya, mengulurkan tangan ke lehernya, mengancam mencekik.
"Arasseo, arasseo (Aku mengerti, aku mengerti)," Joon Hyung menepis tanganku pelan. "Duduklah, aku tidak akan menggodamu lagi tentang itu."
"Apa kau tahu, tinggiku ini termasuk lumayan, tahu! Kau saja yang terlalu tinggi. Membuat leherku sakit setiap kali melihatmu," omelku sembari kembali ke kursiku.
"Kalau begitu, mulai saat ini, kau tidak perlu mendongak untuk melihatku. Aku yang akan turun dan membawa wajahku tepat di depan wajahmu," ucap Joon Hyung penuh percaya diri.
"Itu lebih mengerikan lagi," tandasku.
"Ya! Orang-orang bilang wajahku ini tampan. Mereka bahkan heran kenapa aku tidak suka wajahku dikenali banyak orang. Kenapa aku tidak mau muncul di televisi? Karena aku terlalu tampan ..."
"Utgyeo, jinjja (Lucu, sungguh)," sarkasku.
"Kau meragukanku?" Joon Hyung menyipitkan mata.
Aku melengos. "Pantainya indah," aku mengalihkan pembicaraan.
Lalu tiba-tiba, Joon Hyung berpindah tempat ke sebelahku, membuatku menyipitkan mata curiga.
"Mwoya ige? (Apa-apaan ini?)" tuntutku.
Joon Hyung tersenyum, lantas ia menyorongkan wajah ke arahku membuat hidung kami nyaris bersentuhan.
"Aku tampan, kan?" ia bertanya.
"Ya! Mwohaneungeoya ige?! (Apa yang kau lakukan ini?!)" seruku kaget, panik, sembari menarik diri darinya.
"Pertama, kau menghindari menjawab pertanyaanku tadi." Joon Hyung tersenyum.
Mengejutkanku, lagi, pria itu memajukan tubuh dan kembali mendekatkan wajahnya dengan wajahku.
"Jantungmu berdebar karenaku, kan?" sebutnya.
"Ya!" seruku kesal. "Jinjja jugeulle? (Kau benar-benar ingin mati?)"
Joon Hyung tersenyum geli. Aku melotot kaget ketika tangan Joon Hyung mendarat di punggungku, lalu pria itu mundur sembari menarikku hingga aku kembali duduk tegak.
"Apa kau bahkan tak merasakan apa pun meski aku berada sedekat ini?" tanya pria itu. Ia tampak sangat penasaran.
"Naega michyeosseo? (Apa aku sudah gila?) Ini toh hanya dirimu," tandasku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Snow Kiss (End)
General FictionAlina Untuk apa aku hidup? Selama ini, aku senang menjalani hidupku karena Tante Luna. Bisa dibilang, tantelah alasan aku bertahan meski hidupku bisa dibilang menyedihkan. Ayah yang meninggalkan aku dan Ibu saat aku masih kecil, lalu Ibu yang den...