Kembali

18 3 0
                                    

4 hari berlalu, Syirin dapat pulang dari rumah sakit, hatiku terasa lega, dan besok ia sudah diizinkan masuk sekolah, entah aku harus menyambut atau menghindarinya, satu yang masih membuatku bingung, sebenarnya ada apa dengan dia dan Rafi, apa hubungan mereka? Pantaskah jika aku datang diantaranya?
Aku berjalan menuju kantin, namun seketika Iki memberhentikan langkahku. Entah apa yang ingin ia katakan, aku cukup muak dengannya saat ini, karena terus memaksaku menemui Syasya lagi.

'Apalagi sih Ki?'
'Jangan jadi banci!'
'Lo gak usah ikut campur masalah gue lagi, ini hidup gue terserah gue mau ngelakuin apa!'

Aku tak tahu ada apa dengan aku dan Iki, hubungan kami belakangan ini memang kurang baik, namun kami berusaha terlihat normal didepan Alvian, Ipul dan Didi.

'Hahaha, gue juga males ngurusin banci kayak lo!' Ucapnya dengan raut wajah meremehkan
'Gue gak ngerti apa yang lo pikirin,'

Aku langsung pergi meninggalkan Iki, hidupku terasa berat saat ini, aku tak tahu harus bagaimana menghadapinya , apalagi ujian semakin dekat, sungguh aku tak mengerti bagaimana harus menata hidup ini.
Belakangan ini aku rutin merokok di belakang sekolah, maafkan aku Ayah, Ibu aku hanya ingin tenang sesaat.

------

Bel pulang sekolah berbunyi, aku segera berlari kebawah dan segera mengambil motorku diparkiran, aku benar-benar lelah dan ingin segera istirahat dirumah.

Aku melajukan motorku dengan cepat, karena langit sudah memuramkan warnanya, aku tidak ingin kehujanan lagi, karena aku tak ingin terkena omelan ibu.

      ********
'Mas, tadi ada telfon. Buat Mas Rei katanya,'
'Dari siapa Bi?'
'Pas Bibi tanya namanya, gak dijawab,'

Aku menghiraukan info itu, karena aku benar-benar lelah dan ingin segera merebahkan badan, kupejamkan mataku perlahan, dan akhirnya terlelap. Bayangkan saja aku tidur jam 7 malam sampai pagi. Kalian tentu bisa membayangkan betapa lelahnya aku hari ini, ya karena hari ini ada jam olahraga, dan juga ada simulasi ujian nasional perkelas setelah jam olahraga.

********
Pagi ini, aku cukup semangat, karena kemungkinan aku dapat melihat Syirin dan semoga bisa berbicara dengannya. Dan benar saja, ketika ingin menuju ke kelas aku melihatnya sedang bersama Lulu di depan kelas, terlihat mereka sedang duduk, dan Syirin masih tampak pucat dengan mengenakan jaket merah maroon, kalau boleh jujur, ia terlihat cantik pagi ini, wajah pucatnya sama sekali tidak menghilangkan nuansa indah pada dirinya. Namun aku tidak akan menghampirinya saat ini, aku sedang tak ingin mengganggu, karena terlihat seperti sedang ada pembicaraan serius diantara mereka.

Namun tiba-tiba.....
'Kak Reii,'

Lulu melihat dan memanggilku, aku hanya terdiam di tempat dan menaikan daguku, tanda jika aku bertanya ada apa.

'Kak sini sebentarr, aku mau ngomongg,' ucap Lulu setengah teriak
Aku menghampiri mereka, dan memulai sebuah pembicaraan.
'Syirin udah sembuh nihhh,' ucap Lulu
'Iya gue tauu, kan udah masuk sekolah,'
'Kata Syirin, kok kakak ga jenguk?'
'Ih apaansi Lu,'

Terlihat wajah Syirin memerah, tanda jika ia sedang tersipu malu.

'Hahaha, jenguk kok. Tapi Syirin nya tidur,' ucapku
'Tidur apa sih Kakk,' jawabnya dengan nada mengayun, dan suaranya terdengar pelan.
'Ohiya Kak, Syirin katanya nanti pulang sendiri, aku gak tega deh soalnya baru sembuh,'
'Ih apaansih Luluu!'
'Iya nanti gue tunggu depan gerbang ya Rin, jangan pulang sendiri dulu.' Ucapku
'Gak usah Kak, gue ngerepotin lo mulu,'
'Kayak sama siapa aja sih lo Rin, yaudah gue ke kelas dulu ya,'

Aku kembali melangkahkan kaki ku kearah kelas, ketika hampir sampai ada suara yang memanggil ku lagi,

'Reeiii!'

Astaga! Apalagi ini, aku sudah bosan menanggapinya.

'Lepas kaos kamu!'
'Lah ,Pak? Salahnya dimana?' Tanyaku heran

Aku menebak. Pak Muzal memang menyayangiku, bagaimana tidak , dari sekian banyak siswa, hanya aku yang sering ia perhatikan.

'Dalaman baju seragam itu singlet putih, atau kaus dalam putih, bukan kaos bergambar!'
'Gak bergambar Pak, ini garis-garis,'
'Alah, kamu jangan banyak jawab. Mau kamu lepas sendiri atau saya yang lepas dan saya tidak kembalikan lagi?'
'Iya deh,'

Aku langsung memutar balik badanku ke arah toilet, sungguh orang tua itu memang sangat menyebalkan dan selalu membuat jengkel. aku sungguh ingin cepat pergi dari sekolah ini, dan say goodbye kepada guru itu, tapi disisi lain aku belum siap berpisah dengan sahabatku, dan Syirin.

******

'Lo sama Iki lagi kenapasih? diem mulu,' tanya Ipul
'iya, ada apaan sih?' sambung Alvian
'nothing.' jawabku
'fokus ujian broooo,' ucap Didi

Asal kalian tahu, hari ini adalah tanggal 10 Februari, dan 5 hari lagi aku akan melaksanakan try out.

Ya, aku akan memperkeras usahaku, akan ku fokuskan diriku, aku tidak akan membuat diriku menyesal nantinya walaupun pikiranku memang agak berantakan belakangan ini.

Sepanjang disekolah aku dan Iki memang bungkam, sama-sama tak bersuara, entah apa yang membuat kami seperti ini, sifatnya belakangan ini memang membuatku emosi. Dia tak seharusnya mengaturku.

  *******
'Rin,'
'Eh Kak, udah lama disini?'

Aku menunggu Syirin di depan gerbang sekolah, karena aku tak ingin membiarkan dia yang menunggu.
'Gak, baru kok,'
'Gue ngerepotin lo mulu sumpah,'
'Gak usah punya pikiran kayak gitu sumpah,'
'Hm, iya makasih ya,'
'Tapi gak pa-pa lo naik motor? Takut angin,'
'Gak pa-pa, badan gue udah enak kok, kan kemarin udah sehari gue bedrest dirumah. Gak langsung sekolah,'

Aku dan Syirin melangkahkan kaki keparkiran, parkiran terlihat sepi, motor teman-temanku juga sudah tidak ada, kecuali Didi yang masih disekolah untuk sholat ashar, karena ia takut tidak keburu jika sholat dirumah.

Aku memberinya helm, entah apa yang membuatku membawa dua helm belakangan ini.

'Kak, tunggu,'
Syirin masih berdiri sambil memakai helm di samping motorku, dan wajahnya terlihat bingung.

'Kenapa? Susah ya naiknya? Apa gak bisa pake helm nya?'
'Gak, gue mau nanya dulu,'
'Apa? Tanya aja'
'Kalau temen-temen lo tau kita suka pulang bareng kayak gini gimana?'
'Hahaha, yaa kenapa? Emang ada larangannya gitu, Rei dilarang pulang bareng sama Syirin?'
'Ya, gak sih,'
Tangannya terlihat sibuk mengaitkan tali helm.
'Sini sini gue pasangin, ribet banget nih,'

Aku memasangkan pengait helmnya, mata indahnya kini tepat di depan wajahku, mungkin hanya berjarak 20 cm, dia terlihat canggung. Haha aku hanya ingin membantunya.
'Udah, ayo naik, apa mau gua bantuin naik juga?'
'Yeh emangnya gue nenek-nenek,'
Ucapnya dengan setengah tertawa.

Aku senang melihatnya dapat tersenyum lagi, ternyata aku tidak bisa menghindarinya, entah mengapa Tuhan selalu mendekatkan kami.

The Rain in the Summer[editing]Where stories live. Discover now