Day 120 Part II
Lengan Devan masih melilit tubuh Michelle, sementara bayangan Michelle terseret pada kejadian sekitar sebulan yang lalu, saat dimana Devan sudah pulih dan boleh keluar dari rumahsakit. Sore itu Aurellie meminta bertemu dengan Devan dan Michelle. Begitu mengerikan ketika harus berhadapan langsung dengan Aurellie, tapi justru sebaliknya, Aurellie hanya meminta maaf untuk apa yang sudah dia katakan saat pertama kali tahu bahwa Devan dirawat di rumahsakit.
Soal pernikahannya dan suami semua berjalan begitu cepat. Sebelum ibu dan bapak kembali ke Jogja, mereka melamar dirinya. Papa dan mama entah memiliki pertimbangan apa, tapi mereka menyetujui begitu saja. Dan selang Satu bulan berikutnya acara pernikahan adat jawa itu digelar di Jakarta. Semuanya terasa bagai mimpi bagi Michelle, dan saat ini, pria yang dinikahinya tujuh hari yang lalu itu tengah berbaring di sampingnya, bukan hanya di sampingnya, justru saat ini tengah memeluknya erat.
"Udah tidur?" Suara Devan memecah keheningan.
"Hem?" Michelle menjawab.
"Kenapa kamu nggak bisa tidur?"Sekali lagi Devan bertanya. Devan melepaskan pelukannya dan Michelle berbalik ke arahnya, tatapan mereka bertemu dalam keheningan malam.
"Kenapa kamu menikahi saya?" tiba-tiba pertanyaan Michelle meluncur begitu saja dari bibirnya, seketika ekspresi wajah Devan berubah, alisnya tertekuk sementara tatapannya tajam pada sang isteri.
"Kenapa kamu mau saya nikahi?" Devan justru balik bertanya, dan pertanyaan itu membuat Michelle terdiam.
"Jangan balik bertanya kalau saya lagi nanya." Michelle merengut.
"Saya nggak perlu kasih tahu alasannya sama kamu."Devan memejamkan matanya, membalik posisinya jadi terlentang sekarang. Michelle juga berbalik, dia kembali memunggungi suaminya itu."Kamu mau denger jawaban apa?" Devan masih bertanya meski matanya terpejam.
"Lupakan." Michelle tampak sudah terlanjur marah.
"Sayang." Devan kembali mengalah. "Kamu nggak tahu apa yang kamu inginkan." Sekali lagi Devan memeluk isterinya. "Kamu yakin mau saya melakukannya?" Devan berbisik, sementara Michelle justru mengigit bibirnya, jantungnya berdetak begitu cepat.
Devan menelan ludah, sebelum akhirnya menarik Michelle hingga posisi mereka berhadapan, tatapannya tajam menatap isterinya itu. Michelle tampak mengerjapkan matanya cepat, dia juga menelan ludah tanda begitu gugup, dia menarik selimut lebih tinggi menutupi tubuhnya sebatas dada. Sementara Devan tampak menikmati moment itu, melihat isterinya menyesali kata-katanya. Devan mengarahkan wajahnya maju semakin dekat ke wajah Michelle, dan gadist itu tampak seketika memejamkan matanya. Setelah melihat apa yang dilakukan isterinya itu, Devan tersenyum, lalu menarik dirinya.
"Jangan berani-berani kalau kamu takut, kalau kamu berani jangan takut-takut."Goda Devan, seketika kalimat itu seperti sebuah ejekan bagi Michelle. Gadis itu tampak langsung membuka mata, dan dengan satu gerakan meraih wajah Devan lalu menciumnya, Devan tampak terkejut dengan apa yang di lakukan isterinya itu. Meski begitu dia bisa merasakan bahwa isterinya itu sedang terbakar gairah. Semua tindakan Michelle membuat Devan kalang kabut menenangkan dirinya sendiri, dia terlena, terbawa suasana, dan saat ini dia seperti sedang menjilat ludahnya sendiri. Semua keteguhann hatinya luluh lantak seketika tat kala Michelle menggeliat liar diatas tubuhnya.
***
Michelle tampak tersennyum penuh kemenangan setelah apa yang dia inginkan benar-benar dia peroleh di malam ke tujuh.
"Kegagalan adalah kesuksesan yang tertunda, bukan begitu pak direktur?" Michelle tampak bergelayut di pelukan Devan yang mulai terlihat mengantuk.
"Hem." Devan menjawab super singkat.
KAMU SEDANG MEMBACA
120 Days #Googlrplaybook #JE Bosco Publisher
RomanceSUDAH TERBIT (untuk pemesanan versi cetak bisa kontak Author di 081310259681) Pertemuan antara pria dan wanita itu bisa dengan cara apapun dan kapanpun. Dan selama 120 hari segala sesuatu bisa berubah, cinta jadi benci, tapi benci juga bisa jadi cin...