Chapter Seventeen

79 12 27
                                    

Taiga masuk, dia diam menatap Chika yang terlelap di kursi. Dia terlihat lelah, di meja tampak ramuan untuk mengobati luka Kaede. Taiga menoleh, dia melihat Kaede masih belum siuman. Taiga menghela napas, dia meraih selimut di dekat meja dan menyelimutkannya ke tubuh Chika. Taiga diam, dia tidak berkedip memperhatikan gadis itu. Taiga masih ingat, bagaimana Chika mengajaknya mengobrol akrab di atap gedung. Itu pertemuan pertamanya dengan Haguro ini. Dan pertemuan itu yang membuatnya merasakan perasaan aneh setiap kali dia berhadapan dengan Chika.

Cinta.

Taiga menghela napas dan menunduk. Taiga tidak mengerti, kenapa dia mencintai Chika. Kenapa harus Chika? Kenapa bukan Kaede atau gadis lain dari klan Nogumi? Kenapa harus seorang gadis dari klan Haguro, musuhnya? Taiga membayangkan kisahnya bersama Chika seperti Romeo And Juliet, dan seketika Taiga merinding. Memalukan sekali kalau monster menjalani kisah picisan seperti itu.

Eh.

Taiga terbelalak, dia segera keluar kamar dan menutup pintu. Taiga meletakkan sebuah botol di dekat pintu, lalu bergegas menuruni tangga. Taiga agak tegang melihat ayahnya berjalan masuk bersama Jesse dan Juri. Semoga saja ayahnya tidak merasakan kehadiran Chika. Bisa kacau urusannya nanti. “Bagaimana keadaan Kaede?” tanya Tuan Kyomoto, “dia sudah siuman?’

“Belum,” jawab Taiga, “jadi bagaimana? Kalian sudah menemukan pelakunya?”

“Kami akan menemukannya nanti,” jawab Jesse, “sekarang aku ingin melihat keadaan Kaede.” Jesse melangkah, dia berhenti saat Taiga mencegatnya. “Ano… sebaiknya nanti saja kau menengoknya,” ucap Taiga gugup, “biarkan Kaede-Chan istirahat.”

“Aku kan hanya ingin melihatnya, bukan mengajaknya bicara,” balas Jesse, dia kembali melangkah namun Taiga kukuh menahannya. Jesse menghela napas, dia menatap Taiga kesal. “Kenapa, sih, kau ini?” ucap Jesse, “kau aneh sekali. Aku ingin menengok Kaede-Chan. Minggir, aku mau lewat.” Jesse menggeser Taiga, dia melangkah menuju kamar Kaede. Taiga mendesis, dia berdecak dan melangkah mengikuti Jesse. Taiga harus menyiapkan sejuta alasan agar Jesse tidak mengamuk saat melihat Chika nanti. Jesse membuka pintu, Taiga menahan napas tegang. Dia tidak berani membayangkan reaksi Jesse.

Eh?

Taiga menengok, dia kaget namun agak lega dan bingung mendapati Chika tidak ada di kamar. Kemana dia? Apa jangan-jangan Chika merasakan kehadiran Jesse? Taiga melangkah mengikuti Jesse, dia penasaran kemana perginya gadis itu. Jesse mendekati Kaede yang masih belum sadar, tangannya terulur menyentuh pipi gadis itu. “Kau jangan khawatir, kami akan menemukan dan membalas perbuatan mereka,” ucap Jesse, dia menunduk mencium kening Kaede. Jesse menoleh, dia mengerutkan dahi menatap Taiga yang celingukan seperti sedang mencari sesuatu. “Kau itu benar-benar aneh hari ini,” ucap Jesse, “kau kenapa, sih?”

“Hah? Apa?” Taiga menoleh, dia terkekeh dan menggaruk tengkuknya. Jesse menghela napas, dia melangkah meninggalkan kamar Kaede. Taiga menghela napas, dia buru-buru mengunci pintu dan mencari Chika. “Astaga, dimana dia?” gumam Taiga, dia mencari Chika di kolong tempat tidur, di lemari, di bawah meja, dan di balik laci pakaian Kaede. “Haaaah, sembunyi dimana dia?” Taiga menjadi gusar, “oi, Konno-San, keluarlah. Jesse sudah pergi, kau aman sekarang.”

Srek.

Taiga menoleh, dia terdiam dan menatap kesal Daiki yang muncul dengan menggendong Chika yang terlelap di punggungnya. Aura Nogumi menguar kuat dari tubuh Daiki, Taiga menyadari Daiki melakukannya untuk menyamarkan aura Haguro dari tubuh Chika. “Seharusnya sebelum kau keluar kau sembunyikan Chika-Chan,” ucap Daiki, “bukan meninggalkannya begitu saja. Dasar payah.” Daiki menghela napas, dia berbalik dan berkata, “Aku harus membawanya pulang. Jinguji-Kun akan curiga kalau dia tahu Chika-Chan tidak ada di kuil.”

Monster √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang