SEGITIGA

111 8 0
                                    

"Jadi begini, sebenarnya aku sudah ingin cerita kepadamu sudah lama sekali, akan tetapi aku baru bisa cerita sekarang." kata Amal.
"Cerita aja Mal."
"Sebenarnya aku suka sama Nila."
"Oh, begitu."
"Tapi orangtuaku bilang kalo aku boleh pacaran saat SMP. Semoga saat SMP nanti kita berempat, kamu, aku, Nila, dan Rita, masuk satu smp yang sama ya." kata Amal sambil tersenyum.
"Iya semoga. Ayo kita kembali ke kelas."
"Ayo."

Lalu kami pergi ke depan kelas. Di perjalanan ke depan kelas, aku terus berdikir aku dan Amal menyukai orang yang sama dan tidak mungkin untukku untuk memberitahu bila aku menyukai Nila juga karena aku tidak ingin Amal sakit hati.

Sesampainya di depan kelas....

"Eh, kalian dari mana aja?" tanya Rita yang sepertinya baru selesai mengobrol dengan Nila.
"Ki..kita..."
"Dari toilet..." sahut Amal yang memotong berbicaraku sepertinya Amal ingin orang lain tidak curiga.
"Iya, kita dari toilet." tambahku.
"Oh, begitu..." kata Nila.

Kringg.......

Bel pun berbunyi dan kami pun masuk ke kelas. Hari ini kami ulangan pelajaran Bahasa Indonesia. Ketika guru datang, semua anak murid sepertinya cukup gugup karena mereka takut ulangan kali ini sulit, untung saja kemarin aku sudah belajar dengan giat.
"Bersiap," kata ketua kelas kami, yaitu Rido. "beri salam..", "
Selamat pagi pak." sahut anak-anak. "Selamat pagi anak-anak, kalian ingat kan hari ini kita akan ulangan bab 1." jawab Pak Pardi selaku guru mata pelajaran Bahasa Indonesia yang baik dan juga adalah ayah dari Dias. "Ingat pak." jawab anak-anak. "Baiklah kalau begitu, bapak akan membagikan soal ulangannya." kata Pak Pardi, lalu ia nulai membagikan soal ulangan tersebut.

30 menit telah berlalu, sepertinya belum ada anak yang selesai selain aku. Aku tidak ingin menunjukan bahawa aku sudah selesai karena itu namanya sombong, jadi aku duduk tenang, diam, dan memeriksa kembali jawabanku.

5 menit kemudian...

"Silahkan dikumpul anak-anak." kata Pak Pardi. Lalu murid-murid mengumpulkan ulangannya, lalu Pak Pardi memeriksa ulangan tersebut lalu duduk dan juga memberikan tugas sembari kita menyelesaikannya.

Setelah Pak Pardi menyelesaikan ulangan...

"Ulangan kali ini, banyak anak-anak yang sudah melewati KKM dan juga ada yang kurang nilainya..." kata Pak Pardi sambil memegang lembaran jawaban ulangan murid-murid. "Siapa yang paling tinggi nilainya Pak?" tanya Rido. "Yang paling tinggi ialah... Odi dan juga Nila." kata Pak Pardi yang sontak membuatku terkejut. Lalu semua murid-murid bertepuk tangan dan Pak Pardi pun mulai membagikan ulangannya.

•••••

Saat pulang sekolah aku pulang bersama Nila, Rita, dan Amal. Kami membahas tentang ulangan Bahasa Indonesia. "Wah kamu dapet berapa Odi?" tanya Rita kepadaku. "Aku dapet seratus." jawabku. "Wah, kok kamu hebat sih, Di? Aku aja dapet enam puluh lima." kata Rita sambil menunjukkan hasil ulangannya kepadaku. "Kamu masih mending Rit, aku dapet lima puluh lima." kata Amal tiba-tiba. "Wah kita senasip ya Mal." kata Rita sambil menepuk bahu Amal. "Kalo kalian tidak keberatan, gimana kalo kita bikin jadwal buat belajar bareng aja." usul Rita. "Wah ide bagus." kataku.

Sesampainya di rumah, aku memikirkan perkataan Amal. Aku bingung, apakah aku harus mengorbankan perasaanku demi Amal? Ataukah aku harus memperjuankan Nila? Aku pergi ke kolam ikan dan meratapi ikan-ikan yang ada sambil duduk di pinggir kolam.

Tanpa sadar, ada kakek disampingku. "Kamu kenapa Odi? Sepertinya kalo kamu ada masalah kamu selalu melihat kolam ikan?" tanya kakek yang sambil melihat kolam juga.
"Kakek?"
"Hmm?"
"Pernahkah kakek menyukai seseorang?"
"Kenapa kamu menanyakan hal itu?"
"Karena aku suka sama seseorang kek."
"Oh begitu, cucu kakek ternyata sudah suka seseorang ya?"
"Iya kek hehehe."
"Suka sama orang itu wajar Odi, kakek juga pernah saat dulu tapi ini bukan suka yang terpenting namun cinta, cinta kepada nenekmu."
"Oh, begitu. Apakah cinta lebih kuat dibandingkan rasa suka?"
"Iya, tentu. Karena suka dapat bersifat sementara dan cinta... Cinta biasanya bersifat sejati atau untuk selamanya."
"Oh, begitu. Apakah kakek pernah mengorbankan perasaan kakek demi sahabat kakek?"
"Pernah. Namun, saat sahabat kakek tahu bila kakek sudah berkorban, dia marah karena dia bilang kalau seharusnya kakek yang sekarang ada di posisinya dan bukan dia, karena sahabat kakek tidak ingin sevuah pengorbanan dari seorang sahabat, namun sebuah kesetiaan."
"Oh, begitu. Terimakasih kek atas informasinya dan ispirasinya."
"Iya sama-sama. Cinta itu pasti akan datang Odi... Namun rasa suka akan berlalu."

Tiba-tiba kami mendengar suara petir yang sangat keras sekali, karena kaget kami pun langsung cepat-cepat masuk ke dalam rumah.

•••••

Keesokan harinya, aku pergi ke sekolah sendirian karena aku ingin mengumpulkan tugas Matematika hari ini. Saat di gerbang sekolah aku melihat Rido dan Dias. "Eh, eh, ini si Odi ya... hahaha yang ga punya orangtua." ejek Rido. "Hahaha, kasian deh loh." ejek Dias. Lalu tiba-tiba mereka menarikku ke belakang toilet...

The Lonely ChildTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang