Chapter Twelve

81 11 25
                                    

Chiru keluar rumah, dia berjalan cepat menyusuri jalan. Chiru beberapa kali menengok jam tangannya, dia berdecak dan mempercepat jalannya. Hari ini ada jam ekstra untuk persiapan ujian sebelum pelajaran pertama dimulai, dan sialnya Chiru melupakan hal itu. Chiru berlari, dia berharap akan menemukan taksi. Bis tidak akan membantu, yang ada dia akan semakin terlambat.

“Chiru-Chan!”

Chiru berhenti, dia menoleh dan terkesiap melihat Shoki berlari kearahnya. Chiru bergegas pergi, dia memekik dan menyentakkan tangan Shoki yang memegang lengannya. “Chiru-Chan kumohon dengarkan aku,” ucap Shoki, “sebentar saja dengarkan aku.”

“Aku sibuk,” jawab Chiru ketus, dia kembali melangkah menjauhi Shoki. Shoki kembali melangkah, dia menahan Chiru. “Pergilah!” sahut Chiru, “tidak bisakah kau membiarkanku sendiri?!” Chiru berbalik, dia berlari menjauhi Shoki. Chiru masih kecewa dengan Shoki, kecewa dengan Sora, kecewa dengan semua orang. Entah siapa yang akan membuatnya kecewa sebentar lagi. Chiru tidak mau berhubungan dengan mereka.

“Ini yang membuatku tidak mau mengatakannya!”

Chiru berhenti. Dia menoleh, menatap Shoki yang berdiri tak jauh darinya. Meskipun agak jauh, Chiru bisa menangkap ekspresi terluka di wajah Shoki. Dia jelas terlihat tidak senang, raut mukanya menjelaskan betapa dia sangat tersiksa. “Satu-satunya alasanku tidak memberitahumu adalah aku tidak ingin jauh darimu,” ucap Shoki, dia terisak, “aku tidak mau melihat wajah kecewamu seperti itu. Aku tidak mau mendengar kau mengatakan ingin jauh dariku! Itu kata-kata paling memuakkan yang pernah kudengar!”

Chiru terdiam, dia tertegun menatap Shoki. Ini pertama kalinya dia melihat Shoki berteriak sekeras itu. “Aku tidak bisa jauh dari Chiru-Chan,” ucap Shoki pelan, suaranya terdengar serak, “kumohon jangan menyiksaku lebih dari ini.”

“Kalau kau tersiksa, kau seharusnya memberitahuku sejak awal!” balas Chiru, “kau pikir apa enaknya mendengar semua ini hah?!”

“Haruskah aku mengulangi ucapanku tadi?!” Shoki balas berteriak.

“Heh, berisik!”

Chiru dan Shoki terperanjat kaget, mereka menoleh bersamaan kearah persimpangan jalan. Taiga, Hokuto, dan Haru berjalan mendekati mereka, terlihat Haru sedang mengorek telinganya. “Ini masih pagi, Senpai,” ucap Haru, “apa yang kalian lakukan, bertengkar di tengah jalan begini?” “Kalian jadi tontonan, tahu tidak?” Hokuto ikut menimpali, “dasar. Seperti di film saja kalian ini.”

“Bukannya hidup ini memang film buatan Dewa?” sahut Chiru ketus, “hanya saja, kita sebagai pemeran tidak tahu skenario apa yang sedang kita mainkan.” Chiru menatap Haru, dia berkata, “Mungkin kau harus menjauhi teman-temanmu ini, Haru-Chan. Mereka tidak sebaik perkiraanmu. Kau bahkan tidak mengenal mereka sekalipun kalian bersama sejak kecil.” Chiru berdecih, dia berjalan meninggalkan yang lain. Sekarang hanya Haru yang bisa dia andalkan, kalau ternyata Haru lebih memilih mengabaikan peringatannya berarti Haru juga musuhnya.

“Kalau memang hidup ini skenario milik Dewa, kenapa kita tidak menikmatinya saja?”

Chiru berhenti, dia terdiam mendengar ucapan Haru. “Kita belum tentu akan menikmati skenario yang sama di masa depan,” ucap Haru, dia menatap punggung Chiru, “kenapa kita tidak menikmati saja skenario yang ada?”

“Kau tidak mengerti, Haru-Chan!” sahut Chiru gusar.

“Bagaimana aku bisa mengerti kalau tidak ada yang menjelaskan kepadaku?!” Haru menyentak, “kalau memang aku tidak mengerti, beri aku penjelasan! Jangan diam saja seperti ini!”

Chiru berbalik, dia menatap marah Haru dan menunjuk kearah gadis itu. “Kau sudah ditipu oleh mereka!” ucap Chiru, “mereka adalah monster! Mereka semua! Bahkan dua sahabatmu itu adalah monster! Kau pasti tidak tahu, kan?!”

Monster √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang