Alina
Malam itu, aku terbangun karena haus. Namun, saat aku turun untuk mengambil minum, kulihat Joon Hyung masih belum tidur dan duduk melamun di sofa ruang tamu.
"Joon Hyung-ah," panggilku sembari menghampirinya.
Joon Hyung tampak terkejut ketika melihatku. Apa yang dipikirkannya hingga ia tak menyadari kehadiranku?
"Kau belum tidur?" tanyaku sembari menengok jam. "Ini sudah tengah malam."
Joon Hyung tersenyum. "Kau sendiri, kenapa belum tidur?" tanyanya.
"Aku terbangun. Haus," beritahuku. Aku sudah akan berdiri untuk mengambil minum, tapi Joon Hyung menahan lenganku.
"Akan kuambilkan. Tunggu saja di sini," katanya.
"Aku bisa ..."
"Akan kuambilkan," ulang Joon Hyung tegas, memaksaku menuruti.
Ketika ia kembali membawa segelas air minum untukku, bukannya segera memberikan gelas itu padaku, ia malah bertanya,
"Jika kau harus memilih, aku atau gelas ini?"
Aku memutar mata. "Apa lagi yang kau coba lakukan malam-malam begini?"
Aku menyambar gelas di tangannya dan menghabiskan setengahnya.
"Gomawo (Terima kasih). Aku akan kembali ke atas," kataku sembari berdiri.
Namun, ketika aku melewatinya, Joon Hyung menahan lenganku.
"Sebentar lagi. Tak bisakah kau menemaniku sebentar lagi?" pintanya.
"Jika aku menemanimu, apa kau akan memberitahuku, apa yang kau pikirkan hingga selarut ini?" tuntutku.
Joon Hyung menoleh padaku. "Neo (Kau)."
Aku tentu terkejut mendengar jawabannya.
"Kau besok akan pergi," lanjut Joon Hyung. "Dan ini tujuh hari keduamu di sini."
Aku mengerjap.
"Apa seterusnya akan seperti ini?" tanya pria itu lagi. "Apa nanti akan ada tujuh hari ketiga, keempat dan seterusnya? Tak bisakah kau tinggal saja di sini?"
Selama beberapa saat, aku tak menjawab.
"Alin-ah, aku ..."
"Michyeosseo? (Apa kau sudah gila?)" selaku. "Bagaimana bisa aku tinggal di sini?"
Joon Hyung mengernyit. "Apa itu berarti kau menolakku?"
"Apa kau menanyakan sesuatu padaku tadi?" balasku.
Joon Hyung membuka mulut, lalu menutupnya lagi.
"Jika tak ada yang mau kau bicarakan, aku akan pergi. Jika aku tidak segera tidur, besok aku bisa bangun kesiangan," pamitku.
Joon Hyung mengangguk. Namun, saat aku menaiki tangga, pria itu mengikutiku.
"Apa yang kau lakukan, Nam Joon Hyung?" Aku menghentikan langkah di tengah tangga.
"Mengantarkanmu ke atas. Setidaknya, beri aku waktu untuk melihatmu lebih lama," ia membalas lesu, sampai aku tak tega menolaknya.
Namun, begitu aku tiba di atas dan sudah naik ke atas tempat tidur, Joon Hyung masih belum turun dan hanya berdiri di depan tangga, menatap ke arahku.
"Apa kau sedang merekam film horor sendirian?" isengku. "Aku mana bisa tidur jika kau melihatku seperti itu dari sana?" protesku.
Joon Hyung mendesah berat. "Aku pasti akan merindukanmu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Snow Kiss (End)
General FictionAlina Untuk apa aku hidup? Selama ini, aku senang menjalani hidupku karena Tante Luna. Bisa dibilang, tantelah alasan aku bertahan meski hidupku bisa dibilang menyedihkan. Ayah yang meninggalkan aku dan Ibu saat aku masih kecil, lalu Ibu yang den...