Chapter Eleven

70 12 18
                                    

Jinguji membuka pintu, dia mendekat dan duduk di samping Kai yang masih belum sadar. Jinguji diam cukup lama, dia menatap Kai dan menghela napas panjang. Sudah seminggu, tapi Kai belum juga siuman. Entah apa yang dialaminya di dunia roh, sepertinya bukan sesuatu yang menyenangkan.

Atau…

Jinguji terbelalak, dia menatap Kai dan menyentuh kening gadis itu. Jinguji beranjak, dia membuka pintu dan menoleh kesana kemari. “Kishi-Kun!” Jinguji berteriak memanggil Kishi yang sedang menjemur bahan obat-obatan, dia melambaikan tangannya, “Kishi-Kun kemarilah!”

Kishi berlari mendekati Jinguji, dia baru akan bertanya saat Jinguji menyeretnya masuk kamar Kai. “Jinguji-Kun, aku bukan ahli obat-obatan,” ucap Kishi, “kenapa kau membawaku kemari? Biar kupanggilkan Hagiya, dia kan yang biasa mengobati Yanase-San.” Kishi berbalik, dia akan melangkah tapi Jinguji menarik kerah bajunya dan menggeplak kepalanya keras. “Aw!” Kishi memekik, “apa-apaan kau ini?! Kenapa kau malah memukulku?!”

“Kau yang apa-apaan, aku belum bicara kau sudah mengomel,” balas Jinguji kesal. Jinguji menatap Kai, dia bertanya, “Ne, Kishi-Kun, kau paling tahu soal dunia roh, kan?” Jinguji menatap Kishi yang juga menatapnya, dia meneruskan, “Saat manusia masuk kesana dan kembali dalam keadaan tidak sadar, apa ada kemungkinan rohnya tertahan disana?”

Kishi menatap Kai, dia terlihat serius berpikir. “Aku belum mempelajari sampai sejauh itu, Jinguji,” ucap Kishi pelan, “tapi sekilas memang aku pernah mendengar kalau ada manusia yang sebenarnya dia belum meninggal, tapi rohnya tertahan di dunia roh. Dan kalau roh itu tidak segera kembali ke tubuhnya…” Kishi menatap Jinguji yang menatapnya tegang, “…dia akan benar-benar mati.”
Jinguji tercekat, dia menatap Kai dengan mata terbelalak. “Dia tidak boleh mati,” Jinguji bersuara pelan, “dia tidak boleh mati.” Jinguji berlutut, dia menggenggam erat tangan Kai. “Aku tidak bisa membiarkannya berakhir seperti ini,” ucap Jinguji, “Yanase-San, kau mendengarku, kan? Aku tahu kau mendengar suaraku. Kumohon bangunlah. Buka matamu.” Jinguji mempererat genggaman tangannya, dia perlahan menitikkan airmata. “Jangan menyiksaku seperti ini, Yanase-San,” ucapnya terisak, “kumohon buka matamu.”
Kishi diam, dia menatap iba Jinguji. Pandangan Kishi beralih kepada Kai, dia menghela napas panjang. ‘Aku tahu kau bisa mendengar suara Jinguji, Yanase-San,’ batin Kishi. Kishi mengerutkan dahi, dia tiba-tiba teringat sesuatu. “Jinguji-Kun,” ucap Kishi, “aku tahu bagaimana cara mengembalikan Yanase-San.” Kishi menatap Jinguji yang menoleh kearahnya, dia terlihat bersemangat. “Kita bisa membawa Yanase-San… maksudku membebaskan rohnya,” ucap Kishi, “caranya, kita harus…”

“Caranya, kau harus menciumnya.”

Gubrak!

Jinguji dan Kishi mencelos, mereka menoleh dan menatap datar Chika yang muncul di dekat pintu dengan senyum cerah. Chika melangkah masuk, dia berkata, “Kau pernah mendengar tentang ciuman cinta sejati, kan?” ucap Chika, “Yanase-San baru akan bebas kalau kau menciumnya.” Chika tertawa penuh kemenangan, sementara Jinguji dan Kishi sudah gemas ingin menghajar gadis ini, kalau saja mereka tidak ingat Chika ini perempuan. Chika berhenti tertawa, dia tersenyum dan menepuk pelan bahu Jinguji. “Aku tahu kau ingin Yanase-San kembali, Jinguji-Kun,” ucapnya, “kau adalah pemimpin Haguro yang baru, kau pasti sudah diajari bagaimana cara masuk ke dunia roh, kan?” Chika tersenyum, dia melangkah keluar kamar.

Jinguji diam, dia kembali menatap Kai. “Aku akan masuk ke dunia roh,” ucap Jinguji, “aku akan membawa Yanase-San kembali.” Jinguji menatap Kishi, dia berkata, “Kau gantikan aku menjaga Haguro, ne, Kishi-Kun?”

“Tidak,” jawab Kishi, “aku akan menemanimu.”

Jinguji tertegun mendengar ucapan Kishi. “Aku sudah disumpah untuk tidak pernah meninggalkanmu,” ucap Kishi, “aku disumpah untuk membantumu dalam segala hal, dan aku dilarang terlalu jauh darimu.” Kishi tersenyum. “Aku dilahirkan menjadi pengawalmu, Tuan Muda,” ucapnya pelan.

Monster √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang