"Mau pesen apa, Ra?" Tanya Verrel begitu waiters yang dipanggilnya tadi menghampiri meja kami.
Dia memberiku selembar kertas yang sudah di laminating, yang berisikan menu makanan dan minuman dari tempat makan ini. Aku memilah-milah makanan apa yang akan aku pesan, sejujurnya aku tidak begitu suka seafood tapi tidak alergi, hanya tidak terlalu suka.
"Hmm gue nasi gorengnya aja deh," jawabku, nasi goreng tidak terlalu berasa seafoodnya jadi aku memutuskan untuk memesan itu saja.
Verrel mengangguk ke arahku sebelum beralih pada waiters tadi. "Nasi gorengnya dua ya, Mas!" Aku sedikit terkejut karena Verrel memesan menu makanan yang sama untuk kami berdua.
Entah dia memang sudah ingin memesan itu, jadi kebetulan sama. Atau dia sengaja mengikuti pesananku?
Yeh pede gila lo, Ver!
"Nasi goreng seafoodnya dua, pedas atau tidak?" Tanya waiters tadi lagi seraya mencatat pesanan kami di lembar kertas menunya.
"Saya pedes," jawabku.
"Satu pedes tapi jangan pedes-pedes banget ya Mas, satunya biasa aja." Kali ini suara Verrel yang terdengar. Aku meliriknya dengan telingaku yang mendengarkan ucapannya dengan seksama sama seperti yang waiters itu lakukan. Bedanya dia mencatat di atas kertasnya, sedangkan aku mencatat di dalam ingatanku tentang Verrel yang tidak begitu suka pedas.
Omong-omong dia kenapa bilang nasi goreng untukku jangan terlalu pedas? Aku bilangnya 'kan pedas, pedas dalam artian benar-benar pedas, bukan seperti yang Verrel ucapkan tadi. Ah aku bukan anak kemarin yang baru lahir, aku sadar dia memberiku perhatian. Oke, aku kepedean lagi.
"Minumnya apa, Mas? Mba?" Tanya waiters itu lagi.
"Minumnya apa, Ra?" Verrel malah menanyakan hal itu padaku lagi.
Aku kembali melihat daftar minum di tempat makan ini. "Es teh lemon boleh," ucapku menyebutkan minuman yang ingin aku pesan.
"Es teh lemon dua, sama air mineralnya satu ya, Mas!" Ujar Verrel.
Tuhkan? Sama lagi. Kenapa sih dia? Hmm kalau sekarang aku beranggapan dia memang mengikutiku, apa aku salah?
"Oke saya ulangi yaa, nasi goreng seafoodnya dua, satu nggak begitu pedes, satunya biasa. Minumnya es lemon teh dua, sama satu botol air mineral?" Ucap si waiters mengulang pesanan kami, aku maupun Verrel sama-sama mengangguk membenarkan ucapannya.
"Oke ditunggu ya Mas sama Mbanya!"
Setalah itu, kami berdua sempat terdiam sebelum akhirnya Verrel yang lebih dulu bersuara. "Eh? Lo nggak alergi seafood 'kan, ya?" Tanya Verrel, aku memutar bola mataku jengah.
Telat banget kali baru tanya sekarang? Dari tadi kemana saja coba? Kalau aku benar-benar alergi seafood bagaimana? Ah aku lupa, kapan Verrel pernah pandai basa-basi coba? Tiba-tiba kejadian beberapa hari lalu di lapangan belakang, kembali aku ingat. Dimana Verrel dengan tanpa dosanya langsung berujar menggunakan kalimat sarkasnya, "Tolol sih! Abis ngaku punya perasaan sama gue, besoknya pulang sama cowok lain!" Ck! Aku meringis saat sadar aku masih ingat setiap rinci ucapannya waktu itu, benar-benar bukan basa-basi yang bagus. Tapi aku malah jadi gemas sendiri karena hal itu. Hmm.
"Telat banget nanyanya!" Seruku, Verrel terkekeh sebelum akhirnya menjawab ucapanku lagi.
"Jangan bilang lo alergi beneran?"
"Nggak lah! Kalo alergi masa iya gue nurut aja disuruh pesen." Aku ikut terkekeh namun kekehanku lebih terdengar meledek.
Verrel tertawa. "Ya siapa tau? 'kan nggak lucu pertama ngajak makan taunya lo alergi seafood? Salah besar dong gue?" Ucapnya aku ikut tertawa karena dia masih tertawa. Duh degdegan parah! Bisa menikmati tawa doi sedekat ini? Siapa juga yang nggak mau 'kan?

KAMU SEDANG MEMBACA
Verrarell
Novela Juvenil[Sedang diperbaiki] Bagi Verra memendam perasaan terhadap seseorang itu sebuah kekeliruan, karena sejatinya perasaan memang untuk diutarakan. Kalau hanya dipendam tanpa yang bersangkutan tahu, apa dengan menerka-nerka sudah cukup menenangkan? Atau a...