Ternyata yang tertabrak adalah Dias. Aku sangat kaget ketika melihatnya. "Odi, ngapain disini ayo kita kembali ke sekolah." kata Rita yang tiba-tiba menepuk pundakku. "Eh, emm, iya..." jawabku, lalu aku, Amal, Nila, dan Rita kembali ke sekolah.
Sesampainya di sekolah, kami langsung ganti pakaian kami dengan seragam sekolah. Kecelakaan tadi mengakibatkan ada jam kosong.
Di kelas, anak-anak ada yang mengobrol dan juga bermain. Karena tempat dudukku, Amal, Rita, dan Nila berdepan belakang, kami pun mengobrol. "Eh, kasian ya Pak Pardi, soalnya tadi Dias kecelakaan, ngeri deh." kata Rita sambil menunjukan ekspresi takut. "Iya, ya. Tapi kan kamu sama Nila asa di tempat kejadian, coba kalian ceritain deh kejadiaannya." kataku kepada mereka. "Aku kurang tahu pasti, tapi yang kuingat ada mobil dengan kecepatan tinggi lewat dan menabrak Dias yang sedang mengejar Rido sendirian." jelas Rita. "Oh begitu." seru Amal.
Tiba-tiba ada seorang guru masuk.
Tok tok tok...
Guru itu membentak papan tulis sampai-sampai sepertinya kelas lain dapat mendengarnya. "Anak-anak! Cepat kembali ke tempat duduk kalian masing-masing!" seru guru tersebut yang tidak lain Bu Hasmi. "Kok ada ibu? Kan hari ini ga ada pelajaran mat bu?" seru Rido. "Hari ini saya piket dan saya mau kasih tugas karena Pak Ilham, guru IPS kalian, ikut menemani Pak Pardi membawa Dias ke rumah sakit." jelas Bu Hasmi sambil berjalan menuju kursi guru dan duduk dengan wajah tegas di sana. "Bagaimana keadaannya Bu?" tanya Bryan salah satu anak kelasku yang banyak orang bilang dia sangat ganteng. "Sekarang sudah tiba dirumah sakit dan dibawa ke UGD." jawab Bu Hasmi. "Sudah ga usah nanya-nanya lagi sekarang, kerjain tugas halaman 22 no 1-11!" seru Bu Hasmi dengan matanya yang melotot. "Baik bu." seru anak-anak kelas dengan gugup. Lalu semua anak-anak mulai mengerjakan tugas mereka.
6 hari kemudian...
"Hai teman-teman, apa kabar?" seru Dias yang tiba-tiba masuk kelas dengan gips di tangannya. "Wah, kamu udah keluar dari rumah sakit, syukurlah." seru Rido yang langsung memeluknya. "Iya, hehe." jawab Dias lalu anak-anak sekelas menghampirinya. "Tanganmu kenapa?" tanyaku dengan heran. "Bukan urusanmu." jawabnya kasar, lalu Dias menuju ke tempat duduknya.
•••••
Sepulang sekolah, aku pulang sendirian karena aku harus cepat-cepat pulang karena ada acara keluarga di rumahku. Aku sudah mengusahakan seluruh tenagaku untuk mempercepat lajunya.
Sesampainya di rumah, aku mengganti bajuku lalu pergi bersama kakek ke rumah tanteku.
Aku dan kakek menaiki kereta untuk pergi ke rumah tanteku, karena rumah tanteku berada di kota.
Sesampainya di rumah tanteku, rumahnya amat megah. Sejujurnya, aku belum pernah pergi ke rumah tanteku selama ini. Rumah tante berlantai 2 dan pagarnya tinggi sekali dan juga terletak di dekat jalan raya.
Kakek mengetuk pagar rumah tante, lalu keluarlah seorang satpam dari rumah tersebut. "Ada apa ya pak?" tanya satpam itu. "Saya ingin bertemu anak saya Lisa Tiara, apakah ada ya pak?" tanya kakek. "Ada pak, kalau begitu silahkan masuk." kata kakek sambil membukakan pagarnya.
Lalu satpam itu membantu kami sampai membukakan pintu rumah dan aku melihat ke seliling, ternyata banyak mobil mewah berjajar disana.
Tok tok tok...
"Bu Lisa, ada tamu." ucap satpam itu sambil mengetuk pintu itu yang gagangnya berlapiskan emas. Lalu terbukalah pintu itu, "Bapak? Kok bapak di sini?" tanya tante Lisa dengan heran dengan mengenakan baju tipis yang elegan berwarna ungu dan juga celana selutut, ini pertama kalinya aku melihat wajahnya. "Iya, kata Gita, kamu lagi ngadain acara keluarga? Jadi bapak datang karena sudah lama juga bapak tidak ketemu kamu." jelas kakek. "Oh si Gita. Aduh mending bapak pulang aja deh! Ga ada acara apa-apa kok?" jawab tante Lisa dengan nada marah.
Lalu terdengar suara langkah kaki dari dalam rumah. "Ada apa ini kok ribut-ribut?" tanya seorang nenek yang rambutnya sepertinya sudah di cat menjadi warna coklat. "Eh, Pak Jaya. Untuk apa ya datang ke sini?" tanya nenek-nenek itu. "Saya datang untuk-"
"Sudah tidak usah dilanjutkan, mendingan bapak pulang aja dan bawa anak kecil itu pulang juga, wajahnya sudah sama seperti kakeknya yang miskin" sela nenek-nenek itu. "Tapi..."Brak...
Tiba-tiba pintu tertutup sebelum kakek menyelesaikan pembicaraannya. Lalu kakek memandang aku dengan senyum hampa. "Maaf ya Odi, kita ga jadi acara keluarga, tante ternyata sibuk." kata kakek, lalu kami kembali keluar dan pulang ke rumah menggunakan kereta lagi. Aku merasa iba kepada kakek, dan aku sedih aku dan kakek dibilang miskin oleh nenek-nenek sihir itu.
Saat keluar dari stasiun, kakek pergi membelikan beberapa jajanan di supermarket dan aku di luar sendirian menunggu kakek.
Tiba-tiba ada seorang ibu-ibu yang keluar dari mobil...
KAMU SEDANG MEMBACA
The Lonely Child
General FictionOdi adalah seorang anak kecil yang berumur 5 tahun. Hidupnya yang bahagia tiba-tiba menjadi menyedihkan ketika kedua orangtuanya meninggalkannya. Lalu, Odi hidup berdua bersama Kakeknya. Apakah kisah hidup Odi akan bahagia selanjutnya? Atau bertamba...