23. Lelaki Posesif

4.5K 351 32
                                    

Selamat malam sabtu, maaf lama update nya:D

Ayo selamat membaca:)

***

"Jadi ceritanya lo berdua udah damai ini?" tanya Devan saat Arsen dan juga Afkar mengunjungi rumahnya. Tadi Devan memang tidak sekolah, alasannya adalah bangun kesiangan. Dan benar saja, saat pulang sekolah Arsen dan Afkar datang kerumah Devan, lelaki itu masih tidur dan bergelut manja dengan selimut tebalnya.

"Lo serius nggak pusing tidur mulu dari tadi pagi?" tanya Arsen mencoba memindahkan topik. Devan menggeleng lalu meminum air putih yang berada di nakas tempat tidurnya.

"Yang ada enak." Devan terkekeh kecil. "Eh, Bia mana?" tanyanya.

"Nanti nyusul." Jawab Afkar.

"Sen, gue mau minta tolong sama lo." Ucap Devan sambil membenarkan posisi duduknya menjadi tegak menyandar pada kepala ranjang.

"Paan?"

"Dua minggu ini gue mau ijin." Arsen dan Afkar sama-sama mengernyitkan dahinya mendengar ucapan Devan.

"Kemana dah?"

"Nenek gue yang di Jawa sakit. Terus Tante gue juga ada yang mau nikah, bokap sih udah stay disana sekalian nyelesain pekerjaannya. Teh Dara lagi libur kuliah, dan dia juga udah ke Jawa minggu lalu. Jadi dirumah cuma gue sama Ibu, dan gue disuruh kesana sama Mbah gue." Jelas Devan. "Ibu gue udah buat suratnya kok, ntar lo tolong kasihin ke BK ya. Atau Bu Etty deh."

"Ngapain lo ikut? Biasanya juga dirumah sama Mbak Fara and Mr. Wawan?." Tanya Afkar, sambil mengambil sebuah donat yang tadi Yuni simpan di atas meja belajar di kamar Devan.

"Nah, masalahnya Nenek gue yang minta gue ikut kesana. Apa lagi Tante gue mau kawin, ya gue disuruh jadi pager bagusnya lah. Tapi selain itu disana pasti gue jadi kuli, nggak bakal salah lagi."

"Dah berarti ntar lo masuk itu langsung Ujian dong?" Mendengar pertanyaan Arsen, Devan mengangguk. "Kaga ikut belajar lagi?" Devan menggeleng.

"Gue sih udah pinter, jadi ngga kudu belajar-belajar lagi."

"Ah sinting."

"Selamat sore!" pekikan girang dari ambang pintu membuat ketiga lelaki berwajah tampan itu, menoleh. Dan mereka tersenyum saat mendapati Tabia yang sedang berdiri di depan pintu dengan pakaian yang terlihat sangat santai. Jeans biru diatas sikut sedikit, dan juga kaos hitam polos yang longgar. Jangan lupa, rambut panjang yang gadis itu gelung asal, membuat kesan Tabia terlihat sangat santai. "Lo kenapa sih jarang masuk sekolah?" tanya Tabia saat sudah duduk di ujung ranjang menghadap Devan.

"Males liat wajah lo." Tabia membulatkan matanya, lalu melemparkan topi hitam milik Arsen yang sedang lelaki itu pakai—pada wajah Devan.

"Itu topi mahal gue." Ucap Arsen sambil mengambil topi yang tadi Tabia lemparkan dan memakainya kembali.

"Kok tumben pake topi?" tanya Tabia pada Arsen yang kini sudah duduk di tengah-tengah Tabia yang sedang duduk menghadap Devan yang tengah menyandarkan dirinya dikepala ranjang. Devan melirik Afkar yang duduk di kursi meja belajarnya, dan Afkar sudah terkikik geli melihat Arsen yang terlihat sedang menjauhkan jarak antara Tabia dan juga Devan.

"Biar makin ganteng." Jawab Arsen asal.

Tabia memutar bola matanya, lalu memiringkan sedikit wajahnya agar bisa melihat Devan. "Awas Sen, gue mau ngobrol sama Devan." Tabia mendorong pelan bahu Arsen yang duduk di depannya.

"Kenapa nggak ngobrol sama gue aja?"

"Bosen gue ngobrol sama lo." Arsen mengerucutkan bibirnya. "Awas deh."

The Feeling (Tidak Akan di Lanjutkan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang