"Odi, sebenarnya aku sama sepertimu, orangtuaku juga sudah lama tiada, jadi aku tinggal bersama kakek dan nenekku." kata Nila sambil menenangkanku. "Oh begitu, aku turut berduka ya Nil..."
"Iya aku juga turut berduka, aku sangat kaget saat mendengarnya dari Rido tadi."
"Iya itu menyakitkan."Kringgggg....
"Wah udah bel nih, ayo kita masuk.", kata Nila sambil mengajakku ke kelas. Lalu aku mengikutinya dan masuk kelas bersama-sama.
•••••
Selesai pelajaran, aku dan Nila pulang bersama. Saat sedikit lagi mau sampai pagar sekolah, entah mengapa Rido melihatku dengan sinis. Mungkin dia tidak suka aku pulang bersama Nila atau mungkin karena dia tidak suka padaku yang tidak punya orang tua ini?
Di perjalanan, aku menceritakan bagaimana orangtuaku meninggal dan juga masa anak-anakku, aku juga menceritakan tentang Aurel, sahabat kecilku kepada Nila. Aku menceritakan kepada Nila bila Aurel adalah anak yang baik, penurut dengan orangtua, cantik, pintar, cerdas, rajin, dan terkadang suka banyak menceritakan hal-hal yang lucu, aku jadi rindu padanya.
"Kalo orangtuaku meninggal karena yang pertama ibuku meninggal karena melahirkanku, lalu karena kejadian itu ayah menjadi stress dan suka marah dan membentakku. Aku benar-benar ingat kejadian itu, disaat ayah melempariku dengan botol minum yang aku minta ayah bukakan karena sangat sulit lalu ayah marah katanya 'Dasar kamu anak tidak berguna! Tutup botol aja gabisa buka!' lalu ayah melempariku botol minum itu, padahal botol minum itu adalah botol kesukaanku. Ayahku meninggal karena ia sakit keras, yaitu darah tinggi dan ia meninggal di rumah sakit." jelas Nila sambil mengeluarkan air mata, namun tetap tegar. "Oh begitu, aku turut perihatin ya." kataku sambil menenagkannya.
Lalu aku sampai dirumah duluan dan mengucapkan selamat tinggal kepada Nila. Rumah Nila masih sedikit lebih jauh dari rumah kakek. Setelah aku mengobrol dengan Nila, aku sadar bahwa bukan hanya aku yang mengalami penderitaan, ternyata orang lain secantik dan sebaik Nila punya penderitaan juga. Aku berdoa kepada Tuhan agar Nila diberikan ketabahan, Amin.
•••••
Keesokan harinya, Amal dan Rita sudah kembali sekolah, lalu aku berangkat bersama mereka. "Kalian kenapa kemarin ga masuk?" tanyaku kepada mereka. "Aku ada acara keluarga." kata Amal. "Kalo aku kemarin sakit pilek dan juga demam." kata Rita. "Oh begitu, karena kemarin kalian ga masuk aku pulang bareng sama Nila deh..." kataku. "Hah?! Kok kamu pulang sama Nila, kenapa kamu engga pulang sama yang lain aja?" tanya Rita dengan nada kesal. "Abisnya sepertinya yang lain tidak ingin berteman denganku karena aku tidak punya mama papa. Kemarin aku diejek oleh Dias dan juga Rido di depan kelas dan kemarin banyak anak-anak kelas yang mendengarnya." kataku sambil menjelaskan. "Oh, yaampun. Terus kamu gapapa kan?" tanya Rita dengan nada khawatir. " Aku pergi ke belakang toilet, lalu menangis disana." jelasku. "Oh, begitu. Tenang Di, ada aku. Jadi, siapa pun yang bikin kamu nangis, biar aku yang hajar." kata Rita sambil menunjukan otot lengannya. "Yang sabar ya Odi." kata Amal. "Iya makasih Mal." jawabku.
Lalu kami sampai di sekolah, di depan kelas kulihat Nila sendirian tanpa teman bersender di dinding kelas dan aku menghampirinya, namun Rita dan Amal sudah masuk ke kelas. "Hai, Nil. Kok kamu sendirian? Mana teman-teman kamu yang lain?" tanyaku dengan heran. "Jadi gini Di, kemarin pas aku ngikutin kamu ternyata teman-temanku Loli dan juga Dila mendengar percakapan kita, lalu mereka jadi tidak suka padaku karena aku tidak punya orang tua." jelasnya dengan muka yang sedih. "Astaga, maafin aku ya Nil, aku ga bermaksud bikin kamu ga punya teman." kataku sambil meminta maaf. "Ini bukan sal-"
"Odi, kok kamu masih disini?" tanya Rita yang memotong pembicaraanku dengan Nila. "Aku cuma mau ngobrol sama Nila, karena aku bingung kok dia sendirian." jelasku kepada Rita. "Yaudah, cepetan!" jawab Rita kepadaku, lalu ia menatap sinis kepada Nila, lalu masuk kembali ke kelas. "Maaf, gara-gara Rita kepotong tadi." kataku kepada Nila. "Oh iya gapapa, ja-"Kringgg.....
"di ini bukan salahmu Di. Yaudah tuk kita masuk kelas." katanya dengan senyum kepadaku. Aku jadi merasa tidak enak padanya karena aku dia tidak punya teman.
Saat aku masuk kelas, aku langsung duduk bersama Rita dan menaruh tasku. "Tadi kamu ngobrolin apa sama Nila kok lama banget." tanya Rita kepadaku dengan ekspresi kesal. "Tadi aku-"
"Pagi anak-anak." ucap Bu Sylva sambil masuk kelas. "Nanti aku lanjutin pas istirahat." kataku. "Oke." jawab Rita.•••••
Saat istirahat tiba, aku makan bersama Rita, Amal, dan juga Nila. Aku duduk disamping kanan Rita dan disamping kiri Nila. "Kok kamu ajak dia sih?" bisik Rita kepadaku. "Karena dia gapunya teman, dia sama sepertiku tidak punya orang tua..." jelasku kepada Rita lalu aku menjelaskan semua yang aku bicarakan kepada Nila. "Oh begitu, Nila maaf ya aku ga tau kalo kamu ga punya orang tua." kata Rita kepada Nila. "Iya, aku maafin kok." kata Nila dengan senyum manisnya seperti biasa. Lalu kami memakan bekal kami masing-masing sambil mengobrol dan bercanda-tawa. Aku senang sepertinya Rita sudah tidak kesal dengan Nila, namun aku juga penasar kenapa dia sampai kesal dengan Nila.
Saat istirahat kedua, Amal mengajakku berbicara berdua di belakang halaman sekolah. "Ada apa Mal? Apa kamu punya masalah?" Kalo ada ayo cerita aku mungkin bisa bantu." tanyaku padanya karena sesungguhnya aku bingung, kenapa tiba-tiba dia mengajakku kesini. "Jadi begini-"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Lonely Child
General FictionOdi adalah seorang anak kecil yang berumur 5 tahun. Hidupnya yang bahagia tiba-tiba menjadi menyedihkan ketika kedua orangtuanya meninggalkannya. Lalu, Odi hidup berdua bersama Kakeknya. Apakah kisah hidup Odi akan bahagia selanjutnya? Atau bertamba...