"Gue gak perlu maaf dari lo, yang gue mau lo minum obat yang teratur dan lo bisa sehat. Walaupun dokter bilang lo susah buat sembuh. Simple Syah, itu semua cukup buat gue, cukup buat gue bahagia." ujar Januar.
"Aku akan janji minum obat yang teratur, kalo itu buat ka Januar bahagia. Tapi ka Januar juga harus janji buat tutup mulut engga kasih tau ke temen baru aku kalo aku sakit dan juga jangan pernah bilang ke papah sama mamah kalo selama ini aku jarang minum obat. Tapi, kalo ka Januar ingkar janji aku bakal marahhh banget sama ka Januar. JANJI." Syahla mengulurkan tangan kelingkingnya pada ka Januar.
"Janji." Ka Januar pun membalasnya dengan melingkarkan kelingkingnya di kelingking Syahla.
❇❇❇
Hari minggu adalah saat di mana Syahla bermalas-malasan. Saperti saat ini dia masih terbaring tidur padahal, waktu sudah menunjukan pukul 9. Entah mengapa hari-harinya menjadi kelabu seperti ini.
Padahal yang Syahla ingin di sisa waktu hidupnya dia ingin menjadi orang yang lebih bermanfaat, bisa membahagiakan orang-orang yang dia sayang. Hingga suatu saat nanti, bila Syahla sudah tidak ada di dunia ini. Syahla bisa tenang ketika melihat orang-orang yang di sayang bahagia.
❇❇❇
"KEBO, bangun!" Kak januar mencoba membangunkan Syahla dengan mengguncang-guncangkan tubuh Syahla.
"Apaan si kak, pagi-pagi uda berisik banget. Lo gak tau apa sekarang hari minggu." ucap Syahla kesal.
"Pagi-pagi lo bilang. Ini udah jam 9, ya terus kalo ini hari minggu kenapa lo mau tidur sampe sore, sampe malem atau sampe besok. Yauda terserah kalo lo mau tidur sampe besok. Gue cuma mau ngasi tau di bawah ada cowo yang nyari lo." Melihat omongannya tidak dijawab Syahla. Ka Januar berjalan keluar dari kamar Syahla.
Dan ketika mendengar perkataan kak Januar yang mencarinya cowo, Syahla langsung membelalakan matanya.
"COWO, tunggu kak, siapa namanya?"
"Mana gue tau, emang gue keluarganya, kakaknya, Bapanya, kakeknya, buyutnya." Kak Januar menjawab dengan suara lantang dan begitu cepat.
"Dasar setres punya kakak otaknya GESREK." cibir Syahla.
"Biarin yang penting gue GANTENG, banyak yang naksir. Mending sekarang lo kebawah kasian dari tadi dia nungguin lo!"
Saat berada di anak tangga terakhir. Syahla melihat sosok laki-laki yang memakai celana jeans dan baju putih yang dibalut jaket denim sedang duduk di sofa. Tapi wajahnya tidak terlihat.
"Elo, ngapain lo disini?" tanya Syahla.
"Kok, lo manggil gue pake elo si. Kemaren lo manggil gue pake aku kamu?"
"Kan kemaren kita baru kenal jadi, gak sopan aja kalo pake lu gue."
"Oh." Raihan menganggukan kepalanya dan menyilangkan tangan di dada.
"Tunggu lo belum jawab pertanyaan gue, kenapa lo kesini? Terus lo dapet alamat rumah gue dari mana?"
"Gue khawatir sama lo karena, kemarin lo tiba-tiba pingsan."
"Sekarang gue uda gak papa, jadi sekarang lo boleh pulang."
"Kok disuruh pulang si. GUE udah jauh-jauh kerumah lo, dan sekarang lo nyuruh gue pulang. Dasar gak punya perasaan." Gerutu Rei.
"APAaa, lo bilang gue gak punya perasaan?"
"IYAA. Abisnya lo nyuruh gue pulang."
"Ok gak jadi, lo boleh duduk di sini." Syahla langsung meninggalkan Raihan.
"Kemaren manis banget sama gue. Sekarang uda kaya SINGA."
"Apa lo bilang?"
"Iya. Gue punya temen baru tapi dia kaya singa."
"Maksud perkataan lo itu, gue?"
"Gue gak pernah bilang kalo lo itu kaya singa, tapi kalo lo ngerasa YAUDAH."
"Terserah, semerdeka lo aja."
Mendengar perkataan Rei yang menyebalkan Syahla langsung meninggalkan Rei di ruang tamu tadi dan dia bergegas mandi.
Syahla memakai celana jeans, baju rajut berwarna biru dan sepatu ketsnya. Setelah selesai Syahla berjalan menuruni tangga untuk menemui Rei.
"Lo rapi banget Syah. Padahal gue kesini cuma mau main di rumah lo dan sama sekali gak berniat buat ngajak jalan lo."
"Duh mampus gue, ko bisa-bisanya gue mikir kalo Raihan ngajak jalan gue, lo bego banget siii Syah". Gerutu Syahla dalam hati. Syahla menggigit bibirnya dia bingung harus menjawab apa. Omongan Rei barusan membuatnya mati kutu.
"OKAY... kalo lo mikirnya gue ngajak jalan lo, Gue bakal ngajak jalan lo. Lo seneng kan gue ajak jalan?" Rei menggoda Syahla dengan menaik turunkan alisnya
KAMU SEDANG MEMBACA
Where The Feelings
Teen FictionPerasaan itu terus membelenggu. Perasaan yang aku pikir bernama cinta, terasa lelah karena telah menunggu tujuh tahun lamanya. Raka sahabat kecilku, dia yang kutunggu. Dia yang hadir, terasa menyenangkan, dia yang hadir sebagai penolong disetiap mat...
