Chapter Twenty-one

66 14 28
                                    

“Kau akan membantuku, kan?”

“Tentu saja. Kau sahabatku, aku tidak akan meninggalkanmu.”

Ryosuke menghela napas, dia menyeka darah di ujung bibirnya dan berjalan meninggalkan jasad yang baru saja dihancurkannya. Ryosuke berjalan pelan, pandangannya kosong dan agak sempoyongan. Entah ekspresi apa yang tergambar di wajahnya, hanya wajah datar yang tampak.

Ryosuke berhenti, dia menatap kota di depannya. Masih segar di ingatan Ryosuke, kota masih tenang dan nyaman beberapa saat sebelum kekacauan terjadi. Kekacauan yang ditimbulkan Chinen, sahabatnya. Sekarang kota seperti digempur pasukan perang, hancur berantakan. Banyak bangunan rusak, kendaraan juga terbakar dan teronggok begitu saja di jalan. Suasana kota tidak ramai seperti dulu. Banyak warga yang tewas, dan sebagian memilih meninggalkan kota. Sebagian lagi hidup dalam ketakutan.

Ada apa ini?
*
“Jadi… ayah Shori yang membunuh orangtuamu,” ucap Hokuto pelan. Haru diam saja, matanya lurus menatap vas bunga di meja. Semua orang berkumpul, Bibi Hideyoshi juga ada disana, merangkul Haru. “Sejak awal aku sudah tahu dia menyembunyikan sesuatu,” ucap Taiga, “kukira dia menyembunyikan dirinya yang masuk ke kelompok Chinen. Aku tidak menyangka dia menyembunyikan hal sebesar ini.” Taiga menoleh, dia beranjak dan duduk di sebelah Haru lalu menepuk kepala gadis itu. “Jangan khawatir, kau tidak sendiri,” ucap Taiga, “kau masih punya kami.”

Haru mendengus kecil, dia beranjak mendekati jendela. “Kalian pikir aku bisa semudah itu kembali kepada kalian?” ucapnya, “aku sudah menyerang kalian, membenci kalian. Kenapa kalian masih saja berusaha membuatku yakin kalau aku masih bisa kembali kepada kalian?” Haru menyembunyikan wajahnya, menyembunyikan airmatanya. Ya, setelah semua yang sudah dia lakukan, bagaimana bisa mereka dengan santai mengatakan bahwa Haru masih memiliki mereka? Bukannya seharusnya mereka marah dan mengusir Haru?

“Karena kami semua keluargamu.”

Haru berbalik, dia menatap Bibi Hideyoshi yang tersenyum kepadanya. “Kami semua keluargamu, Haru-Chan,” ucap Bibi Hideyoshi, “kami menjagamu bukan karena terikat janji kepada ayahmu, tapi karena kami semua menyayangimu. Kalau kami bermasalah dengan statusmu, kami tidak akan mau repot-repot mengiyakan janji ayahmu, kan?” “Lagipula, sejak kau lahir, orangtuaku sudah tahu kalau kau darah campuran,” ucap Sora, “kalau mereka tidak menyayangimu, mereka tidak akan repot-repot membantu orangtuamu untuk mengasuhmu saat kau masih bayi, kan?”

Haru menatap yang lain, dia ingin menangis melihat mereka semua tersenyum kepadanya. Bahkan Jinguji yang dulu selalu bermuka masam kepadanya juga tersenyum. “Maafkan aku,” ucap Haru, “maafkan aku.” Hokuto dan Taiga beranjak, mereka merangkul Haru dan tertawa bersama. “Selamat datang di rumah, Haru-Chan,” ucap Sora, dia memeluk erat Haru. Chiru dan Miyuki beranjak, mereka menyingkirkan Hokuto dan Taiga lalu ikut memeluk Haru bersama Kai dan Kaede. “Ah, aku ingin mengatakan sesuatu,” ucap Haru, “aku ingin kalian berhati-hati. Nagatsuma-Kun dan Morimoto-Kun bergabung dengan Chinen.”

“Oh, kami sudah tahu itu,” ucap Sanada.

“Lalu…”

“Sana istirahat, kau terlalu banyak bicara,” ucap Taiga menyela, dia menarik Haru yang menatapnya kebingungan menjauhi yang lain. Hokuto melirik, dia bisa menangkap sorot mata gugup di diri Taiga. Seakan dia sedang menyembunyikan sesuatu.
*
Keesokan paginya…

Chika berjalan keluar rumah. Kabut tebal menyelimuti pagi yang mendung ini. Suasana masih sangat sepi, dan mungkin akan seperti ini entah sampai kapan. Chika berjalan pelan, dia ingin menengok kuil Haguro. Bagaimanapun, dia merindukan orang-orang disana. Daiki juga masih disana, dia pasti kesepian. Chika berpikir untuk membujuk Daiki agar memihak dirinya dan yang lain. Dan Nozomu juga. Akan sangat bagus kalau mereka semua mau bergabung dengan Chika dan menyelesaikan peperangan ini.

Monster √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang