Epilog - Wedding Day

126 13 57
                                    

Setahun berlalu…

Jesse melangkah, dia berhenti dan menengok kearah kamar Aran. Jesse menghela napas, dia berjalan masuk mendekati Aran yang duduk di tepi ranjang, melamun menatap jendela. Jesse duduk di sebelah Aran, dia terdiam menatap pemuda itu “Kau belum siap ternyata,” ucap Jesse pelan, “upacara pernikahan akan dimulai sebentar lagi.”

“Apa Morimoto-Kun dan Nagatsuma-Kun akan datang?” tanya Aran.

Jesse terdiam, dia menatap Aran yang menitikkan airmata dalam diamnya. Jesse menghela napas, dia menunduk dan termenung. Dia sendiri tidak bisa menerima kematian Yugo dan Juri, yang selalu mendampinginya dan memberinya banyak saran. Juri yang begitu konyol dan sering bercanda, dan Yugo yang pendiam namun sering memberi kejutan dengan tingkah anehnya. “Mereka tidak akan pernah melewatkan pesta ini,” ucap Jesse, “mereka pasti datang. Hanya saja kita tidak bisa melihat mereka.”

“Kalau begitu, apa gunanya mereka datang?” ucap Aran, dia terisak pelan, “apa gunanya mereka datang kalau mereka tidak menampakkan diri mereka?”

“Kau ingin bertemu mereka berdua, hm?” tanya Jesse, “pejamkan matamu, dan tenanglah. Mereka tidak pernah meninggalkanmu, mereka selalu ada di dekatmu hanya saja kau tidak merasakannya.” Jesse menghela napas lagi, dia menepuk pundak Aran dan beranjak. “Sekarang cepatlah bersiap, Yasui Senpai akan marah kalau kita terlambat,” ucapnya, Jesse kemudian berjalan meninggalkan Aran.

Aran menunduk, dia kembali terisak. Sebagian dirinya masih tidak rela kehilangan Shintaro dan Reo begitu saja. Aran menyesal tidak bersama mereka saat pertempuran, kalau saja dia ada disana mungkin dia bisa membantu kedua orang bodoh itu. Aran menghapus airmatanya, dia menghela napas panjang dan berusaha tenang. Aran memejamkan mata, mempraktekkan ucapan Jesse. Kalau dia tenang, siapa tahu saja Shintaro dan Reo akan datang.

“Cengeng.”

Aran membuka mata, dia menoleh dan terkejut melihat Shintaro duduk di sebelahnya, menatapnya dengan tatapan jijik. “Aku tidak bisa tidur nyenyak karena tangisanmu menggangguku, kau tahu tidak,” ucap Shintaro mengorek telinganya, “kau itu tidak bisa membiarkanku tenang, ya?” “Aku juga tidak bisa tidur,” suara Reo mengejutkan Aran, dia menoleh kearah Reo yang berbaring santai di ranjang, “jangan menangis, dong. Berisik, tahu tidak?”

Aran tertawa, dia menyeka airmata yang kembali menitik. “Salah kalian sendiri, meninggalkanku tanpa aba-aba,” ucap Aran. Mendengar itu, Shintaro mendengus dan membalas, “Kau pikir mati itu sama seperti acara kelulusan, masih harus berpesta dulu sebelum berpisah?” Shintaro menatap Aran dan tersenyum, “Toh kami tidak pernah pergi, jadi kenapa kau harus sedih dan merasa terpisah dengan kami?” “Kita kan hanya berbeda dunia saja,” ucap Reo, “kalau kau merindukan kami, kau minta saja bantuan Jinguji Senpai atau Hagiya Senpai untuk memberangkatkanmu ke dunia roh.”

Aran tersenyum, dia menggeleng. Aran sudah yakin, dia sangat yakin Shintaro dan Reo tidak akan pernah meninggalkannya. Mereka akan selalu berdiri di belakang Aran, memberi semangat kepadanya.

Jesse berhenti di depan sebuah cermin, dia termenung menatap pantulan dirinya. Kadang dia merasa heran, dia bisa menenangkan orang lain tapi tidak bisa menenangkan dirinya sendiri. Jesse bisa meminta Aran tidak menangisi Shintaro dan Reo, tapi hingga detik ini dia tidak bisa berhenti menangisi Yugo dan Juri. Jesse menunduk, dia berusaha keras menahan airmatanya. Jesse tidak bisa menangis sekarang. Ini adalah hari bahagia Yasui, hari dimana seharusnya tidak ada airmata.

“Ini.”

Jesse menoleh, dia menatap sebuah tangan terulur memberikan saputangan kepadanya. Jesse mendongak, dia terpaku melihat seorang gadis berdiri di depannya. Rambutnya ikal sebahu, tingginya sebahu Jesse dan dia tersenyum begitu manis. Jesse menyadari, gadis itu memiliki aura Haguro. “Jesse,” sahut Jesse refleks, “Jesse Lewis.”

Monster √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang