PERTENGKARAN

100 8 0
                                    

Tiba-tiba saat di belakang toilet Rido dan Dias mendorongku sampai jatuh. "Hei, kamu gausah dekat-dekat dengan Nila lagi!" ucap Rido dengan kasar. "Kamu juga gausah dekat-dekat dengan Rita!" ucap Dias sambil menunjuk-nunjukku. "Mereka sahabatku, apakah salah kalo aku dekat sama mereka?" jawabku baik-baik. "Pokoknya kamu, ga boleh deket-deket sama mereka, kamu taukan papaku itu guru, jadi jangan macem-macem! Nurut aja!" Ucap Dias sambil membentakku.

Lalu tiba-tiba Dias ingin memukulku, namun tiba-tiba Pak Pardi memegang tangan Dias, lalu melotot kepadanya, "Dias, apa yang kamu lakukan nak? Kamu malu-maluin Papa, kamu tahu bertengkar itu tidak baik. Coba kamu pikir bagaimana bila sekarang kamu di posisi Odi, tidak ada Papa atau pun Mama, dan juga tidak ada Dian, adek kamu, pasti kamu merasakan kesedihan yang di alami oleh Odi juga. Sekarang minta maaf sama Odi, dan kamu Rido minta maaf juga!" ucap Pak Pardi dengan nada kesal, lalu melepas tangan Dias.

Lalu Dias menjulurkan tangannya kepadaku dengan wajah memendam rasa kesalnya kepadaku, "Maaf, ya Odi. Aku salah." maafnya yang sepertinya kurang iklas, lalu aku bersalaman dengannya."Aku juga minta maaf ya." maaf Rido kepadaku, lalu kami bersalaman. "Nah, begitu kan bagus, sekarang kalian masuk kelas." ucap Pak Pardi kepada kami. "Baik, pak." jawab kami.

Sesudah pertengkaran itu, aku langsung pergi menuju ruang guru dan bertemu Bu Hasmi.

Tok..tok..tok..

"Permisi." ucapku sambil membuka pintu ruang guru dan kulihat hanya ada Bu Hasmi seorang diri. Kulihat Bu Hasmi yang tengah membaca buku tebalnya yang bertuliskan "Matematika Super" sambil mengenakan kacamata bacanya yang berwarna merah yang membuat mataku sedikit sakit. "Pagi Bu, saya ingin mengumpulkan tugas yang kemarin ibu suruh." ucapku perlahan. "Pagi juga. Kenapa kamu ngumpulin sekarang? Kan saya suruh kumpulinnya minggu depan." ucap Bu Hasmi sambil melepas kacamatanya. "Tapi saya tidak ingin menunda pekerjaan, Bu. Jadi saya kumpulkan sekarang" jawabku. "Ga ada tapi-tapian, pokoknya kamu boleh ngumpulinnya minggu depan, titik! Kamu ga lihat apa? Disini banyak koreksian yang harus saya periksa, dan kalo kamu kumpulin sekarang, tugasmu bisa hilang!" kata Bu Hasmi dengan tatapan tajam. "I-iya, bu. Sa-saya akan mengumpulkannya minggu depan." jawabku dengan gugup. "Yasudah, saya permisi dulu,bu." ucapku, lalu dibalas dengan sebuah anggukan dari Bu Hasmi.

Saat aku keluar dari ruang guru, aku kembali ke kelas sambil berfikir, kenapa hari ini diawali dengan beberapa kesulitan, tadi aku mau dihajar, sekarang dimarahi guru karena terlalu sepat mengumpulkan. Aku salah apa ya?

Lalu, aku bertemu dengan Nila di depan kelas dengan melihat mukanya yang lesu.
"Hai, Nil."
"Hai, juga."
"Kamu kenapa?"
"Entahlah, rasanya aku pusing mungkin karena kemarin kena hujan."
"Oh, begitu. Mau kuantar ke UKS?"
"Gausah, gapapa Odi."
"Oke, tapi kalo kamu makin pusing nanti bilang aku ya."
"Iya."

Kringg....

"Ayo, masuk."
"Iya."
Lalu kami masuk bersama. Aku khawatir dengan keadaan Nila, aku takut nanti dia pingsan dan sebagainya, aku harapa dia baik-baik saja.

•••••

Istirahat tiba, seperti biasa aku makan bersama Amal, Rita, dan Nila. Kulihat Nila masih lesu. "Eh, Nil. Kamu mau coba sup krim jagung buatan kakekku? Masih hangat loh, cobain deh." kataku sambil menyodorkan sup krim jagung buatan kakek. "Iya, aku mau. Aku suka sup krim jagung." kata Nila dengan bersemangat. Lalu Nila mengambil beberapa sendok makan supnya yang ia taruh di atas nasinya, kebetulan nasinya nasi goreng. "Wah, kakekmu pinter banget masak ya Di, ini enak banget. Makasih ya.." kata Rita sehabis mencoba 1 suap makan nasi goreng yang telah bercampur dengan sup krim jagung. "Iya sama-sama." balasku. "Eh, aku mau dong." sahut Amal dan Rita berbarengan. "Iya ambil aja..." jawabku.

Saat makan aku sambil menceritakan kejadian tadi pagi. "Astaga, mereka jahat banget." ucap Rita. "Iya, kenapa sih mereka sampai segitunya?" ucap Amal. "Yang sabar ya Di." ucap Nila. "Makasih ya Nil, ya aku sih sabar aja, tapi memang tadi cukup menyeramkan sih." jawabku.

•••••

Selesai istirahat, hari ini ada pelajaran IPA, mengenai tumbuhan. Kami praktek di sekitar sekolah untuk mencari berbagai macam tumbuhan sekolah. "Anak-anak, saya akan bagikan lembar kerja, nanti kalian isi dengan tumbuhan yang kalian temukan, bila kalian tidak tahu namanya, silahkan bertanya kepada bapak." kata Pak Virgo sambil menjelaskan. "Baik pak." sahut anak-anak.

Aku mencari-cari tumbuhan yang ada disekitar sekolah bersama teman-temanku. Lalu kebetulan sekali di dekat pagar sekolah ada pohon rambutan, lalu aku menulisnya di lembar kerjaku. Lalu aku menemukan sebuah bunga, yaitu bunga melati yang berada di depan kelas yang berada di dalam sebuah pot bungan yang kecil.

Lalu aku menemukan sebuah tanaman mungil yang bagiku cukup aneh di luar sekolah. Saat kusentuh daunnya, ia bergerak seperti menyembunyikan diri dengan cara daunnya menutup. Aku penasaran tumbuhan apa itu, lalu aku melihat Pak Virgo yang berjalan menuju kearahku dan teman-temanku. "Hai, anak-anak. Ada apa kenapa muka kalian kebingungan seperti itu?" tanya Pak Virgo sambil membungkuk kepada kami dan tersenyum bagaikan malaikat. "Oh ini pak, Odi menemukan sebuah tumbuhan yang aneh." ucap Amal. "Iya pak." tambah Rita. "Coba saya lihat." jawab Pak Virgo. Lalu aku menunjukkan tumbuhan tersebut. "Oh, ini namanya putri malu, tumbuhan ini, kalo kalian sentuh memang daunnya akan menutup. Hal ini dikarenakan adanya ransangan yang disebut nasti yang membuat perubahan kekakuan daun pada tangkai daun." jelas Pak Virgo. "Oh begitu. Terima Kasih pak." kataku dan teman-temanku berbarengan. "Sama-sama." balas Pak Virgo.

Lalu disaat teman-temanku sedang berada jauh dariku, aku mencari tumbuhan yang lain. Lalu aku menemukan sebuah tanaman seperti payung yang cukup aneh di dekat jurang dekat sekolah. Lalu aku ingin mencabut tanaman itu dan tiba-tiba...

The Lonely ChildTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang