4

9K 545 3
                                    

Steve POV.

Inikah perasaan kalau seseorang sedang bertemu calon mertua, aku sangat gugup sekali. Jantungku berdegup kencang, apa reaksi mereka jika tahu kalau anak mereka telah kureject selama beberapa menit.

"Ayo masuk." Katanya sambil menarik tanganku masuk ke dalam rumahnya.

"I..iya." Kataku gemetar. Dia memandangku khawatir dan mempererat gengaman tangannya.

"Tak apa Steve. Kau juga seorang alpha. Mana mungkin orang tuaku menolakmu." Katanya meyakinkan dan aku hanya mengangguk pelan.

Ku ikuti langkahnya sampai ke ruang tamu, ia terus menggandeng tanganku tanpa melepasnya sedetikpun. "Duduklah." Perintahnya dan kutempatkan bokongku di atas sofa, terlihat seorang laki-laki dan seorang perempuan duduk di depanku dan Rae.

"Ayah, ibu, mulai sekarang Steve sudah menjadi mate dalam hidupku." Katanya memulai pembicaraan.

"Oh ya, ayah dan ibu sangat senang mendengarnya." Kata wanita yang dipanggilnya ibu dengan nada senangnya.

"Ya, saya adalah mate dari Rae dan saya ingin Rae tinggal bersamaku dirumahku." Kataku memberanikan diri.

"Tapi, sebelum itu alpha Steve. Maukah kau menyanggupi satu syarat dariku." Kata laki-laki itu dengan nada tegas dan tidak bermain-main.

"Saya akan menyanggupinya." Kataku yakin.

"Baiklah. Syaratnya adalah kau harus berjanji padaku, kau harus benar-benar menjaganya, jangan pernah buat putriku menangis, berilah kebahagiaan disetiap detik hidupnya. Jika kau membuatnya menangis, percayalah tak perduli kau seorang alpha sekalipun, 1000 orang alpha akan ku tebas lehernya jika membuat putriku menangis." Kata laki-laki itu dengan tegas.

"Ya, aku berjanji padamu." Kataku bersungguh-sungguh. Tanpa berjanjipun, aku akan tetap akan melindunginya dan membuatnya bahagia.

"Ayo Rae, kita pergi." Kataku sambil berdiri dari dudukku.

"Sebentar Steve, bisakah kau mengabulkan permintaanku?" Katanya sambil memakai puppy eyesnya. Perasaanku tak enak.

"Apa?" Kataku menatapnya malas.

"Aku ingin tidur disini semalam, besok kau bisa menjemputku lagi." Katanya.

"Tidak." Kataku tegas.

"Ayah, dia akan membuatku menangis." Katanya dengan mata berkaca-kaca melihat ke arah laki-laki yang dipanggilnya ayah itu.

"Iya, boleh. Tapi malam ini saja." Kataku sambil memanyunkan bibirku.

"Yeeyy..." Katanya girang sambil memelukku.

"Tapi besok pagi kusuruh sopir untuk menjemputmu, mengerti?" Kataku.

"Ya..yaa...yaa. Pulanglah dan jemput aku besok." Katanya semangat.

"Baiklah, aku pulang." Kataku sambil mengecup dahinya. "Ayah, ibu, saya pamit." Pamitku kepada keduanya dan dibalas dengan anggukan kecil disertai senyuman oleh keduanya.

Kupacu mobilku meninggalkan rumahnya dan segera menuju kerumahku. Sesampainya, aku langsung berjalan menuju kamarku yang berada di lantai kedua rumahku. Segera ku taruh barang-barangku pada tempatnya dan bergegas mandi

Setelah mandi, kubaringkan tubuhku di atas ranjang dan memejamkan kedua mataku. Damai, bahagia dan sedih itulah yang kurasakan. Aku barusaja bertemu dengan mateku, tetapi dia tidak mau tinggal di rumahku malam ini. Padahal, aku sangat ingin tidur disampingnya dengan memeluknya hingga fajar tiba dan juga...

'Singkirkan pikiran kotormu dari gadisku, sialan.' Mindlink Jake tiba-tiba.

"Biar saja." Kataku mengejeknya.

MY MATE IS A WITCHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang