Pria muda itu berjalan santai menelusuri trotoar di tengah kota yang ramai, tubuh kecilnya terbenam oleh tubuh-tubuh orang di sekitarnya. Sesekali anak laki-laki itu akan berdecak saat tubuhnya di tabrak oleh beberapa orang dewasa yang segera tidak peduli dengan tindakannya.
Semua orang dewasa sama saja! Pikir anak itu. Mereka selalu tidak peduli terhadap apapun, terhadap orang yang lebih muda, terhadap anak-anak. Mereka lebih memilih mementingkan pekerjaan mereka daripada mengucapkan 'maaf', mereka akan berpikir 'untuk apa?' mereka terlalu berfikir diri mereka lebih berwibawa daripada anak berumur 9 tahun.
Dengan gumaman kekesalan, dia memasuki lorong yang lebih sepi. Malam akan segera datang dan dia harus segera pulang dan membuat makan malam untuk dirinya sendiri. Orangtuanya lebih senang memasak untuk keluarga lain daripada untuk anak mereka. Dia selalu kesal, cemburu saat melihat teman-temannya di antar pulang pergi oleh orang tua mereka, di peluk dan di cium, berkata selamat bersekolah adalah penyemangat untuk setiap anak-anak. Andaikan dirinya masih bisa mendapatkan kata-kata pendukung dari orangtuanya.
Sebenarnya ia sudah biasa dengan hal ini, sejak ia berumur 5 tahun orangtuanya tak pernah memperhatikannya dengan baik. Saat sedih, senang, ataupun susah orangtuanya tak pernah ada disampingnya. Menurut mereka dirinya telah bisa menjaga diri, dia tahu sang ayah adalah sosok yang tegas dan keras. Sayangnya ibunya lebih memilih menurut daripada membela sang putra.
Setelah berbelok dan memasuki gang sempit, anak itu di hadang oleh tiga orang dewasa. Salah seorang pria itu menyeringai dan mendekat ke arahnya. "Hai nak, ayo ikut paman."
Anak itu mundur selangkah dan menatap tajam tiga orang tersebut. "Memangnya aku anak kecil?! Aku tahu maksud kalian yang sebenarnya."
Tiga orang dewasa itu kembali menyeringai dan berlari untuk menangkap si anak laki-laki, dengan lincah pemuda kecil itu menghindar dan berputar, berlari menjauh masuk ke dalam gang. Tapi kesialan menimpanya saat dia memilih gang yang salah, ujung gang ditutupi oleh dinding dan tumpukan sampah. Anak itu berbalik, menemukan para orang dewasa itu telah berada di ujung lorong dengan seringaian kemenangan di wajah berkeringat mereka.
"Kau tak kan bisa lari lagi."
Salah satu dari tiga pria tersebut mendekat dan mencoba menangkapnya. Dengan sigap anak itu menghindar dan membuat si pria jatuh tersungkur menabrak kotak kayu. "Sialan kau!!!"
Anak itu tersenyum. "Kalau berani, sini."
Tiga pria itu menggeram murka dan menyerang anak itu. Tapi dalam waktu singkat tiga pria itu berhasil dilumpuhkan dan anak tersebut masih berdiri sambil menyeringai penuh kemenangan.
Dua hari kemudian, anak itu kembali menggunakan jalan pulang yang sama. Anehnya, dia merasa ada yang janggal. Pasalnya jalanan besar yang sebelumnya ia lewati tampak sepi, hanya segelintir orang yang lewat dan tokoh-tokoh di sekitar telah tutup walau hari masih menunjuk pukul enam sore. Anak itu berusaha untuk tidak memperdulikan sekitarnya dan berbelok masuk ke dalam gang yang biasa digunakan untuk mempercepat sampai ke rumahnya. Tetapi langkahnya segera terhenti saat sekelompok pria bertubuh besar telah berdiri di depan gang.
Sang anak mendesah, menyeringai penuh minat. "Wah wah, apa kalian teman orang kemarin?"
Seorang pria yang berdiri paling depan, jas panjang berkilaunya yang terlihat tidak murah berkibar saat dia melangkah. Melihat langkah pria itu yang halus tanpa beban membuat sinyal bahaya menyala, anak itu menjadi lebih waspada.
"Tenang, Sora."
Anak itu tersentak, terbelalak tetapi kepalan tangannya tetap menguat. "Bagaimana kau tahu namaku?"
Senyum tersungging di wajahnya yang memiliki janggut tipis di sekitar dagunya, Sora bisa melihat seberapa besar tubuh laki-laki yang tampaknya telah memasuki setengah abat yang berdiri di depannya. Dari caranya berdiri mantap dan matanya yang tajam penuh minat menatapnya Sora yang bahkan anak di bawah umur tahu jika laki-laki itu bukan orang sembarangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
WIZARD (Broken Butterfly) END
FantasiYang bersinar di malam hari hanyalah kunang-kunang, namun yang ku lihat malam itu adalah sesuatu yang lain. bukannya makhluk kecil seperti titik cahaya layaknya bintang di langit, mahluk itu serupa kupu-kupu, yang mengeluarkan cahaya. Awalnya ku pik...