Keadaan saat ini

14 2 0
                                    

Waktu istirahat ini kupergunakan untuk menghampiri Syirin dan meminta maaf kepadanya. Terlihat dari kejauhan seorang gadis berambut kecoklatan yang sedang berdiri sendiri di balkon.

'Rin,'
'Iya udah gak pa-pa kok,' ucapnya tanpa menolehku sedikitpun
'Gue belum ngomong,'
Dia mengarahkan pandangannya tepat ke mataku
'Iya gue tau lo mau minta maaf, kemarin Kak Alvian sm Kak Didi udah bilang ke gue kok, gimana keadaan temen lo?'
'Kemarin kritis, sekarang udah membaik udah mulai sadar katanya,'
'Ohh, syukur kalau gitu,'
'Nanti gue anter ke toko buku ya?'
Syirin kembali membuang pandangannya, dia menatap ke arah depan lurus
'Gue udah beli, kebetulan bukunya kan dipake hari ini, kemarin di temenin nyokap,'
Aku mendengus tanda menyesal, 'Gue nyesel gak dateng kemarin,'
'Lo nyesel nolongin temen lo gitu? Tega,'
'Gak gitu,'

Tiba-tiba terdengar suara bel tanda masuk yang begitu melengking
'Kak-'
'Rin-'
Kami berucap secara bersamaan tepat di waktu yang sama
'Kenapa? Lo duluan aja,' ucapku mengalah sebagai lelaki gentle
'Gue gak bareng lo hari ini, lo mau ngomong apa?'
'Udah lo jawab tadi, yaudah,'
'Iya emangnya lo ojek apa yang nganter gue terus. Gue nanti naik angkot aja,'
'Yaudah, iya,'

Aku merasa percakapanku dengannya saat ini kurang menyenangkan, Syirin benar-benar terlihat dingin. Apa karena dia kecewa?

-----
'Gimana keadaan Syasya?' Tanya Ipul
'Membaik,' jawab Iki sambil meletakan kepalanya di atas meja
'Syukur kalau gitu, eh nanti yang ngetest afalan surat siapa sih Di?' Tanya Ipul karena kami akan melaksanakan ujian praktek agama 30 menit lagi
'Bu Afsah sama Pak Bowo. Gak tau deh dapet yang mana, sedapetnya nanti,'
'Anjir! Semoga gue sama Pak Bowo deh, mati kutu gua kalau sama Bu Afsah,' sambung Alvian panik
'Sama siapa aja gak masalah, yang penting udah hafal dan paham suratnya,' ucap Didi
'Ya elo, Di, kita cuma apal pas apalan doang, abis itu ya, ilang,' ucapku jengkel karena aku memang sangat sulit menghafal surat tersebut.

**
Syukur, ujian praktek terakhir ku ini berjalan dengan lancar. Aku dilancarkan membaca suratnya dan pula artinya. Dan beruntung lagi aku diuji oleh Pak Bowo, guru agama yang sangat baik dan ramah kepada muridnya.

Bel pulang sekolah berbunyi, namun aku masih sibuk menanyakan nilai-nilaiku sebagai antisipasi apabila ada nilaiku yang kurang, aku menghampiri wali kelas ku Bu Aminah untuk menanyakan hasil-hasil ujian ku kemarin.

'Assalamualaikum ,Bu'
'Eh Rei, kemari Nak,'
Aku salam kepadanya lalu menanyakan berbagai nilaiku, dan sekalian menanyakan pendapat tentang jurusan yang lebih baik aku pilih.

'Bagus Rei, nilai kamu selalu meningkat, dari 7 terus naik 75 naik lagi menjadi 8 dan terakhir 85, kebanyakan seperti itu nilaimu di rapot,'
'Alhamdulillah Bu,'
'Kalau menurut Ibu, bagus kamu masuk Ilmu Komunikasi, semoga saja SNMPTN berpihak ke kamu,'
'Hehehe, aamiin Bu, saya juga berminat. Yaudah Bu, terimakasih Assalamualaikum,'

Ketika hendak keluar, aku bertemu Pak Muzal di depan pintu, namun kali ini ia tidak memarahi ku, hanya mengucapkan 'Fokus kamu ujiannya, belajar yang bener. Jangan nyari masalah mulu,' tentu saja aku mengiyakan dan salam kepadanya.

Ku lihat dari kejauhan Syirin sedang duduk didepan pos satpam seperti sedang menunggu sesuatu, aku menghampirinya dan berusaha mencairkan suasana
'Kok belum pulang?'
'Nunggu dijemput,'

Laganya masih dingin, dan ia terkesan sedang tak ingin melihatku.
'Lo masih marah? Gue kan udah minta maaf,'
'Ha? Kapan gue bilang marah?'
'Ya, nggak sih. Tapi lo diemin gue gitu kesannya,'
'Apaansih. Ohya bukannya lo mau ketemu sama temen lo hari ini?'
'Besok, dia belum bisa dikunjungin hari ini, cuma keluarganya aja,'
'Oh gitu. Yaudah gue duluan ya udah dijemput,'

Ternyata ia tak jadi naik angkot, ia dijemput oleh Tante Nisa dengan mobil silvernya, sepertinya mereka akan pergi bersama, karena Syirin juga terlihat terburu-buru.

****
Belakangan ini aku memang menjadi siswa yang baik-baik, aku tak pernah mencari masalah, selalu sholat tepat waktu dan berusaha memperbaiki diriku, mungkin bisa disebut tobat sebelum berperang. Jika ku ingat dulu, aku memang termasuk siswa yang nakal, aku sering cabut jam pelajaran, tidak mengerjakan PR dan juga sering sekali mendapat poin karena melanggar peraturan sekolah, seperti;rambut gondrong, celana pensil, dan juga baju yang acak kadul. Dan tentu sebuah kejutan ketika Bu Aminah bilang nilaiku selalu meningkat, walaupun tidak pernah masuk 10 besar, setidaknya aku dapat terus meningkatkan nilaiku.

-----
Aku berpikir untuk menyatakan perasaanku yang semakin mendalam ini kepada Syirin, aku tidak harus memilikinya, namun aku ingin dia mengetahui yang sebenarnya. Aku lelah menahan perasaan ini, tapi aku sendiri tak tahu harus bagaimana memulai kalimat itu, adapula rasa takut yang menghampiriku, bagaimana jika ia menghindar setelah mengetahui perasaanku yang sebenarnya, aku takut ia tidak nyaman dan memilih menjauh.

Ku lajukan motorku dengan kecepatan tinggi, sebab aku sudah terlambat 15 menit ke tempat bimbel, setalah 20 menit jalan akhirnya aku sampai di tempat itu.

'Rei, kok baru sampe?' Tanya Kak Ana, guru pengajar ku yang berstatus mahasiswa, ia mengajar matematika
'Maaf, Kak tadi ada urusan dulu,'
'Yaudah Rei, duduk,' ia mempersilahkan ku duduk lalu melanjutkan materi' Jadi gini, kalian 1 bulan lagi kan kurang lebih ujian nasional nya, jadi saya akan lebih cepat mengajarnya, dan saya bawain soal-soal nih, yang kemungkinan akan keluar, soal tahun kemarin, semoga aja gak beda jauh,'

Aku meratapi nasibku sebagai seorang siswa kelas 12, selain penat ujian, aku juga harus merasakan perasaan yang campur aduk, dimana berat rasanya meninggalkan sekolah yang penuh kenangan namun ingin cepat menyelesaikan pendidikan ini agar dapat terbebas dan menjadi dewasa yang sebenarnya.

The Rain in the Summer[editing]Where stories live. Discover now