Dating?

115 14 11
                                    

Saran sebelum lanjut, baca chapter sebelumnya dulu ya hehe dikarenakan ini udah lama banget aku abaikan, takut kalian lupa atau emang udah lupa?😞 masih ditungguin nggak?wkwk aku moodnya benerbener ilang buat lanjut nulis, nggatau kenapa wkwkwk

Oke selamat membaca!

****

"Oke! Gue jelasin semuanya," ucap Verrel kalem, dia menatap lekat ke arahku, sedangkan aku selalu mencari kesempatan untuk menghindar dari tatapannya. "Emang aneh, tapi gue serius. Menurut lo? Kalo laki-laki deketin perempuan seintens ini tujuannya apa, Ra?" tanyanya, aku sempat bungkam mendengar pertanyaan yang keluar dari mulutnya itu. Verrel pandai membuat lawan bicaranya mati kutu, jangan lupakan kemampuanya yang satu ini. Tapi sebisa mungkin aku mencoba agar tidak terlihat skakmat di hadapannya.

"Bukannya semua laki-laki emang suka deketin perempuan kayak gini? Bukan cuma ke satu perempuan, tapi ke banyak perempuan?" ucapku telak, Verrel terkekeh mendengar jawabanku yang bukannya menjawab malah kembali bertanya.

"Nabila ngomong apa aja sama lo?" tanyanya. Ah dia memang sangat kelewat peka, kenapa dia bisa tahu sekarang ucapan Nabila memang sedang berputar-putar di pikiranku?

"Nabila?" tanyaku sok tidak paham dengan apa yang Verrel bahas.

"Dia bilang gue suka gonta-ganti cewek, ya? Modus mulu juga? Brengseknya gue pasti udah dia ceritain ke lo semua 'kan?" ujarnya, aku diam menunggu Verrel melanjutkan ucapannya. "Gue emang kayak gitu, Ra. Seminggu kenal jadiin pacar, bosen? Ya, tinggalin! Temen cewek gue? Banyak! Temen cowok gue? Begitu semua kelakuannya. Tapi gue nggak nyalahin mereka, ini mah naluri laki-laki aja," jelas Verrel kelewat santai, padahal yang dia paparkan barusan adalah semua tingkah buruknya.

Aku tertawa miris mendengar semua pengakuan Verrel tentang dirinya sendiri. Bukannya membuatku percaya bahwa dirinya tidak seperti yang Nabila ceritakan, dia malah berterus terang padaku seperti ini. Jadi aku bisa apa kalau dia saja sudah mengaku begini? Bisa gila 'kan yang ada?

Nabila memang pernah berbicara seperti itu padaku tentang Verrel, tapi sejauh ini aku hanya tahu sekedar garis besarnya saja. Tidak sedetail yang Verrel paparkan barusan.

"Tapi gue tahan cuma buat pendekatan sampe hampir sebulan begini, ya cuma sama lo.. Kalo gue nggak serius, udah gue jadiin lo pacar dari hari yang sama pas lo ngungkapin perasaan lo ke gue. Terus akhirnya, lo gue tinggalin kayak yang udah-udah," ujarnya, aku menunduk mencerna semua ucapan Verrel di otakku yang mulai menumpuk, ah ingin pecah rasanya kepalaku! Ini Verrel serius tidak, sih? "Ra? Kalo gue cuma main-main gue nggak perlu repot-repot nyemperin lo cuma buat unblock kontak gue dari kontak lo, gue nggak perlu cari tau tentang lo dari Nabila, gue nggak perlu nungguin lo, gue nggak perlu kayak gini sekarang. Ngakuin semuanya di depan lo kayak gini," ujar Verrel lagi, aku menunduk menutupi rasa gugupku, ditambah aku harus mati-matian menahan senyum karena semua ucapan Verrel yang terdengar hmm.. manis? Duh!

Ah, Ver! Baru seperti itu sudah luluh saja? Murah banget.

"Yang lo lakuin ini bukannya emang biasa banget ya buat lo, Rel? Bisa aja ini cuma buat sekedar pendalaman peran? Biar lo dapet apa yang lo mau, dan gue makin mati ketusuk sama peran yang lo buat?" Entah keberanian dari mana aku bisa berbicara seperti tadi, aku masih merasa tidak puas dengan semua ucapannya yang berupaya membuatku percaya. Ah, aku tidak ingin memojokkannya begini, tapi aku perlu tahu sedetail-detailnya semua tentang Verrel. Lebih tepatnya apa yang Verrel inginkan.

Verrel tersenyum miris sebelum menjawab ucapanku. "Sayangnya gue nggak bisa apa-apa, apalagi mainin peran kayak yang lo maksud barusan." Telak! Sekarang aku yang bungkam mendengar ucapan Verrel. Aku terdiam, tanganku sibuk menggenggam cangkir latte milikku.

VerrarellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang