5. Perasaan Aneh

4.6K 399 14
                                    

Plakkkk

Afkar memegang sudut bibir kirinya yang mengeluarkan bercak darah. Ia menatap pria parubaya di hadapannya dengan tangan yang mengepal menahan emosi.

"Ayah harus bagaimana lagi menghadapi sikap kamu, hah?!" Dito menatapnya lekat-lekat. Ia begitu emosi saat mendapat telpon dari pihak kepolisian yang mengatakan bahwa anaknya terlibat dalam kasus balapan liar.

Mendengar itu, Dito langsung membatalkan semua jadwal meeting di kantornya, dan menancapkan gas nya menuju kantor polisi dimana Afkar diperiksa. Setelah mengurus denda dan berbagai hal lainnya, Afkar langsung diijinkan pulang oleh pihak kepolisian.

"Apa yang kamu dapatkan dari balapan liar itu hah?! Apa?! Kamu benar-benar anak tidak tau di untung!" Dito menampar kembali pipi kiri Afkar.

"Apa peduli Ayah?" Afkar menatap Dito sengit.

"Ayah selalu peduli padamu!"

"Ohya?" Afkar tertawa kecil untuk menutupi kepedihannya. "Bahkan Afkar belum pernah menerima perhatian dari Ayah." Afkar tersenyum miris.

"Tidak usah seperti anak manja! Kamu sudah besar. Kamu seharusnya tahu bahwa Ayah itu sibuk mencari uang untuk masa depan kamu!" Dito menunjuk dada Afkar.

"Afkar ga butuh uang! Afkar butuh perhatian Ayah!" Afkar berlari menuju kamarnya, tanpa menghiraukan panggilan Dito yang menyuruhnya kembali.

***

"Do, lo liat Afkar ga?" Tabia menghampiri Rado yang sedang menyalin pr di mejanya.

"Enggak tuh."

"Serius? Terus kenapa dong dia gamasuk?"

"Ya gue gatau, elo sohibnya."

"Ish, lo juga kan kemana-mana bareng si Afkar!" Tabia memukul bahu Rado.

"Ah kuli. Awas deh, ganggu aja lo." Rado mengusirnya.

Tabia pun membuka ponselnya dan mencoba kembali untuk menghubungi Afkar. Dan jawabannya tetap sama, ponsel lelaki itu tidak aktif.

Ia pun mencari kontak Arsen dan menghubungi lelaki itu.

"Hallo Bi?" tanya Arsen di sebrang sana.

"Lo dikelas?"

"Yo, kenapa?"

"Lo liat Afkar?"

"Dia kan sekelasnya sama lo. Dan lo nanya gue? Pinterr." Arsen tertawa kecil di sebrang sana.

"Dia ga masuk, gue udah coba telpon tapi hp nya gaaktif." Tanya Tabia cemas.

"Paling belum bangun. Dia kan sama kaya lo Bi, kebo."

"Ish, awas ya lo. Nyebelin banget."

"Yauda-yauda, pulang sekolah kita langsung kerumahnya. Eh bu Air mineral dinginnya satu." Tabia mendengar suara Arsen yang berbicara pada seseorang di sebrang sana, dan Tabia yakini bahwa Arsen sedang berada di kantin saat ini.

"Oke."

Tabia pun kembali duduk di kursinya dengan wajah yang ia benamkan di lipatan tangannya yang berada di atas meja. Akhir-akhir ini sikap Afkar semakin menjadi-jadi dan selalu saja membuatnya merasa cemas.

Ia tahu, sebenarnya Afkar selalu mencari kesenangan di luar karena ia tidak pernah mendapatkan kesenangan di rumahnya. Afkar itu sebenarnya anak yang baik, hanya saja semakin ia dewasa semakin ia ngegabah dan bertindak seenaknya. Dan itulah yang membuat Tabia akhir-akhir ini merasa was-was.

The Feeling (Tidak Akan di Lanjutkan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang