2nd Shoot

1.5K 25 0
                                    

Seorang gadis berumur kurang lebih 15 tahun sedang berlari terengah – engah memasuki sebuah gang sempit. Sebelah tangannya memegang sebuah pistol berlaras pendek dan tangan satunya lagi memegang bagian perutnya. Darah menetes dari luka di perutnya. Blus berwarna putih gading yang ia kenakan, kini sudah berubah warna menjadi merah darah di bagian perut. Gadis itu tetap berusaha membuat kakinya tetap bergerak walaupun matanya sudah mulai berkunang – kunang karena kehabisan darah.

Suara langkah kaki yang sedang mengejarnya sudah semakin jelas. Tanda kalau mereka sudah semakin dekat. Gadis itu tahu dengan fakta itu, hanya saja tenaganya sudah benar – benar habis. Dia tidak bisa berlari atau bahkan berjalan sedikit lebih cepat lagi. Pengejar pertamanya sudah tiba di ujung gang. Dia langsung menembakkan sebuah peluru tepat di kaki gadis itu. Seketika gadis itu langsung jatuh tersungkur disusul dengan seruan kemenangan dari si pengejar. Si pengejar pertama menunggu dua temannya lagi yang tertinggal di belakangnya.

Memanfaatkan sisa – sisa waktu dan tenaga terakhirnya, si gadis membuat tubuhnya terduduk menghadap si pengejar dengan pistol teracung. Si pengejar tidak terlalu memperhatikan karena sibuk menatap arah yang berbeda dimana dia menunggu kedua temannya.

“ Ciao.” Gumam si gadis lemah sambil menarik pelatuk pistolnya dengan mata setengah tertutup.

Pelurunya tepat bersarang di leher si pengejar pertama. Darah langsung muncrat dari lehernya dan seketika pengejar itu terjatuh. Diiringi teriakan histeris kedua temannya yang baru tiba di dalam gang itu. Salah satu dari temannya langsung berjongkok dekat si mayat, sementara yang satunya berjalan mendekati si gadis dengan 5 pisau di tangannya. Si pengejar botak mengacungkan tangannya dan melempar pisau – pisau itu. Lemparan pertama ditepis si gadis menggunakan batang pistolnya. Lemparan kedua mengenai telapak tangan si gadis hingga pistolnya lepas dari genggamannya. Lemparan ke tiga mengenai lengan kanannya. Lemparan ke empatnya mengenai bahu kanannya. Si pengejar botak sudah mengambil ancang – ancang dengan sasaran tepat dijantung si gadis.

Aku akan mati hari ini. Batin gadis itu. Masih dengan mata setengah tertutup, gadis itu tersenyum lemah memandang orang yang akan segera membunuhnya. Tangan si pengejar terangkat dan....

DOR! DOR!

Tembakan beruntun dilancarkan. Bunyi gedebuk cukup keras terdengar di ujung gang. Si pengejar yang bersama mayat sudah menyusul temannya. Begitu pula dengan si pengejar botak yang jatuh bersimbah darah tepat di depan gadis itu. Tapi, tembakan itu bukan berasal dari pistol gadis itu. Karena pistol gadis itu sudah mental entah kemana. Namun, saat ini si gadis sudah tidak memikirkan apakah itu pistol salah tembak, seseorang yang ingin menolongnya, atau bahkan pembunuh bayaran yang lain. Sisa – sisa tenaganya sudah benar – benar terkuras pada tembakan terakhirnya. Dan, saat ini yang gadis itu inginkan hanya tidur. Entah itu tidur selama sesaat atau untuk selamanya. Mungkin untuk selamanya kalau orang yang sedang berjalan cepat kearahnya ini adalah pembunuh bayaran lainnya. Gadis itu menutup matanya dan membiarkan dirinya terjatuh ke jalan batu. Ia menunggu timah panas lainnya menembus jantungnya.

Tapi, setelah menunggu jarak yang semakin menyempit antara gadis itu dan si penembak, tidak ada timah panas lainnya yang bersarang di tubuh gadis itu. Yang ada, malah sepasang tangan yang terselip di bawah tubuh si gadis dan mengangkat tubuhnya perlahan – lahan. Orang itu menggendongnya dengan setengah berlari keluar dari gang itu.

“ Please, hang on a little bit longer! You’ll be safe. I promise.” Sebuah gumaman menenangkan terdengar di dekat telinga gadis itu. Pada saat itu, si gadis tidak bisa mencerna kalimat itu dengan benar, tapi, paling tidak dia tahu orang ini tidak akan membunuhnya untuk saat ini. Gadis itu tidak kenal dengan suara penolongnya ini, jadi dia berusaha membuka sedikit kelopak matanya untuk melihat penolongnya. Paling tidak, kalau pun dia akan mati, dia sudah melihat penolongnya ini. Tepat pada saat kelopak matanya akhirnya terbuka, si penolong menoleh ke arah si gadis. Mata biru langit si gadis bertemu dengan mata coklat Hazelnut hangat si penolong.

Saat ini, sekali lagi mata coklat hangat yang terlihat khawatir itu bertemu dengan mata biru langit milik Zaxia. Ingatan Zaxia tentang si penolong bermata coklat hazelnut hangat itu sekitar dua tahun yang lalu, sekarang sedang diputar kembali di otaknya. Tapi, kini mata itu tidak hanya diliputi kekhawatiran. Melainkan ditambah rasa bingung dengan kedua alis yang saling bertautan.

“ Are you okay?” Pertanyaan pemuda bermata coklat hazelnut itu menarik Zaxia kembali ke dunianya saat ini. “ There is something wrong with me?” Tanyanya lagi. Kini Zaxia baru menyadari bahwa pemuda ini bukan orang Italia karena dia berbicara dengan aksen Rusia yang cukup kental. Jadi, seketika itu juga Zaxia merubah bahasanya menjadi bahasa Inggris.

“ Ya. Aku baik – baik saja. Hanya beberapa memar. Sepertinya. Dan..... tidak ada yang salah denganmu.”

Pemuda itu terlihat sedikit kaget ketika Zaxia dengan lancar dan tanpa aksen apapun saat menjawabnya dalam bahasa inggris. Walaupun pada akhirnya rasa kaget itu berubah menjadi sebuah senyuman kecil.

“ Baguslah. Nah, berhati – hatilah kalau lewat sini. Kemarin baru saja ada pesta disini, jadi beberapa perlengkapannya belum sempat di rapikan. Lebih baik melewati jalan utama dari pada terjadi seperti ini lagi.” Pemuda itu melirik jam tangannya. “ Aku harus segera pergi. Semoga bintang – bintang menyertaimu.”

“ Eh? Tapi, aku belum sempat berterima kasih.... dan minta maaf!” Zaxia buru – buru berdiri walaupun kakinya nyeri bukan main. Sementara pemuda berambut kelabu dan bermata hazelnut itu sudah mulai memasuki perempatan. Dia mendengar apa yang diucapkan Zaxia, tapi tidak menghentikan langkah kakinya.

“ Tidak perlu dipikirkan. Lagi pula aku baik – baik saja. Sampai jumpa.” Ucap pemuda itu sambil melambai dan sedikit menoleh kearah Zaxia sebelum menghilang ke perempatan.

Zaxia hanya berdiri diam memandang pemuda yang sudah tidak tampak lagi itu dengan senyum kecil menghiasi bibirnya. Setidaknya, dia bisa bertemu penyelamatnya sekali lagi walaupun belum sempat sungguh – sungguh berterima kasih – dan minta maaf - padanya. Dia tetap bertahan dengan senyum konyolnya sampai suara mesin motornya terdengar di telinganya dan dia sadar kalau motornya masih menyala. Kesadaran baru juga memasuki pikirannya. Bahwa waktu terus berlalu dan upacara pembukaan semakin dekat.

Tanpa memperdulikan tubuhnya yang memar - memar, Zaxia segera kembali mengambil helmnya dan berlari menghampiri motornya. Setelah dia memeriksa motornya dan tidak menemukan masalah berarti selain beret - beret panjang di sepanjang badan motornya, dia segera naik dan memutar jalan kembali menuju jalan utama. Dia mau tidak mau harus melewati jalan utama kembali kalau kejadian tadi tidak mau terulang. Zaxia mengenyahkan pikiran mengenai keterlambatannya, dan memfokuskan pikiran pada jalanan di depannya. Tanpa menunggu lebih lama lagi, dia menggas motornya dengan cepat menuju kampusnya.

Hitwoman?! ( On Holds)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang