Day 48

3.4K 361 32
                                    

Day 48
Ruang Perawatan Devan - Pukul 10.15 WIB
Michelle POV

Untunglah ini hari Minggu, jadi aku bisa berada di rumahsakit sepanjang hari untuk menemani "bee" ku. Dia sudah lebih baik pagi ini, sudah bisa mulai makan meski masih sangat sedikit yang bisa diterima olehnya. Dia juga sudah mulai berbicara lebih banyak, meski pada dasarnya dia memang tak banyak bicara.

"Ponsel saya." Dia memintaku mengambilkan ponselnya.

"Sebentar." Aku segera mencari ponselnya di atas meja kecil di samping bed-nya.

Tak lama dia tersambung dengan seseorang.

"Halo bu." Dia tampak berusaha sekuat tenaga untuk membuat suaranya terdengar wajar.

"Devan nggak papa bu." Sekali lagi dia berusaha meyakinkan seseorang di seberang telepon, dan aku yakin betul itu adalah ibunya.

"Enggak, ada orang berantem terus Devan lerai, malah kena pisau." Jelasnya, dia jelas berbohong soal itu pada ibunya.

"Nggak usah ke Jakarta, Devan udah boleh pulang kok."sekali lagi dia berbohong.

"Nggak perlu, nggak usah khawatir."

"Yasudah, besok Devan telepon lagi. Sekarang mau istirahat dulu."

"Ya bu, salam buat Bapak."

Setelah mematikan sambungan teleponnya dia menatapku, aku juga menatapnya, tapi ekspresi wajah kami berbeda. Aku dengan kebingunganku dan dia, entah ekspresi apa yang dia tunjukan padaku, semacam ekspresi ketidaknyamanan.

Alisku bertaut, setelah berpikir beberapa saat akhirnya kuberanikan diri untuk bertanya "Kenapa harus berbohong?"

"Saya nggak mau mereka khawatir."Jawabnya singkat.

"Tapi mereka harus tahu kondisi kamu sebenarnya."

"Saya nggak mau berdebat." Dia tampak acuh, kemudian memejamkan matanya. Aku tidak tahu harus bersikap bagaimana padanya. Sejak pagi dia tampak tidak nyaman setiap kali aku berada di dekatnya. Dia bahkan makan sendiri tanpa bantuanku, dan lebih senang menerima bantuan dari perawat ketimbang aku yang dari semalam duduk di sampingnya. Meski begitu aku berusaha bersabar, karena dia masih dalam fase pemulihan, aku tidak ingin memperparah keadaan dengan bertanya atau protes tentang banyak hal.

"Saya mau istirahat." Dia berbicara tanpa menatap ke arahku, dan aku membiarkannya tertidur, sementara aku berjalan ke arah sofa di sudut ruangan dan memilih untuk merebahkan diriku di sofa itu, menunggunya bangun kembali.

***

Sudah lewat tengah hari, dan kulihat seorang perawat sudah masuk membawa makan siang, juga obat-obatan untuknya, beberapa di suntikan ke infuse, beberapa lagi harus di minum. Dan entah mengapa perawat itu dengan sukarela membantunya makan, dia juga tidak menolak setiap suapan yang di berikan oleh perawat itu, sementara aku duduk seperti seorang penonton film bioskop, memandang setiap gerakan di hadapanku. Meski dalam hati aku ingin sekali menagis, tapi aku berusaha untuk tetap tenang, aku tahu dia melakukan semua ini karena sebuah alasan, dan aku harus bersabar untuk mengetahui alasan itu.

Setelah perawat membantunya minum obat, akhirnya gadis muda yang baru kuketahui bernama Ina itu keluar dari ruang perawatan. Aku bangkit lalu berjalan mendekatinya.

"Butuh sesuatu pak Devan?" aku sengaja memanggilnya dengan sebutan itu, dan benar saja dia tampak terkejut dengan sapaanku padanya.

Dia berdehem, tidak terlalu keras, lalu menjawab singkat "Tidak."

"Kalau butuh sesuatu, saya duduk di sofa." Aku berjalan kembali ke arah sofa.

Tiba-tiba pintu terbuka, dan seorang wanita muda tampak memasuki ruangan dengan sangat terburu-buru, dengan gerakan cepat memeluk pria itu, mataku terbelalak.

120 Days #Googlrplaybook #JE Bosco PublisherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang