Ungkapan

21 1 0
                                    

Tentang peguruan tinggi.
Aku sudah memilih 6 perguruan tinggi yang ada di Indonesia, tiga diantaranya adalah universitas yang ada di Jakarta, dan tiganya lagi berada di luar kota. Aku tak tahu jalur undangan akan berpihak kepadaku atau tidak, semoga saja salah satu diantara yang aku pilih mengizinkan ku untuk menimba ilmu disana.
Seminggu belakangan ini aku sibuk mempersiapkan berkas-berkas data diriku yang akan digunakan untuk masuk ke perguruan tinggi. Aku bahkan tak sempat lagi berkumpul dengan sahabat-sahabatku walau hanya sebentar, karena kami memang semakin sibuk.
'Rei, berkasnya udah lengkap semua?' Tanya Ibuku yang tiba-tiba masuk kekamarku
'Udah Bu, tapi Rei gak tau nih, takut ada yang kurang-kurang ,'
'Ijazah sd smp mu ada?'
'Ada, Bu. Ohiya kartu keluarga belum Rei fotocopy, nanti siang deh,'
'Yasudah, Ibu berangkat dulu ya. Assalamualaikum,'
'Walaikumsalam,'

Hari ini kelas 12 memang diliburkan karena menjadi hari tenang sebelum ujian nasional. Aku benar-benar tidak takut menghadapi ujian itu, aku hanya belum siap kehilangan mereka, aku masih ingin bersama, menghabisi waktu dengan canda tawa. Tentang Syirin, kami tak pernah berhubungan lagi belakangan ini, entah apa yang buat ia seperti itu, aku tak memikirkannya, mungkin aku akan menemuinya nanti, ketika sudah selesai ujian nasional.

-----
Ku lajukan motorku menuju tempat fotocopy  dan sial, tempatnya tutup. Satu-satunya yang terdekat adalah disini, kemana lagi aku harus mencarinya, di dekat sekolah? Ah, baiklah aku akan kesana, demi melengkapi semua berkas.

-----
'Mas tolong fotocopy yang ini 2 rangkap,'
'Iya,'

Aku menunggu beberapa menit dan tiba-tiba ada sesuatu yang mengejutkan ku, Syirin mengarah kesini. Dia membawa banyak kertas, dan sekarang hendak menyebrang jalan.

'Mas tolong–,' ucapannya terhenti begitu dia menyadari aku ada di sebelahnya 'tolong ini, fotocopy 40 lembar, yang satu lagi 30 ya, Mas,'
'Disuruh Rin?'
'I...iya, kok lo ada disini?'
'Emang salah ya? Kan tempat umum,'
'Ya eng–'
'Mas, ini udah 2 rangkap ya.' Aku mengambil berkasku dan langsung membayarnya
'Syirin, doain gua ya. Seminggu lagi gua ujian nasional, gua juga doain semoga lu naik kelas, terus nilainya bagus-bagus. Yaudah gua cabut duluan ya,'

Aku pergi meninggalkannya dengan sebuah perasaan yang tak bisa dijelaskan, semuanya bercampur menjadi satu, tiba-tiba rasa sedih juga menghigapi hatiku ini, ketika menatap matanya.

*****
Sore ini aku memilih untuk bermain layangan di atap rumah, karena aku sangat pusing dengan hal-hal yang berbau ujian.
'Yaaaa mampus putuss!' Ucapku kepada Diki tetangga depan rumahku yang juga sedang bermain layangan di atap rumahnya
'Sialan lu Rei! Baru beli gua,'
Aku tertawa mendengar ucapannya, orang itu memang sangat konyol.
'Beli lagi lah, payah lu Koy!'
Aku biasa memanggil Diki dengan sebutan Dikoy.
'Ngapain, gua beli selusin barusan,'
'Hahahaha anjir!'

Ketika ku lihat kebawah aku melihat sebuah mobil yang datang kerumahku, dan berhenti didepan gerbang, lalu tak berapa lama suara Bi Kia mengagetkanku

'Mas Reiii, ada temannya.'
'Iya Bi, Rei kesana. Eh Koy gua turun dulu ya, kalau sempet nanti gua naik lagi.'

Aku melangkahkan kakiku menuju ke dalam rumah, dan aku sedikit tak percaya dengan apa yang ku lihat.

'Syasya...'
'Eh Rei,'
Aku langsung menghampirinya dan duduk di kursi yang agak berjarak dari nya.
'Kenapa, Sya?'
'Gak papa, aku whatsapp gak di bales,'
'Iya, gua lagi gak pegang handphone,'
'Cuma mau ngobrol aja, sebelum ujian nasional,'
'Ohh, iya boleh.'
'Aku gak tau kita bisa ketemu lagi atau gak,'
'Kenapa emang?'
'Aku rencananya akan kuliah di London,'
'Ohh, gitu. Yaudah sukses ya,'
'Cuma itu?'
'Maksudnya?'
'Kamu mau ya jauh dari aku?'
'Sya, gini deh, kita udah selesai, udah lama. Sekarang kita jalanin hidup kita masing-masing, dulu pas lo punya cowok emang lo ada pikiran buat ngabarin gua? Engga kan. Sekarang semuanya udah berubah, gua udah cinta sama cewek lain. Bukannya gua bodoamat kalo lo mau jauh, tapi ya itu kan jalan hidup lo, yaudah jalanin.'
'Rei, aku sayang sama kamu, persis kayak dulu, cowok itu cuma pelampiasan aku,' dia menghela nafas dan melanjutkan omongannya' siapa? Syirin?'
'Kasian cowok itu lo jadiin pelampiasan.'
'Jawab Rei, Syirin?'
'Iya, gua cinta sama dia.'

Matanya memerah, seperti berkaca kaca.
'Yaudah, aku pamit.' Ia langsung melangkah cepat keluar dari rumahku, dan dengan cepat mobilnya melaju dari depan rumahku.

-----
Aku mengambil dan mengaktifkan ponselku, ternyata benar, banyak pesan dari Syasya, namun tak ada satupun dari Syirin. Syirin masih membeku, tak mengerti lagi bagaimana hatinya sekarang, jika boleh jujur aku sangat ingin mendapat pesan darinya atau jika perlu aku yang akan memulai duluan, namun terlihat ia terakhir membuka whatsapp seminggu yang lalu, aku jadi mengurungkan niatku untuk mengirim pesan kepadanya.

Jika tak diizinkan memiliki, setidaknya hati ini telah terisi dan menemukan 'lagi' makna  dari mencintai, selanjutnya biarkan perasaan ini selalu berjalan sebagaimana mestinya, dan semoga hati ini selalu tahu dan sadar posisi.

The Rain in the Summer[editing]Where stories live. Discover now