9. Seragam Arsen

3.8K 361 15
                                    

Orang ganteng ada di mulmed:"

Enjoy!

***

"Din, cepettt." Teriak Arsen dari lantai bawah, membuat Dinda yang sedang mengucir rambutnya terpogoh-pogoh berjalan menuju meja makan untuk memakan sarapan yang sudah disiapkan Nia.

"Bentar dong Bang. Sabarr." Ucap Dinda sebelum menegakan susunya sampai habis. "Yauda , ayok." Dinda membawa sepotong roti tanpa mengolesi selai apapun keatasnya.

"Dinda, ini bekal kamu buat minggu ini ya." Nia memberikan beberapa lembar uang bewarna pink kepada Dinda.

"Nggak usah Tan. Bang Sigit juga ngirim kok." tolaknya sopan.

"Nggak pa-pa, yang dari Bang Sigit kamu tabung aja, atau buat kamu belanja mungkin? Udah ambil aja." Dinda menggangguk lalu mengambil uang itu.

"Makasih Tan." Ucap Dinda, Nia mengangguk. "Ayok Bang." Arsen mengangguk lalu mengandeng tangan Dinda menuju rumah Devan.

"Loh loh? Mau jalan ke sekolahnya Bang? Nggak naik mobil atau motor, gitu?" tanya Dinda pada Arsen yang terus saja menarik lengannya ke luar gerbang kediaman rumahnya.

"Kita numpang." Jawab Arsen sambil terkekeh. "Hallo everyone!" teriak Arsen saat sampai di halaman rumah Devan. Tabia melihat kearah gadis yang berdiri di sebelah Arsen, dan ia melihat Arsen sedang menggandeng tangan gadis itu.

"Cewek baru?" tanya Tabia terlihat tak suka. Arsen tertawa kecil mendengar pertanyaan Tabia.

"Sepupu gue. Ini yang gue bilang dia bakal tinggal dirumah gue." Tabia langsung merubah mimik wajahnya menjadi sumringah saat itu juga.

"Astaga, sorry sorry. Hai, gue Bia." Tabia menghampiri Dinda dan mengulurkan tangannya.

"Gue Dinda, ini sahabat Bang Arsen?" tanya Dinda sambil tersenyum padanya. Tabia mengangguk lalu mengajak Dinda untuk duduk di samping bangku taman yang ia duduki tadi. "Gue manggil kakak aja ya?"

"Sen, emang dia lebih muda dari kita?" tanya Tabia pada Arsen yang tengah mengobrol dengan Afkar di depan mobil Devan yang sedang di panaskan. Sedangkan Devan, lelaki itu sedang ke toilet untuk membuang panggilan mendadak dari dalam tubuhnya.

"Dia ade kelas kita." Tabia mengangguk mengerti.

"Boleh deh, Kak Bia aja ya? Soalnya kalo nanti lo pas di sekolah manggil gue Bia, bisa di bully lo sesekolah." Ucap Tabia melebihkan.

"Ohiya? Emang kenapa Kak? Ngaruh?" tanya Dinda, Tabia menggaruk tekuknya, ia sebenarnya hanya asal ngomong saja, karena ia tidak tau apalagi yang harus ia obrolkan.

"Ngaco si Bia mah." Celetuk Afkar membuat Dinda mengalihkan pandangannya pada lelaki itu. Dinda tersenyum pada lelaki itu dan hanya di balas deheman pelan.

"Bi, hp gue mana?" Bia yang teringat akan hal itu menyengir dan memberikan hp Arsen dalam keadaan mati, habis baterai. "Anjir ga di charger?"

"Lupaa." Jawabnya sambil terus menyengir tak berdosa.

"Gue kemaren malem jam setengah 10 kerumah lo. Bukannya dapet hp, gue malah dapet omelan dari nyokap lo." Ucap Arsen mengingat kejadi kemarin malam ia langsung kerumah Tabia dan mengetuk pintunya. Dan kesialan yang menimpa, bukannya Tabia yang membuka justru Gisa lah; Bunda Tabia yang membukanya.

Arsen langsung di ceramahi habis-habisan oleh Gisa. Katanya tidak baik menghampiri anak gadis malam-malam, dan berbagai tuduhan lainnya yang seakan-akan Arsen hendak melakukan hal-hal buruk pada Tabia kemarin malam.

Dan saat Arsen meminta izin membawa ponselnya yang berada di Tabia, Gisa malah menuduhnya membohong. Dan sebelah telinganyalah yang menjadi sasaran empuk untuk mendapatkan jeweran Gisa yang dasyat.

The Feeling (Tidak Akan di Lanjutkan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang