Verra berjalan gontai dengan sebuah buku catatan di tangannya menuju kelas. Hari ini pelajaran pertama yang diujikan untuk jurusannya adalah Fisika, benar-benar memberikan vibes menyeramkan bagi Verra, karena dia tidak begitu yakin bisa menjawab semua soal dengan baik, merasa belum cukup mempersiapkan diri untuk try out hari pertamanya yang terasa sangat tiba-tiba ini. Verra melihat nomor kursi yang tertera pada kartu ujiannya, dan segera mencari kursi yang akan dia tempati selama tiga hari ke depan.
Sampai sekarang Verra masih belum tahu akan duduk dengan siapa, seperti apa rupanya, bagaimana orangnya, Verra benar-benar tidak tahu. Tidak ingin ambil pusing dia langsung kembali membuka buku catatannya, dan mulai fokus untuk membaca kembali rumus-rumus yang semalam sudah dia pelajari, meski tidak semua soal bisa dia kerjakan dengan baik, tapi setidaknya masih ada beberapa soal yang bisa dia kerjakan nanti.
"Anjir Ver! Gue ngisi apaan nih nanti?" tiba-tiba Amanda masuk ke dalam kelas Verra dan langsung mengeluh membuat Verra sedikit kaget, perempuan itu duduk tepat di samping Verra.
"Kenapa?" tanya Verra menimpali keluhan Amanda.
"Gue nggak tau bisa ngerjain apa nggak nanti," dia menatap lekat bola mata Verra berharap bisa mendapatkan keyakinan untuk ujian nanti.
"Mana gue yang ngawas Pak Hamidi! Ah mampus aja gue," tambahnya dia langsung menelungkupkan wajahnya di atas meja.
"Yaudah belajar pelan-pelan, nih review catatan gue." Verra memberikan catatannya pada Amanda.
"Percuma kalo baru belajar sekarang gue semalam nggak belajar, review apa yang direview coba?" Verra mengelengkan kepalanya sudah tidak heran jika Amanda seperti sekarang, karena seringnya dia memang begitu hanya mengandalkan pengawas disetiap ujian.
Verra tidak menanggapi keluhan temannya itu, dia langsung menyibukan diri kembali membaca catatannya mengingat beberapa rumus yang pasti nanti akan keluar saat ujian, "Ver? Lo belajar ya? Duh gue gimana nih?" keluh Amanda lagi membuat Verra menghela napas sedikit jengah.
"Yaudah belajar setidaknya bisa ngerjain beberapa soal, kalo ngeluh doang makin nggak tau mau jawab apa nanti." Sebetulnya percuma memberikan saran pada Amanda dengan kondisi yang sudah serba salah seperti sekarang, karena Amanda juga sudah terlanjur pasrah dengan keadaan.
"Lima menit lagi juga masuk, belajar apaan gue lima menit doang?"
"Yaudah santai aja masih try out, kalo nggak bisa tinggal ngitung kancing! PG ini soalnya." Tidak ada yang bisa Verra katakan lagi selain meminta Amanda untuk tetap santai, Amanda menelungkupkan kepalanya di atas meja setelah mendengar ucapan Verra, benar-benar seperti orang yang sedang frustasi.
"Masa gue ngasal semua?" gumamnya, Verra hanya terkekeh mendengar keluhan Amanda.
"Kenapa nih anak? Belum belajar pasti?" ucap Hema tiba-tiba yang baru saja masuk kelas, dia sudah hafal betul dengan kebiasaan temannya itu.
"Diem lo bacot!" Ucap Amanda pada Hema kesal, Hema tertawa mendengar umpatan Amanda.
"Astaga apa banget si loh gitu doang pake nangis?" ledek Hema lagi, Amanda mengangkat kepalanya mendongkak dan benar saja wajahnya memerah seperti habis menangis.
"Diem bisa nggak lo?" bentak Amanda kesal.
"Ih Amanda! Lo mau nangis sampe jungkir balik juga nggak ngubah apa-apa, lain kali jangan ngandelin pengawas, antisipasi harus belajar dulu ya?" Verra menepuk pundak Amanda agar sedikit lebih tenang, Hema mengangguk ikut mengiyakan. Verra selama ini selalu berusaha menenangkan Amanda ketika sedang panik, dia pikir sepertinya Amanda memang memiliki panic attack jadi dia sangat wajar dengan reaksi Amanda yang seperti sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Verrarell
Teen Fiction[Sedang diperbaiki] Bagi Verra memendam perasaan terhadap seseorang itu sebuah kekeliruan, karena sejatinya perasaan memang untuk diutarakan. Kalau hanya dipendam tanpa yang bersangkutan tahu, apa dengan menerka-nerka sudah cukup menenangkan? Atau a...