Rasanya ingin malam saja
Menatap bintang-bintang Mendengar dedaunan yang jatuh
Lalu membayangkan dirimu.
🌜
Saat ini ia hanya bisa terbaring lemah di brankar rumah sakit, sedangkan di sebelahnya ini terdapat kedua orang tua dan kakaknya. Walau tempat ini sangat ia benci. Tapi ia bahagia bisa berkumpul seperti ini.
"Syahla, papa udah bilang jaga diri kamu!! Jangan kelelahan dan banyak pikiran. Pikirkan diri kamu!!"
Syahla tersenyum menanggapi ucapan papanya ini. "Iya pa." lalu ia merasakan elusan kepala dari papanya ini, sungguh walaupun keadaannya seperti ini. Ia merasa bahagia.
"Cerita sama papa." Ujar Bastian masih dengan elusan di kepala anaknya ini.
Sedangkan Syahla mengernyit bingung, tidak mengerti dengan ucapan papanya barusan. "Maksud papa?"
"Januar lihat kamu nangis sambil berlari, lalu kamu pingsan."
Syahla terkejut mengetahui Januar melihatnya waktu itu. Kenapa dia ada di sekolahnya???
"Syahla" Panggil Bastian lembut.
"Iya pa."
"Kenapa kamu menangis?" Lagi Bastian menanyakan hal itu, membuat Syahla bungkam. Tidak, tidak mungkin ia menceritakan itu.
"Uhm... Itu..." Syahla menggigit bibir bawahnya, mencari alasan untuk ia jawab. "Karenaaa"
"Yaudah-yaudah papa ngga maksa, sekarang kamu istirahat!!" Lalu Bastian menaikan selimut sampai batas leher pada Syahla.
"Pa.. Syahla mau pulang!! Besok sekolah."
Bastian menggeleng. "Engga sekarang dan besok kamu di sini!!! Ini demi kebaikan kamu."
Syahla melirik Rina meminta pertolongan. "Mah"
Rina menggeleng. "Kali ini mama setuju sama papa, kamu istirahat di sini."
Syahla mendengus kesal. "Huh"
"Gak usah dengus gitu, jelek." Syahla yang mendengar ejekan itu, lagi-lagi mendengus, sambil mencari sumber suara. Yang ternyata berada di sofa sekitar tiga meter dari tempat tidurnya.
Syahla melirik kesal. "Yeee bodo."
"Kalo dibilangin ya, jangan ngedengus mulu!!! Lo jelek banget, nanti laki-laki pada kabur."
Syahla mengalihkan pandangannya dari Januar, lalu menatap kedua orang tuanya. "Emang gitu ma pa?"
Rina menggeleng. "Jangan dipercaya, kamu mau gimana pun tetap cantik." Ungkap Rina
Lalu Syahla melirik Januar dengan tatapan mencemoohnya. "Mamah itu cuma lagi ngehibur lo." timpal Januar lagi
Rina menggeram. "Januarrr."
Januar mendongak menatap Rina. "Iya mah iya. Nuar diem nih."
☀☀☀
"Tuh muka uda kaya sendal jepit yang kesundut rokok. Jelek bener." Ujar Jonathan sambil memandang Raihan yang tampak lesu.
"Lo kenapa si?" Kali ini Devan yang bertanya. "Ngejus napa ngejus, itu jus alpukat lo anggurin aja."
Jonathan menggeleng-gelengkan kepalanya. "Nggak salah lagi. Ini pasti gara-gara Syahla."
Devan menghembuskan nafasnya kesal. Pasalnya bila Raihan seperti ini, obrolan mereka terasa kurang seru. "Ada apaan lagi sii, belom pacaran aja ribet bener lo. Gue aja adem ayem."
KAMU SEDANG MEMBACA
Where The Feelings
Teen FictionPerasaan itu terus membelenggu. Perasaan yang aku pikir bernama cinta, terasa lelah karena telah menunggu tujuh tahun lamanya. Raka sahabat kecilku, dia yang kutunggu. Dia yang hadir, terasa menyenangkan, dia yang hadir sebagai penolong disetiap mat...