20. The enemy

4K 331 22
                                    

Gimana Afkar? pukulin aja jangan gara-gara udah nyakitin hati Arsen?:(

Hahaha Enjoy ya dan jangan lupa vote serta komennya teman-teman!:D

***

"Gue cinta sama lo, Bi."

Mata Tabia membelalak tidak percaya. Afkar? Sahabatnya sendiri mengatakan bahwa ia mencintainya? Yang benar saja!

Tabia mencoba untuk mencari kebohongan dari mata Afkar. Tapi nihil. Tidak ada satupun kebohongan yang tersirat dari mata lelaki itu. Pancaran mata yang Afkar berikan itu benar-benar tulus, dan juga jujur. Tabia sekarang yakin. Bahwa Afkar benar-benar mencintainya. Ya, iya tau. Sekarang ia baru menyadari arti dari tatapan yang selalu Afkar berikan padanya. Tatapan penuh cinta, dan kasih sayang yang bahkan baru ia sadari sekarang.

"Gue—gue cuma nyatain cinta kok Bi. lo nggak usah jawab, karena gue juga nggak butuh jawaban." Afkar mengenggam jemarin Tabia. "Gue cinta sama lo. Dan gue tau, persahabatan kita berdua lebih penting dari rasa cinta gue ke lo. Gue juga tau, lo cuma nganggap gue sahabat. Dari dulu sampai sekarang pun, gue tau, perasaan lo nggak akan pernah berubah—buat gue." Afkar tersenyum sembari mengelus pelan punggung tangan Tabia. Gadis itu masih belum bisa berkata apapun. Ia masih terlalu kaget dengan pengakuan tiba-tiba Afkar. Bukan, bukan Afkar lah yang tiba-tiba. Tapi, justru ini adalah permintaannya pada ketiga sahabatnya itu bukan? Ia yang meminta ketiga sahabatnya jujur. Dan sekarang, disaat Afkar sudah jujur, ia harus menerimanya.

"Lo nggak usah ngerasa kebebanin karena perasaan gue ke lo Bi. Disini, gue Cuma bener-bener ngungkapin, gue nggak ada maksud minta balesan cinta dari lo, atau apapun itu. Gue cuma lagi ngungkapin isi hati gue yang selama ini selalu gue tutup rapat-rapat dari siapapun Bi."

"Mungkin kalo lo tanya kenapa gue bisa cinta sama lo, gue juga nggak tau jawabannya. Kadang, gue ngerasa jadi cowok yang paling beruntung bisa deket sama lo. Gue suka cara lo perhatiin gue, gue suka Tabia yang super manja, dan gue juga suka sama cara lo marah-marah. Kalo lo marah, itu berarti lo peduli sama gue Bi. Kalo sama lo, gue juga berasa jadi cowok yang paling dibutuhin, dan gue suka itu Bi." lagi-lagi Tabia masih diam, tidak beniat untuk menyeka atau memotong ungkapan isi hati Afkar. Dibandingkan kedua sahabatnya, Afkar memang lebih tertutup jika menyangkut sebuah masalah hati. Afkar jarang mengungkapkan apa yang ia rasakan. Jika lelaki itu sedih, senang, sampai kecewa pun ia akan diam, dan hanya dirinya sendirilah yang tau.

Tetapi, jika dihadapan ketiga sahabatnya, Afkar akan selalu tersenyum dan menampilkan ekspresi sebaik mungkin. Itu karena ia tidak mau membuat para sahabatnya khawatir, ya—Afkar sangat-sangat menyayangi ketiga sahabatnya itu. Berbeda dengan Arsen. Walaupum Arsen sedang sedih, galau, marah, sampai senang sekali pun, pasti akan menunjukan dari segala tingkah laku dan juga ekspresi wajahnya. Arsen itu ekspresif, dan selalu bisa membuat ketiga sahabatnya merasakan apa yang sedang ia rasakan.

"Nggak usah tegang gitu dong wajahnya." Afkar mengusap pelan wajah Tabia, membuat gadis itu tersadar dari lamunannya.

"Gue—gue minta maaf." Ucap Tabia akhirnya, sambil menundukan kepala.

"Kok minta maaf sih? It's not your fault, but its my fault. Maybe, i just take over the feeling in our friendship?" Afkar tertawa kecil sambil mengacak-ngacak pelan rambut Tabia.

"Gue—gue mau pulang, Af."

***

"YOU AND I, we dont wanna be like them. We can make IT TILL the end, nothing can come between, you and i!" Devan menyanyi sambil memukul-mukulkan meja kantin sekolah ini. Untung saja, jam istirahat telah usai 10 menit yang lalu, jadi kantin ini tidak terlalu penuh oleh banyaknya penghuni sekolah Gempita ini.

The Feeling (Tidak Akan di Lanjutkan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang