Pendekatan?

133 13 98
                                    

Sejauh ini gelagatmu masih sama, seperti seseorang yang memang dengan sengaja mendekatiku, aku tidak tahu apa motifmu, aku tidak tahu apa maksudmu, aku tidak tahu kenapa kamu bersikap sedemikan manisnya terhadapku, yang jelas aku menikmatinya. Meskipun aku tidak pernah tahu apa yang sedang kamu rencanakan, tidak pernah tahu apa yang tengah kamu lakukan, dan yang terakhir aku tidak pernah tahu akan dibawa kemana semua ini. Namun ada satu hal yang perlu kamu tahu, tentang harapan di balik ketidaktahuanku, 'semoga kamu tidak dengan seenaknya mematikan dongengku demi menghidupkan dongengmu.' -Danias

Selang seminggu setelah kejadian Verrel menungguku selesai OSIS, aku dengannya masih sering bertukar kabar lewat aplikasi line. Bahkan sampai larut malam kadang kami masih sibuk chattingan, padahal tidak ada hal yang penting juga untuk di bahas. Hanya sekedar basa-basi biasa. Tapi tidak pernah sekalipun terkesan garing, aku selalu menikmatinya.

Malam setelah dia mengantarku pulang, ditambah aku menyusahkannya karena Ziya tertidur. Saat sampai rumah, dia benar-benar mengabariku, bukan hanya sekedar mengirim pesan, tidak tanggung-tanggung Verrel langsung menelponku, lewat free-call dari aplikasi yang sama.

Gila 'kan? Bisa dibayangkan bagaimana paniknya aku malam itu. Tadinya aku tidak ingin mengangkat telpon darinya, aku ingin membalas lewat chat saja, dengan alasan tadi aku mandi baru selesai dan makanya tidak sempat keangkat. Tapi Verrel terus-menerus menghubungiku, seperti tahu aku memang sengaja mengabaikannya. Saat bunyi dering ponselku untuk yang keempat kalinya aku baru memberanikan diri untuk mengangkat panggilan darinya.

"Hallo?" Ujarku masih sangat santai.

"Baru kelar mandi?" Tanyanya langsung. Bagus dia langsung bertanya seperti itu, jadi aku tidak perlu menyusun alasan yang logis kenapa baru mengangkat telponnya.

"Iyaa hehe," jawabku sekenanya. Ck! Salah tingkah mode on.

"Gue udah di rumah, bener gue kabarin 'kan?" ucapnya santai, dan aku tidak tahu apa motifnya berbicara seperti itu padaku.

Dia terkekeh, aku refleks menggigit bibir bawahku gugup. Jawab apa nih? Aku memutar otak untuk memikirkan kira-kira  jawaban seperti apa yang tepat untuk menjawab ucapan Verrel barusan. Hampir dua menit aku hanya diam, dan sialnya yang keluar dari mulutku hanya berupa gumaman tidak jelas, tapi sangat memperjelas kegugupanku.

Verrel terkekeh lagi, ah sial! "Lo bener udah mandi?" Tanyanya lagi, aku mengangguk kemudian menepuk keningku sendiri, lupa Verrel tidak melihat anggukan kepalaku. Ah hanya lewat telpon begini saja aku sudah salah tingkah sampai senorak ini, bagaimana langsung? Payah!

"Udah, lo belom 'kan?"

Kekehan Verrel seketika berubah menjadi tawa yang terdengar geli setelah mendengar ucapanku yang absurd abis dari tadi. Ih apa yang lucu, sih? Aku lagi panik dia malah ketawa-ketawa mulu.

"Iya belum, gue baru sampe rumah. Langsung ngabarin lo dulu ini, takut lo nungguin." Aku mengigit jari telunjukku saking gugupnya, agar aku tidak teriak karena tingkah ajaibnya ini. Dia enak ngomong begitu santai pakai banget, sedangkan aku? Kelimpungan sendiri! Astagfirullah!

Seketika aku merasa sangat butuh oksigen, lantaran stok oksigenku menipis. Senang sesak, sedih apalagi. Heran aku!

"Ya nggak gitu juga, sih! Yaudah, mandi sana!" seruku mencoba untuk se-biasa mungkin, padahal? Ah semoga usahaku berhasil untuk terdengar biasa saja.

"Yaudah gue mandi dulu ya, Ra!" Duh apa banget sih nih anak? Ngapain segala begini sih tingkahnya? Sok izin pamit padaku begini? Kalau aku baper beneran gimana? Segala manggil namaku dengan sebutan yang berbeda dari yang lainnya lagi. Duh! Entah kenapa saat Verrel memanggilku dengan sebutan 'Ra' aku merasa ada gelenyar aneh di dalam aliran darahku, seperti berdesir.

VerrarellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang