Takutnya Verra

142 12 78
                                        

"Semacam tidak memiliki, namun takut kehilangan. Semacam tidak punya status, namun merasakan kecemburuan." -unknown

Hari ini tepat jam sebelas siang, sekolahku sudah dipulangkan lebih awal karena akan ada rapat dewan guru berserta staf lainnya untuk membicarakan tentang ujian tengah semester yang akan mendatang. Jadilah sekarang aku tengah bersiap merapikan buku-bukuku yang berada di atas meja untuk aku masukan kembali ke dalam tas.

Tunggu, ada yang aneh. Kenapa anak laki-laki di kelasku malah masih asik dengan game mereka masing-masing? Mereka bertingkah seperti tidak tertarik sama sekali dengan pengumuman pulang lebih awal yang membuat lainnya bersorak kegirangan. Ini kenapa sih mereka?

"Balik woy!" ujarku menepuk meja tempat mereka berkerumun agak keras.

"Emang pulang, Ver?" tanya Hema dan Firdaus bersamaan, tapi dengan pandangan yang masih sepenuhnya menatap ponsel, tanpa menoleh sedikitpun ke arahku. Lah? Mereka tidak tahu?

"Nggak nginep," jawabku jadi malas menanggapi mereka. Ini salah satu contoh kelakuan anak-anak teladan yang cinta sekali dengan sekolahnya. Mari dicontoh! Eh tapi jangan deh, mereka betah di sekolah begini itupun karena game. Bagian mana yang positif untuk dicontoh?

"Serius njir? Balik?" tanya Hema lagi, dengan fokus yang sama, sepenuhnya tertuju pada ponsel di genggamannya. Ck!

Mari aku ralat ucapanku sebelumnya, mereka bukan tidak ingin pulang cepat, lebih tepatnya mereka tidak tahu tentang pengumuman itu. Memang ya, jika sudah asik dengan dunia sendiri, semuanya diabaikan! Gila game, sih ini mah namanya!

"Ya menurut lo? Kelas udah setengah sepi gini!" sambar Manda sarkastik, dia juga sedang melakukan hal yang sama denganku, merapikan buku-bukunya.

Hema mendongkak melihat sekitar kelas, "Lah anjir iya!" ucapnya kaget, dia menoleh ke arah Firdaus yang berada tepat di sampingnya, "balik bego!" ujar Hema lagi dengan tangannya yang memukul pundak Firdaus cukup keras.

"Lah? Kok nggak denger dah kita?"

"Emang ada pengumumannya, Ver?"

"Kok nggak bilang?"

"Apa pada cabut massal?"

Aku memutar bola mataku jengah, "Istighfar lo pada! Kuping ditutup setan semua tuh tadi!" Dan ajaibnya setelah aku mengucapkan hal seperti itu, mereka semua mengucap Astagfirullah secara bersamaan tapi masih dengn posisi yang menunduk melihat ponsel mereka masing-masing, kurang greget apa coba? Sekarang gantian aku yang ber-istighfar karena tingkah mereka. Kaum merunduk!

"Nanti kita baliknya, nanggung nih kelarin ini dulu," ucap Firdaus. Ah peduli apa aku! Yang penting hari ini aku pulang cepat.

Hmm aku jadi ingat satu hal. Tadi Verrel bilang ingin pulang bersamaku, dan sesuai isi pesan darinya barusan, sekarang dia sudah bertengger di depan kelas untuk menungguku. Duh! Padahal aku sudah bilang tidak usah menungguku, tapi dia malah tetap kekeuh.

Hmm hari ini aku sengaja ingin pulang bersama Manda, hitung-hitung kembali  menjalankan rutinitas yang sudah jarang sekali aku lakukan, pulang dengan naik angkutan umum. Semenjak dekat dengan Verrel, aku lebih sering pulang bersamanya kalian tahu 'kan? Makanya sekarang aku tergiur dengan ajakan Manda.

"Ih ngapain lo?" tanya Manda sarkastik saat melihat Verrel berada di depan kelas kami, "Verra sama gue baliknya, mending lo balik!" Perintah Manda, aku menatap Verrel tidak enak. Verrel justru malah mengangkat alisnya bingung.

"Ver? Bilang itu ke dia, lo sama gue baliknya!" Kali ini Manda berbicara padaku, dan ucapannya barusan malah tambah membuatku bingung.

"Rel? Gue bareng Manda, dia sendiri," ucapku pada Verrel, bukannya mengangguk paham dia malah menarik tanganku agar mendekat ke arahnya. Aku yang kaget jadi terkesan pasrah saja ditarik Verrel begitu.

VerrarellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang