Day 20

3.6K 331 16
                                    

Day 20

(Pukul 09.00 - Ruang Staff)

Wow, sudah hari ke duapuluh. Gue mutusin untuk merubah penampilan gue sedikit lebih dewasa dari usia gue, selain itu dari cara gue bersikap gara-gara gue habis curhat sama Vie. Lima hari terakhir setelah meeting itu, gue praktis nga ketemu lagi sama bos Devan. Terakhir kali kita ketemu ya cuman di acara meeting itu, terus besokan harinya kita di traktir makan siang, tapi dia nga ada, kita cuman di bayarin suruh makan apa aja. Semua sih happy, kecuali gue.

Dan gedung tempat gue magang ini terdiri dari tigapuluh lantai, di lantai satu sampai lantai Duabelas itu kantor kami, sisanya ada beberapa kantor lain yang menyewa di gedung ini. Tapi sampai detik ini gue nga tahu dia berkantor di lantai berapa, dan posisi apa. OMG.... sudah lima hari ini gue berusaha cari tahu, tapi nga ada satupun dari pria bujang di ruangan ini yang mau kasih tahu gue. Mereka berpura-pura nggak tahu, atau bahkan mereka beneran nga tahu.

Pagi ini gue berusaha menerima kenyataan kalau si bos Devan itu adalah bagian dari sebuah intermezo dalam hidup gue, dan nga akan lebih.

"Michelle, di panggil bos." Mas Wisnu yang punya hobby ngangetin gue, selalu aja tahu kapan gue bengong.

"Eh ya mas."

Nah buat si bos Arab ini, doi nga ribet orangnya. Lebih smooth lah dari bos Devan, dia juga lebih membumi itu kalau istilah gue. Dia juga mungkin aja seumuran sama si bos tapi gue sih nga grogi sama sekali kalau sama doi. Soal ganteng sih dia juga ganteng, tapi beda juga sama bos Devan. Ada sisi cool, ada banget, tapi gue nga nangkep signal-signak kekaguman seperti gue kagum banget sama bos Devan.

Dan ruangan si boss di biarkan sama percis, kecuali sebuah foto. Foto itu langsung raib begtu si boss keluar dari ruangan itu.

Aduh, isi kepala gue jadi nga jelas, walaupun tangan gue kerja terus, tapi otak gue mikirin yang lainnya.

Michelle, sadar....... gue berusaha menasehati diri gue sendiri sambil jalan ke ruangan si Bos.

Tok.... tok....

"Permisi pak."

"Oh.... masuk Michelle." Dia keliatan lagi berdiri ngeliatin ke Jendela.

"Baik pak."

"Duduk." Perintahnya.

"Ada apa ya pak, bapak panggil saya?"

"em........ada waktu nga nanti sore?"

"Buat apa pak? Lembur?"

Dia senyum aja. "Oh enggak."

"Saya di kasih tiket nonton gratis dari sepupu saya, sayang aja kalau nga di pakai. Saya pikir kamu bakalan suka nonton film disney."Dia kelihatan santai aja gitu duduk di depan gue.

Dia kan bos gue, ganteng lagi, dan menurut yang gue denger doi juga masih single, tapi gue nga niat banget buat mencoba deket sama dia, seperti gue juga mati-matian menghindari Martin.

"Maaf pak, saya ada janji ketemu sama temen kampus saya."

"Oh... oke, nga ada masalah. Kamu boleh tawarin ke anak-anak, mungkin ada yang mau, saya punya dua tiket, suruh mereka ambil keruangan saya kalau ada yang minat." Dia membebaskan gue, tanpa sedikitpun memaksa. Dan gue bersyukur banget buat itu.

"Ada lagi pak?"

"Oh enggak, itu aja kok."

"Saya permisi kalau begitu pak."

"Ya." Dia mengangguk cepat, dan gue langsung aja ngibrit keluar.

Oh ya, soal Mahameru itu ibarat rencana tinggalah rencana. Setelah sibos pergi, dan ada pergantian pimpinan rencana itu batal secara otomatis. Sedih banget sih gue, gue berharap itu bisa jadi moment buat gue kenal si bos lebih jauh, dialam bebas mungkin dia akan memperlihatkan wujud aslinya walaupun gue yakin banget dia tetap akan jadi manusia bukannya werewolf.

120 Days #Googlrplaybook #JE Bosco PublisherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang