Verra dan Amanda berjalan menuju tata usaha untuk mengisi spidol. Sesekali Amanda masih saja mendumel kesal, Verra hanya bisa terkekeh mendengar ocehannya.
Verra menoleh ke arah lapangan yang terlihat ramai karena ada kelas yang sedang jam pelajaran olahraga sekarang. "Enak banget anjir hari Senin kelas pertama olahraga!" ujarnya iri.
"Iyadah, kelas kita apaan coba hari senin pagi langsung matematika," Amanda lagi-lagi mendumel kesal mengingat nasibnya tidak sebaik kelas lain.
Penuh selidik Verra meneliti kelas mana yang mendapatkan nasib baik di Senin pagi, sepertinya bukan anak jurusannya tapi Verra yakin itu angkatannya. Verra tidak terlalu kenal dengan anak IPS sekalipun itu satu angkatannya, hanya beberapa yang memang kebetulan dia kenal dekat dari teman satu osisnya. Selebihnya hanya kenal muka dan sebatas nama.
"Ver? Bolos aja yuk?" Ajak Amanda setelah hanya diam dan mendumel sendiri dari tadi. "Gue males banget ketemu bu Heni, gue salah apa sih? Nilai gue dikurangin disuruh isi spidol pula," ucapnya lagi.
Verra tertawa sebelum menjawab, "Jangan aneh-aneh deh! Kalo kita bolos yang ada nanti kena mulu, males ah gue!" Verra sempat menimbang-nimbang ajakan Amanda, tetapi setelah ingat dia sudah kelas dua belas sekarang, sepertinya bolos-membolos sudah tidak cocok bagi mereka.
"Iya juga sih, ah tapi males banget asli!"
"Iyaudah sabar tahan, nanti juga bel terus kelar deh!"
"Jam berapa sekarang?"
Verra melihat jam tangan yang dia gunakan di tangan kirinya, "Masih jam 8 kurang."
"Tuhkan anjir masih lama!" Lagi-lagi Amanda mencebik kesal.
"Yaudah isi spidolnya dulu, banyak ini 6 spidol!" Verra memberikan tiga spidol pada Amanda, dia menerimanya meskipun masih terlihat kesal.
"Mba? Mau isi spidol," ucap Verra di loket tata usaha yang kebetulan petugas tata usaha sedang sibuk mengurusi berkas-berkas. Di sana juga ada anak laki-laki yang menggunakan baju olahraga dengan celananya yang sengaja digulung sampai lutut. Verra melihat laki-laki itu sekilas, tapi dia tidak mengenalinya itu siapa.
"Bentar ya neng," jawab petugas tata usaha.
Verra maupun Amanda sama-sama terdiam menunggu sampai Mba Putri—petugas tata usaha—selesai dengan urusannya.
"Lagi kamu kenapa bisa hilang sih?" omel Mba Putri pada laki-laki di hadapannya.
"Ya namanya hilang saya juga nggatau mba," ucap laki-laki itu memelas.
"Kenapa bilangnya baru sekarang? 'Kan sudah mau ujian, bikin ribet saja!"
"Saya juga baru sadar sekarang kalo hilang mba."
Karena posisinya yang memang hanya dihalangi tembok, baik Verra maupun Amanda bisa dengan jelas mendengar percakapan Mba Putri dengan laki-laki tadi.
"Siapa sih?" Tanya Amanda, karena yang bisa melihat hanya Verra dia menoleh sekali lagi untuk melihat laki-laki itu, namun dia tetap saja tidak mengenal laki-laki itu. Ditambah dia tidak menggunakan kacamatanya jadi dia tidak bisa melihat dengan jelas bagaimana rupa laki-laki itu. Dia menaikan bahunya tanda tidak tahu sebagai jawaban.
"Neng? Ini tintanya, nanti taro sini lagi ya!" Verra menerima uluran tinta dari tangan Mba Putri dan dia refleks mengangguk mengiyakan.
Dengan segera Verra langsung menghampiri Amanda dan mengisi spidol di kursi besi dekat loket tata usaha, tempat mereka menunggu tadi, dan langsung sibuk mengisi spidol tanpa suara.
"Siapa sih nama kamu?" suara Mba Putri kembali terdengar.
"Verrel mba, Verrel Riezky."
![](https://img.wattpad.com/cover/103254018-288-k388254.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Verrarell
Teen Fiction[Sedang diperbaiki] Bagi Verra memendam perasaan terhadap seseorang itu sebuah kekeliruan, karena sejatinya perasaan memang untuk diutarakan. Kalau hanya dipendam tanpa yang bersangkutan tahu, apa dengan menerka-nerka sudah cukup menenangkan? Atau a...