Diluar dugaan

10 2 0
                                    

'Rin,' aku memanggilnya dengan suara yang agak keras, karena kami sama-sama sedang memakai helm saat ini,
'Kenapa, Kak?'
'Eh lo gak budek? Kirain. Soalnya kan pake helm,'
'Ih apaansih lo enak ajaa,'
'Rafi ga jemput lo emang?'
'Hah? Kok lo tau Rafi?'
'Waktu itu ketemu di rumah sakit, pas lo masuk UGD,'
'Ohh... Enggak,'
'Dia gak cemburu kalau lo pulang sama gue?'
'Engga,'
'Dia pacar lo ya?'
'Hahh?' Syirin menyipitkan matanya ketika mendengar perkataan ku tadi, aku bisa melihatnya lewat spion, 'dia tuh mantan gue, udah putus 5 bulan lalu, tapi emang kita masih sahabatan sampai sekarang. Gue udah gak nganggep dia lebih,'

Astaga. Hatiku terasa begitu plong mendengar perkataan Syirin, dunia serasa sedang menjadi milikku, dunia seperti sedang memihakku. Aku begitu senang mendengarnya.
Angin berhembus begitu kencang. Aku menepikan motorku sebentar dan memberi jaket yang ku pakai saat ini kepada Syirin.

'Gue kan udah pake jaket, nanti lo yang kedinginan. Gak usah,' ucapnya
'Jaket lo tipis kayak gitu, pake nih buruan,' aku memang selalu memakai jaket tebal berwarna army ,aku tak ingin angin berhasil menembus tubuh Syirin, jaket ku cukup ampuh untuk mencegah angin masuk. Akhirnya ia mau, dan jaket itu terlihat begitu besar dibadannya yang kecil. Kamipun melanjutkan perjalanan.

Akhirnya kami sampai didepan rumahnya. Namun, terdengar suara ribut dari dalam rumah.

'Bokap nyokap gue ribut lagi,' ucapnya sambil mendengus lemah
'Rin? Lo gak papa?'
'Gak,'

Tak berapa lama, ayahnya keluar dari rumah, aku melihat wajahnya sedang penuh amarah. Syirin berusaha menahan ayahnya tersebut untuk pergi, tapi apa daya, Syirin tak berhasil.

'Papa!!!!!,'

Syirin mengetuk ngetuk kaca mobil ayahnya yang sudah mulai berjalan. Namun ayahnya tak menghiraukan sama sekali, Syirin berlari mengejar mobil ayahnya tersebut, aku berusaha mencegah dan menahannya.

'Rin udah!'
Aku raih tangannya, ternyata wajahnya sudah berlumuran airmata, aku merangkulnya, dan membawanya kedalam rumah.

'Sayang, udah jangan nangis kayak gini, jangan dipikirkan,' ucap Tante Nisa wajahnya juga terlihat sembab
'Papa kenapa jahat sih, mah!' Ucapnya dengan terbata bata karena tangis membuatnya sesak 'terus Mas Nando mana? Dia gak kangen kita?'
'Mas Nando kan kuliah di Malang sekarang, dia nitip ini untuk kamu sayang,' terlihat sebuah boneka teddy bear kecil dengan coklat disertai surat, tangisnya makin pecah, dan aku juga berusaha menenangkannya.

Keadaan berubah begitu cepat, satu jam yang lalu ia sedang tertawa bersamaku, namun saat ini, ia sedang menangis sesak didepanku.

Setelah Syirin tenang, aku pamit pulang kepada Tante Nisa, sementara Syirin sudah berada dikamarnya,

'Tante, Rei pamit ya,'
'Terimakasih banyak ya Nak, kamu udah anter Syirin, tadi tante gak bisa jemput karena memang Papanya akan datang, dan tante gak sangka kalau Papanya akan membuat dia nangis seperti ini,'
'Iya Tante, kalau ada apa apa Tante sama Syirin boleh hubungin Rei kok,'
'Gak perlu Nak, fokus belajar ya, tante tau kamu mau ujian,'
'Hehe iya Tan, yaudah assalamualaikum,'
'Walaikumsalam,'

Hari semakin sore, namun kali ini langit tak mendung, hanya udaranya yang cukup dingin. Aku melajukan motorku dengan kecepatan stabil.
Semoga Syirin baik-baik saja. Aku benar-benar khawatir tadi, tangisnya begitu sesak. Aku harap kejadian tadi tidak terjadi lagi dihidupnya.

   *******
Pelajaran ekonomi memulai hari ini, aku harus siap menghadapi ujian nanti, aku mencoba fokus dan mendalami pelajaran ini.
'Nah, catetan kalian dari kelas 10 tolong di baca lagi, itu semua keluar di ujian, dasar dasar ilmu ekonomi juga lho,' Ucap Bu Susi
'Bu, kalau udah gak ada catetannya gimana? Pinjem catetan ibu boleh?' Ucap Ipul dan seisi kelas tertawa mendengar pertanyaannya tersebut
'Yeh kamu, Ibu tuh ngajar ekonomi kelas 12, kalau catatan kelas 10 ya itu urusan kamu, kan sudah dibilang dari awal kelas 10, catatan ekonomi tidak boleh sampai hilang, karena di kelas 12 tidak akan di ulas lagi,'
'Bu Astri gak bilangin Bu, ilang juga biarin aja katanya,' Sambung Alvian, dan kali ini sekelas berusaha menahan tawa karena Bu Astri tiba-tiba datang
'Eh Alvian, apa kamu bilang?!!!' Bu Astri menjewer telinga Alvian dan sekelas menertawakannya
'Eh iya bu maaf, sakitt,' Bu Astri pun melepaskannya dan menghampiri Bu Susi
'Maaf Bu, saya mau kasih agenda ini, jadwal ujian kelas 12, untuk ditempel di mading kelas, dasar itu Alvian mengarang mulu,'
'terimakasih Bu, iya memang dasarr,' Ucap Bu Susi
'Jewer lagi Buuuu,' ucap anak-anak dikelas
Kelas begitu ribut karena ulah Ipul dan Alvian tersebut. Namun tak berapa lama hening lagi.

Jam istirahat ku pergunakan untuk makan dikantin bersama teman-temanku tak terkecuali Iki, kami berbicara seputar universitas, dan jurusan-jurusannya.

'Gue mau ke Univ. Islam di Jakarta,'
'Iya, Di ,udeh ketauan lo mah gak usah di tanya,' Ucap Ipul
'Yeh, gitu lu,' jawab Didi
'Bokap nyuruh gue nyusul Kak Siska ke Rusia,' Ucapku
'Anjir!!' Ucap Alvian terkejut
'Tapi nyokap gak ngebolehin, katanya yang deket-deket aja, yaa pokoknya di Indonesia aja lah,'
'Halah, anak cowok mah jauh gak masalah, sampe ujung dunia juga santai,' Jawab Iki
'Lo aja sana,' jawabku

Tiba-tiba Syirin datang menghampiriku, ia mengembalikan jaket yang ku pinjamkan kemarin, ini benar-benar diluar dugaanku, teman-temanku hening seketika melihatnya, tak terkecuali Didi yang langsung spontan menatap dan menginjak kakiku.

'Makasih ya, Kak,' ucapnya seraya berdiri di depan ku
'E-eh i-ya Rin,'
'Sorry ganggu, mumpung ketemu jadi gue balikin, yaudah duluan ya,'

Ia langsung pergi bersama Lulu, tentu saja aku langsung dibanjirkan pertanyaan dari teman-temanku.

'Maksudnya apaan tuh tadi?' Tanya Ipul
'Rei? Jangan bilang lo......' Sambung Alvian
'Hahahaha jadi selama ini urusan yang buat lo sibuk itu SYIRIN, ngomongnya doang mau fokus gak mau mikirin cewek dulu,' Ucap Iki
'Lo gak usah nyimpulin sendiri!'
'Udah gak usah jadi pembual, gue tau kemarin lo pulang sama dia, gua diceritain semua sama anak IPA kalau lo emang sering sama dia, lo sampe ninggalin Syasya demi dia, gue tau bro!' Ucap Iki dan langsung meninggalkan kami

Suasana pecah seketika, kami semua hening sampai akhirnya Ipul memulai pembicaraan lagi.
'Nanti ke warkop, kita omongin semua disana,'

Satu persatu dari mereka pergi ke kelas dan tinggal aku disini, aku sungguh tidak merasa ada yang salah, tak ada yang bisa menyalahkan suatu perasaan.

The Rain in the Summer[editing]Where stories live. Discover now