40. Where The Feelings

37 5 4
                                    

Perempuan yang sedang membawa sederet buku itu, bergeming saat melihat adik kelas yang tempo hari selalu bersama Raihan sedang menangis di bangku paling pojok perpustakaan.

Akhirnya ia menunda mengembalikkan buku tersebut, saat isak tangis terdengar semakin nyaring, ia pun melangkahkan kakinya menuju perempuan tersebut. Ia hanya bisa mengusap bahunya. Tanpa berniat berkata apapun.

Hingga gadis yang sedang menenggelamkan wajahnya di lekukan tangannya pun mendongak menatap sang perempuan yang sedang tersenyum bak malaikat itu.

"Ka Syahla?"

Lagi Syahla menampakkan senyumnya. "Why you sad?"

Nara diam sejenak menatap kakak kelas berwajah cantik itu.

"Kak, aku boleh nanya?"

"Sure. Boleh banget."

Seketika saja hati Nara berdesir, kakak kelas yang berada dihadapannya benar-benar baik. Pantas saja Raihan menyukainya.

"Kakak sama ka Raihan pacaran?"

Syahla diam sejenak, lalu menggeleng. "Kakak cuma temenan sama Raihan."

"Tapi kakak suka sama ka Raihan?"

"Kalo yang itu, sorry kaka nggak bisa jawab.

Dalam hati, Nara langsung mendesah kecewa.

"Yaudah kakak pergi dulu. Kamu jangan nangis lagi!!" Syahla pun bangkit dari duduknya seraya membawa beberapa buku.

"Makasih ya ka."

"Sama-sama."

Setelah kakak kelasnya itu pergi. Senyum Nara langsung mengembang. Setidaknya laki-laki yang dia sukai tidak dimiliki seseorang.

☀☀☀

Raihan sengaja berdiri di dekat pagar sekolah, saat bel pulang berbunyi. Dan tindakannya tersebut berhasil membuat kericuhan para siswi yang bergerumul mendekat pada Raihan, ditambah oleh suara melengking khas perempuan.

Pak Supri selaku satpam di sana, sudah geleng-geleng kepala. Melihat aksi para siswi, dan kemacetan pun terjadi. Suara klakson motor dan mobil milik murid saling bersahut-sahutan.

"Raihannnn." Teriak Pak Supri kesekian kalinya,, kala Raihan tidak juga beranjak dari area gerbang sekolah. Raihan mengacuhkan teriakan Pak Supri, fokusnya saat ini adalah menunggu perempuan berlesung pipi.

Darah tinggi..Pak Supri yakin bila diperiksa darahnya naik drastis. Mata Pak Supri menyusuri area pos satpam mencari benda, yang sekiranya dapat memberikan anak itu pelajaran. Senyumnya terbit saat Pak Supri menemukan sapu lidi dengan gagang bambu.

Tidak membutuhkan waktu lama Pak Supri langsung menghampiri Raihan. Dan

Pletak, pletak

"Argh, Pak Supri apa-apaan si?" Ringis Raihan saat sapu lidi itu terayun ke kakinya.

"Rasane koe." Ujar Pak Supri dengan suara khas jawanya. Senyum kebanggaan pun terbit dari bibir Pak Supri.

"Pak stop Pak, saya kan gak cari gara-gara."

"Nggak cari gara-gara katamu. Bocah edan, liat jalan macet goro-goro koe."

"Bukan salah saya Pak, salahin itu cewe-cewe. Mereka yang seharusnya dipukulin sapu lidi!! Bukan saya."

"Pergi!!! Apa perlu sapu lidi melayang ke badanmu?"

"Tapi, adohh adoh. Stoppp!!! Ok ok." Raihan pun langsung pergi dari area yang membuat kepalanya pusing tujuh keliling.

Where The FeelingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang