Tak karuan

16 3 0
                                    

Saat ini langit tak bersahabat denganku, ia menumpahkan kesedihannya ketika aku sedang dalam perjalanan. Sekujur tubuhku basah. Aku bingung harus melanjutkan perjalanan ke rumah sakit atau pulang,
Tidak, aku akan tetap kerumah sakit, aku teringat sesuatu, aku menyimpan sebuah kaos oblong di jok motorku, setidaknya aku bisa mengganti bajuku yang sudah basah kuyup seperti ini.

*******
Aku melangkah cepat menuju kamar 420 dimana Syirin dirawat, aku terlihat seperti orang aneh, rambut dan celanaku terlihat sangat basah, namun aku tidak peduli, aku hanya ingin melihatnya.

Akhirnya aku sampai di depan kamarnya saat ini.

Namun ketika baru saja ingin meraih gagang pintu, terlihat sesuatu dari kaca kecil disisipan pintu, aku melihat Syirin, ia sedang bersamanya, bersama lelaki yang menjemputnya kala itu. Terlihat senyum di wajah keduanya, bahkan ada tawa kecil di wajah pucatnya Syirin.

Perlahan ku urungkan niatku, ku kepal erat tanganku, dan menurunkannya kembali.
Aku memang sangat ingin menanyakan keadaannya saat ini, aku ingin ada disana menjaganya, namun, ku rasa itu tak perlu lagi, aku benar-benar tak ingin mengganggu tawanya saat ini.

Belum sempat membalikan badan, ada seorang yang menepuk pundakku, dan ternyata itu adalah Tante Nisa.

'Rei,?'
'Eh iya tante,'
'Masuk aja kenapa masih disini,'
'Gak tante, eh maksudnya iya tapi Rei mau langsung pamit aja, basah kuyup takut masuk angin,'
'Tapi masih hujan deras diluar,'
'Gak apa tante, Rei pamit ya,' aku mencium tangannya dan langsung bergegas pergi.

******
Aku merasakan sebuah kesedihan, yang begitu mendalam. Aku merasa lemah, entah lemah karena kehujanan atau lemah karena melihatnya bersama lelaki lain.
---
Tentu saja, hujan masih sangat deras, tapi pikiranku benar-benar sedang tidak karuan, aku tak menggunakan akal sehatku dan kembali menerjang hujan. Aku tak perduli apa yang akan terjadi padaku, sampai pada akhirnya aku merasakan ada sesuatu yang menetes, entah itu air hujan yang diturunkan langit atau air dari mataku.....

aku tak tahu mengapa gadis itu mampu membuat ku rapuh seperti ini, aku tak mengerti mengapa ia dapat membuatku jatuh secepat ini, namun yang aku pahami adalah aku telah menemukannya, aku menemukan sebuah kisah baru, aku menemukan sosok yang indah, aku menemukan dia, aku menemui Syirin, aku menemui cinta.

*********

'Rei gue mau ngomong sesuatu,'
Ucap Iki dengan raut wajah yang serius

'Apa? Ngomong aja'
'Syasya mau ketemu nanti, pulang sekolah,'
'Dimana?tapi gue ga..'
'Please jangan bilang lo ga bisa, sibuk lah apalah.' Ucapnya memotong
'Iya dimana?'
'Di cafetaria coklat,'
'Sama lo kan?'
'Gak,'

Aku rasa aku memang harus menemuinya, aku tidak ingin ada sesuatu yang mengganjal di hatiku.

'Gue gak bisa lama-lama,'
'Iya,'

Aku pun pergi meninggalkan Iki, aku pergi ke belakang sekolah, dan entah apa yang sedang ku pikirkan, aku mengambil sebuah rokok dan menyalakannya dengan korek yang ku pinjam dari teman kelasku.
Aku menikmati kesendirian ini dengan berbagai kekacauan pikiran yang menghigapiku.

Suasana sunyi ini mendorong ku untuk berpikir bahwa aku tidak pantas untuk Syirin, entah mengapa. Tapi aku merasa aku tidak pantas.

Tanpa sadar, aku sudah menghisap 3 batang rokok, aku sungguh tak perduli, aku hanya ingin menenangkan jiwaku saat ini.
Tiba-tiba terdengar bunyi bel masuk, aku segera menghabisi rokok ketiga ini, dan membuangnya di sembarang tempat.

-------
Rencanaku pulang sekolah ini adalah ke rumah sakit, namun tak apa, aku akan menemui Syasya terlebih dahulu.
Ketika sampai di cafe tersebut terlihat ia sedang menunggu sendirian, dan aku tahu ia sudah menunggu lama.

'Maaf lama,' ucapku
'Iya gak papa Rei,'
'Ada apa sebenernya?'
'Rei maafin gue, dulu gue egois,'
'Iya, udah gak usah diungkit lagi, wajar kok lo kayak gitu, dulu kan lo cewek gue,'
'Jadi?'
'Jadi apa?' Tanyaku heran
'Gue...'

Belum sempat ia berbicara terdengar ada dering whatsapp di handphoneku. Ternyata itu berasal dari Lulu, ia memberitahu bahwa keadaan Syirin memburuk.
Tanpa berpikir panjang aku langsung bergegas pergi. Namun Syasya sempat menahanku, maaf Syasya, aku harus menemuinya, orang yang ku cinta saat ini.

'Rei tapi gue mau ngomong please!' Ucap Syasya menahanku.
'Iya, nanti di whatsapp aja ya, maaf Sya gue buru-buru,'

Aku langsung berlari mengambil motorku, aku benar-benar sedang dibutakan olehnya, aku tak peduli apapun bahkan pada diriku sendiri, pikiranku hanya ia saat ini.

******
Terlihat Tante Nisa sedang menunggu didepan UGD, ia terlihat sangat cemas, hatiku makin berguncang tak karuan.

'Tante, gimana keadaannya?'
'Trombositnya turun, 30, tante khawatir sekali,' Tante Nisa meneteskan airmatanya namun aku berusaha menenangkannya,
'Tante bingung, tante cuma punya Syirin disini, kakaknya kuliah di Malang, ayahnya entah,'

Air mata Tante Nisa makin deras, entah harus bagaimana aku hanya bisa menenangkannya, saat ini di UGD sedang ada dokter dan suster yang sedang mengatasi Syirin.

Tiba-tiba lelaki itu datang, dengan wajah yang tak kalah cemas sepertiku. Berhubung Tante Nisa sedang tidak dapat diajak bicara, jadi aku yang menjawabnya, aku yang berbicara dengannya.

'Trombositnya 30,' ucapku
'Astaga!'
'Tapi gue tau dia kuat,' ucapku kembali
'Iya memang,'

Dokter keluar dari ruangan, dan Tante Nisa diizinkan masuk, tapi tidak untuk aku dengan lelaki itu.

'Gue Rei,' ucapku
'Rafi,' jawabnya singkat
'Lo beruntung, Syirin cewek yang hebat,'

Maksudku berkata seperti itu adalah, ia hebat, hebat karena membuat ku selalu teringat, hebat karena membuatku dapat spontan melukis matanya, hebat dapat membuatku jatuh secepat ini.

'Iya, lo kakak kelasnya kan? Thanks ya udah jagain dia belakangan ini, gue baru pulang dari Jogja, jadi gak bisa ada waktu buat dia,'
'Oh iya santai, udah gue anggep adik gue sendiri,'
'Gue sayang sama dia,' ucapnya
'Gue juga,' jawabku tanpa sadar 'eh maksudnya gue juga tau kalo lo sayang sama dia,'
'Iya..'

Hatiku semakin mengernyit mendengar perkataan Rafi, namun aku lelaki, sudah kewajibanku untuk tegar, aku tidak akan mengeluh, takdir Tuhan tiada yang tahu.

Tak berapa lama kemudian, Tante Nisa keluar ruangan ia mengatakan jika keadaannya masih sama, namun sudah membaik trombositnya sudah menjadi 35, namun memang tidak ada yang boleh masuk ke dalam selain keluarganya, aku memutuskan untuk pulang, saat ini Syirin sudah ada yang menjaga, aku tentu tidak dibutuhkan saat ini.
'Fi, Tante, pamit dulu ya,'
'Hati-hati ya Rei, makasih,' ucap Tante Nisa
'Iya thanks bro,' ucap Rafi

Aku segera melangkahkan kakiku, menjauh dari kamar Syirin.
-----
Hari semakin senja, aku akan pulang.

Satu hal lagi yang ingin ku katakan, bagaimanapun nantinya, aku hanya ingin dekat, walaupun tanpa harus memiliki.

The Rain in the Summer[editing]Where stories live. Discover now