Senin

17 2 0
                                    

Hari ini adalah hari senin.

Tak seperti biasanya, tak ada rasa malas yang menghampiriku hari ini. Aku mempunyai semangat untuk sekolah walaupun rasa kantuk selalu menemani ku. Malaikat mana yang membuatku seperti ini? Aku sungguh ingin berterimakasih.

Ku langkahkan kakiku ke arah kelas ku namun tiba-tiba ada suara yang memanggilku dengan kencang.

'Rei!!!!,'

Astaga! Ada apa lagi dengan orang tua itu? Mengapa senang sekali memanggilku?

'Kamu itu mau sekolah atau mau pergi ke mall?' Ucap Pak Muzal
'Masa saya ke mall pagi pagi buta pak, satpam mall nya aja masih pada tidur,' jawabku
'Jawab aja lagi! Itu celana kamu pensil sekali, kamu ini melanggar peraturan sekolah! Poin kamu udah banyak, kalo bisa dituker buat naik haji mah gapapa!'

Sial. Aku sendiri tak menyadari jika aku memakai celana yang dikecilkan. Mengapa aku harus bertemu masalah pagi-pagi, mengapa dia menghancurkan semangatku.

'Ini ga kecil pak, jadi ini tuh celana saya pas kelas 10, dulukan saya kecil, soalnya celana saya yang biasanya belum kering Pak, hehe,'
'Alasan saja, sampai sekarang juga kamu masih kecil!'

Dia mengambil gunting dari kantongnya. Dan sial! Celana ku digunting bawahnya. Ah mengapa dia sangat menyebalkan. Demi Tuhan jika dia sebaya denganku maka aku tak akan membiarkan dia pulang dengan tenang nanti.

'Nah nama kamu sudah saya catat, sana masuk kelas!'

Baiklah. Aku jalan dengan celana ku yang robek bawahnya. Aku tidak malu, namun aku tidak suka jika banyak pertanyaan yang diajukan padaku karena celanaku ini.

Aku kembali melangkahkan kakiku, baru saja beberapa langkah ada yang memanggilku lagi,

'Kak Rei,'

Aku langsung membalikan badan dan ternyata itu adalah Syirin. Aku tahu ia akan bertanya, tak apa.

'Eh Rin, baru dateng juga?'
'Iya Kak, sumpah itu celana lo kenapa?'
'Biasa,'
'Haha celana lo kecil ya? Terus di robek Pak Muzal? Tadi gue liat kok dia bawa-bawa gunting,'
'Ya gitu, gue kena mulu sama dia dari kelas 10,'
'Lagian sih lo Kak, macem-macem, haha,'

Kamipun berjalan bersama, senyumnya menetralisirkan kekesalanku pagi ini. Kami asyik mengobrol hingga tak terasa sudah sampai  didepan kelasnya.

'Gue duluan ya kak,'
'Eh Rin, pulang sama siapa nanti?'
'Sama temen, dia udah janji akan jemput gue,'
'Oh ok deh,'

Aku tak yakin temannya akan datang, aku tetap akan menghampirinya di depan gerbang sekolah nanti ketika pulang. Aku hanya tak ingin dia pulang sendiri, atau harus menunggu lama sendirian.

'Rei Rei, ada ada aja sih lo hahaha,' ucap Iki
'Tapi keren juga kayak celana cutbray,' Sambung Ipul
'Ah gak usah ngeledek deh lo pada, tuh guru emang seneng banget nyari-nyari kesalahan gue,'
'Lagian kenapa lo pake celana pensil kayakgitu,'
'Gue salah pake celana Di,'

Tentu saja kawan-kawanku meledek ku. Aku hanya bisa menghela nafas mendengar tertawaan mereka. Aku tak memikirkannya sama sekali,karena aku memikirikan Syirin. Haha.
-----------
Selama istirahat sekolah aku memang tak melihat Syirin, dia sepertinya jarang keluar kelas, namun pulang sekolah nanti aku akan berlari secepat mungkin agar bisa melihatnya.

'Nanti nongkrong warkop dulu ya,' Ucap Alvian
'Duluan aja ya, gua mau nemuin Bu Lisa dulu buat konsultasi,' Alasanku
'Tumben banget lo hahahaha,'
'Yaudah nanti kita duluan, jangan lama-lama Rei,'
'Iya santai'

Bel pulang sekolah berbunyi, namun sebelum bel, kelas ku memang sudah keluar duluan karena tak ada guru yang mengajar, sehingga teman temanku langsung pulang diam-diam ketika satpam sekolah ku ketiduran.

Dan benar saja Syirin ada di dekat gerbang sekolah 5 menit setelah bel sekolah berbunyi.

Ketika baru 2 langkah ingin menghampirinya, ternyata dia sudah dijemput oleh seorang laki-laki. Ternyata itu temannya yang memberinya harapan palsu dari kemarin. Wajahnya sangat asing, lelaki itu memakai seragam SMA sama seperti kami, namun lelaki itu terlihat sangat peduli terhadap Syirin.
Tak apa, aku lega Syirin tak sendirian, semoga lelaki itu bisa menjaganya.

Ku lanjutkan langkahku untuk menjemput motorku, dan aku akan menyusul teman-temanku yang ada di warkop.

Maaf kawan aku harus berbohong, aku harus melihatnya dulu, untuk menenangkan hatiku.

The Rain in the Summer[editing]Where stories live. Discover now