Cuaca pagi ini sangat dingin. Terpaksa aku harus mengenakan baju tebal untuk menghangatkan tubuhku. Kekeras kepalaan ku untuk berada di luar, duduk di ayunan dekat pohon cemara kembar samping pagar yang sudah membuat bokong ku membeku. Mereka yang mendengar alasan ku yang dengan nekat keluar rumah di tengah cuaca dingin hanya untuk menggambar sudah bosan memperingatkan, terutama pelayan pribadi ku yang sangat keras kepala dan suka mencari ribut dengan tuannya, walau pada akhirnya dia memilih untuk mengalah.
Menurut ku dengan berada di ruangan terbuka dan bernafas langsung dengan alam dapat mengalirkan ide-ide yang lebih berkilau dari emas, sangat disayangkan jika aku tidak mendapatkan momen-momen terbaik di tiap garis gambar ku.
Taman tanpa banyak tanaman hias, hanya pepohonan yang mudah di rawat, sejenis semak yang dipangkas dalam bentuk-bentuk tertentu sesuai suasana hati pengurus taman. Tidak ada bunga, apa lagi pohon buah. Bahkan saat musim semi taman ini hanya menunjukan warna hijau dan coklat, mengelilingi rumah besar bercat gelap yang suram, apa lagi dengan hadirnya musim dingin yang membekukan udara dan apapun yang dilaluinya. Jendela-jendela yang tertutup rapat memandang ku dengan tatapan kosong, kekosongan tumbuhan yang menyisakan batang dan ranting, ditambah pagar tinggi yang menutup diri dari dunia luar.
Bisa saja seseorang yang lewat menganggap apapun yang ada dibalik dinding tinggi itu adalah sesuatu yang berbahaya. Atau pemikiran lain seperti siapa pemilik rumah mewah yang tertutup di Tokyo ini?
Keluarga ku bisa dikatakan adalah orang berada, ayah ku memimpin sebuah perusahaan terkenal di Tokyo dan memiliki beberapa cabang lain seperti di Shibuya, Shinjuku, dan Hokkaido. Karena pusatnya berada di Tokyo kami terpaksa tinggal di kota besar dan padat tersebut.
Pernah seorang berkata 'walaupun kaya tidak menentukan orang itu bahagia' yap, aku merasakannya, walaupun aku hidup berkecukupan aku tak merasa bahagia. Jika boleh memilih antara tinggal di kota dengan fasilitas mewah atau tinggal di rumah sederhana nenek di desa, aku akan senang hati memilih tinggal dengan nenek di desa. Lebih baik berpanas dingin di tengah ladang daripada berkutat di depan komputer yang tidak bisa mati.
Apalagi di sana ada orang-orang yang mengisi kehidupan kecil ku, cahaya untuk ku. Teman-teman terbaik sepanjang hidup dan mati ku. Sayang sekali, di sini langit membawakan mendung untuk seluruh jenis kehidupan. Aku tidak pernah merasakan yang namanya kehangatan yang sesungguhnya, semuanya sangat berbeda. Entah karena pengaruh cara hidup di dua tempat berbeda, atau hanya kebetulan saja orang-orang di sekitarku sangat membosankan.
Delapan tahun tidaklah cukup untuk membuatku bahagia di lingkungan baru, aku tidak bermaksud merasa tak bersyukur—aku senang bisa tinggal dengan orangtua ku setelah sebelumnya hanya dapat bertemu dengan mereka beberapa kali dalam satu bulan—tapi, tolong! Bisakah aku membawa teman-teman ku ke sini?! Katakan kalau aku tidak bisa beradaptasi, itu benar dan juga tidak. Aku bisa hidup di tengah kota seorang diri, dengan kehidupan yang membosankan dan orang-orangnya yang kaku seperti patung dan bergerak sesuai perintah seperti robot.
Menyebalkan sekali.
Tinggal di kota membosankan, aku selalu saja sibuk tak karuan. Jadwal hidupku diatur dengan ketat, mulai dari bangun hingga tidur lagi. Di hari libur bahkan tidak memiliki waktu untuk bersenang-senang. Berfikir untuk liburan sekedar ke mall? Tentunya bisa, sayangnya aku tidak memiliki cukup kekuatan untuk bangkit dari tempat tidur dan berakhir menghabiskan hari menonton anime atau menghabiskan selusin komik. Mungkin juga karena efek dari kesendirian ku dan terlalu menikmati apa yang ku suka tanpa mempedulikan sekitar, aku sepertinya sudah terjerumus dalam kehidupan mimpi sampai-sampai tak tahan satu hari saja tidak memejamkan mata ku sejenak dan berkhayal dalam dunia fantasi ku. Kata ibu jika aku terlalu terjun dalam dunia khayalan, aku akan menjadi buruk di kenyataan. Sayangnya telinga ku telah tersumbat oleh kerikil yang dilemparkan para Trol.
KAMU SEDANG MEMBACA
WIZARD (Broken Butterfly) END
FantasíaYang bersinar di malam hari hanyalah kunang-kunang, namun yang ku lihat malam itu adalah sesuatu yang lain. bukannya makhluk kecil seperti titik cahaya layaknya bintang di langit, mahluk itu serupa kupu-kupu, yang mengeluarkan cahaya. Awalnya ku pik...