Tetap tenang

7 2 0
                                    

Ketika sampai dirumahnya, Syirin berkata sesuatu dan itu cukup membuatku senang.
'Kak,'
'Iya Rin?'
'Besok bisa temenin gue ke toko buku gak? Kalo gak bisa gak pa-pa,'
'Siap bos,'
'Bisa?'
'Bisa lah, besok kan kita pulang cepet,'
'Oh iyaaa, yaudah hati-hati ya Kak,'

******
Bagaimana cara aku menafsirkan perasaan ini, perasaan yang semakin membengkak? Aku tidak pernah senyaman ini oleh seseorang yang baru ku kenal. Senyumnya selalu membuatku terbayang bayang, apalagi tatapannya yang tajam. Membuat jantung ini serasa tertusuk buih-buih cinta.
Aku tidak bisa membayangkan jika nantinya aku harus jauh darinya.

********
'Anjirrrrr!!' Teriakan Dimas mengagetkan seisi kelas,
'Kenapa lo Dim?' Tanya Fitri mewakili kami
'Nilai matematika paling tinggi cuma 75,'
'Ehh demi apa lo?' Sambung Diva si ketua kelas
'Iya , liat aja di grup whatsapp udah gue share,'

Aku langsung bergegas mengecek grup whatsapp . Seketika kelas berubah menjadi ribut, mereka menyebutkan nilai nilai mereka mulai dari 40,50,60 sampai nilai tertinggi 75 yang didapat oleh Ari murid terpandai dikelas. Sedangkan nilaiku 62.5 ya memang tak terlalu buruk, namun jika ibu tahu pasti ia akan menambah waktu bimbel ku. Begitu pula dengan sahabat-sahabatku yang mendapatkan nilai tidak jauh dari dariku.

*******
'Rei Dinan,'

Kini giliran ku memasuki ruang praktek untuk berpidato dalam ujian praktek bahasa indonesia ini.

'Assalamualaikum wr.wb yang selamat pagi dan salam sejahtera untuk kita semua, pertama-tama mari kita panjatkan syukur-'

Itu adalah kutipan pembuka pidato ku, syukurlah lancar, walaupun ada beberapa kata yang ku lupakan.
'Rei tolong panggilkan Rina, kini giliran dia,'
'Baik Bu,'

Aku melangkah keluar ruang praktek dan memanggil temanku Rina. Ternyata diluar terdengar gemuruh suara teman teman sekelasku yang sedang menghafal pidato.

'Gimana Rei?' Tanya Alvian
'Lega gue,'
'Sialan emang, nama dari A gak enak banget. Nilai gue pas kkm coba 75, gara-gara gua grogi banget bacanya,'
'Bersyukur lo, Min,' sambung Didi
'Nanti gue mau tambahin nama gue, depannya ada Zydan nya, biar absen terakhir,'
'Telat. Udah mau lulus,'

Aku cukup prihatin kepada Alvian karena absennya adalah absen pertama dikelas. Haha sungguh menyedihkan.

-----
Bel sekolah berbunyi

Baru saja melangkahkan kaki keluar kelas Iki sudah menahanku entah ada apalagi dengannya.

'Kenapa? Syasya? Kan besok gue ketemunya,' ucapku malas
'Rei buruk!' Jawabnya dengan wajah yang panik
'Ada apa?'
'Syasya kecelakaan!'

Mataku terbelalak seperti ingin keluar, jantungku berdetak begitu kencang seperti sedang terjadi gempa di tubuhku.

'Jangan bercanda lo Ki!'
'Dia hampir keabisan darah, cuma darah lo yang cocok sama dia, orang tuanya lagi gak di Indonesia. Dia butuh lo!'

Wajah Iki semakin panik, aku langsung berlari bersamanya menuju parkiran dan bergegas pergi ke rumah sakit.

-------
Terlihat perban di kepala, tangan dan kakinya. Entah apa yang terjadi dengannya, mengapa bisa seburuk ini.

'Silahkan, Mas,'

Aku membaringkan tubuhku untuk diambil darah oleh dokter, sungguh aku tidak tega melihat wanita terbujur kaku seperti itu, rasanya sama seperti aku melihat Syirin, tidak, bukan karena aku membagi hatiku, karena aku merasa perempuan adalah makhluk lembut yang rentan, aku mempunyai Ibu dan seorang kakak perempuan, dan akan pedih apabila melihat mereka sakit.

'Sudah, harus istirahat dulu ya, Mas. Jangan kecapekan,' ujar Bu dokter

Setelah 20 menit berbaring aku baru teringat sesuatu.

Syirin!!!

Bagaimana dia? Aku lupa memberi kabar untuknya. Aku langsung menelfonnya, namun handphone nya tidak aktif.

Aku melangkah keluar dengan keadaan lemas ,menghampiri Iki, dan sejenak mampir ke kamar dimana Syasya terbaring, dia sedang tidak sadarkan diri, yang paling miris dia hanya bersama Mbo Yuni, pembantunya dirumah karena orang tuanya sedang berada di Amerika sejak seminggu yang lalu dan baru bisa pulang 3 hari lagi.

'Kejadiannya gimana Ki?'
'Dia ngendarain mobil sendirian, kecepatannya tinggi, karena hilang kendali dia banting stir, terus nabrak tembok, itu kata saksi mata,'
'Astaga,'
'Mungkin karena kepikiran lo kali,'

Aku terdiam dan berusaha mengabaikan perkataan Iki. Jelas aku tidak dapat disalahkan oleh keadaan ini. Akupun pamit karena hari semakin sore. Aku harus segera istirahat, tubuhku masih sangat lemas karena kehilangan 1/4 darah ditubuhku.

---
Pikiranku menjadi campur aduk, diantara memikirkan keadaan Syasya dan juga perasaan Syirin. Aku takut Syirin mengganggap ku sebagai manusia yang ingkar janji. Namun, baiklah, aku akan menenangkan hati dan pikiranku, karena saat ini aku sedang dihadapkan dengan ujian praktek, dan aku harus profesional dengan keadaan ini. Aku akan memperbaiki semuanya.

Besok akan kujelaskan kepada Syirin, tentang apa yang menyebabkanku tidak jadi menemaninya.

The Rain in the Summer[editing]Where stories live. Discover now