Sarah POV.
Diarahkannya pistol airsoft gunnya ke arahku, tubuhnya sudah berada di ujung gang yang buntu. Dipegangnya pistol itu dengan tangan yang gemetar dan keringat membasahi wajahnya.
Segera kutembakkan satu peluru ke arah pahanya, dia jatuh dan tidak bisa berdiri. Dia mengerang kesakitan sambil memegangi pahanya yang terluka dengan darah mengucur deras dari sana. Kupijak pergelangan tangannya dengan sepatuku dan mengambil pistol itu lalu membuangnya.
Dia mengerang kesakitan dengan tetap memakiku.
"Bangsat!" Umpatnya kepadaku.
"Siapa yang kau panggil bangsat, pengecut? Aku tahu kau mata-mata Nico." Kataku.
"Mati saja kau jalang." Katanya sambil mencoba berdiri menyerangku, kutendang dadanya dengan kakiku dan ku pijak pahanya yang terluka karena tembakanku. Dia mengerang kesakitan dan darah semakin mengucur deras dari sana.
"Jika kau bertingkah lagi, akan ku tembak kepalamu." Kataku sambil menunjuknya dengan pistol di tanganku.
"Jangan." Pintanya ketakutan.
Sekarang kau akan melihat sisi lain dariku, sisi terburukku. Jangankan merasa kasihan kepadanya, yang ada di dalam diriku kali ini hanyalah rasa ambisi yang sangat besar dan dendam.
"Pergi dan katakan kepada Nico. Sarah tidak akan kemana-mana, dia tetap disini. Dia akan menemukanmu bagaimanapun caranya dan dia akan membunuhmu. Semua ada harganya." Kataku lalu melenggang pergi dari hadapannya dan keluar dari gang tersebut.
Kuberhentikan taksi dan kunaiki taksi tersebut, taksi tersebut melaju dengan kecepatan medium. "Dark Horse." Kataku dan sang supir hanya mengangguk paham.
Kumasukkan pistolku ke dalam jaketku kembali, kulihat mata supir itu menjadi sedikit takut setelah melihat pistolku. Supir itu menolehku sekilas lalu menghadap ke arah jalan kembali.
"Shhh..." desisku.
"Tetap konsentrasi." Kataku menggodanya dan supir itu hanya mengangguk ragu dan takut.
Setelah sekitar 15 menit perjalanan, dia berhenti di depan sebuah hotel yang beberapa waktu lalu kukunjungi bersama Katrina. Kubayar ongkos taksi tersebut lalu keluar dari taksi itu, kulangkahkan kakiku ke arah meja resepsionis yang beberapa waktu lalu membawaku ke hadapan orang yang memperingatkanku. Banyak mata pengunjung menatap tajam ke arahku, tak kupedulikan tatapan mereka dan tetap berjalan.
"Iosef Malankov." Kataku kepadanya, dia mengangguk mengerti dan segera memencet beberapa nomor dan mulai menelfon seseorang. Aku mengetahui nama orang itu dari Katrina, jadi kupikir aku bisa berteman dengan orang bernama Iosef Malankof itu.
Resepsionis itu memberikan secarik kertas kepadaku dan kubuka kertas itu dengan penasaran.
"Black Unicorn.
7 P.M"Kutinggalkan resepsionis itu keluar dari hotel dengan membawa secarik kertas yang diberi Resepsionis itu. Sesampainya didepan hotel, sebuah mobil berhenti tepat didepanku, aku tahu pemilik mobil ini, dia yang kucintai. Kumasukkan kertas itu ke dalam saku celanaku.
Kubuka pintu mobil itu dan masuk ke dalamnya. Di injaknya pedal gas mobilnya dengan kecepatan tinggi, di dalam perjalanan tidak ada percakapan di antara kami. Kuberanikan diriku untuk memulai percakapan.
"Bagaimana kau tahu aku ada disana?" Tanyaku.
"Apa yang kau lakukan?" Tanyanya kembali padaku dengan nada menyeramkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY MATE IS A WITCH
LobisomemHidup memberi banyak pilihan entah itu keluarga dengan cinta ataupun cinta dengan cinta yang lainnya. Jika seseorang hanya memilih salah satu dari dua pilihan itu maka, percayalah, aku akan memilih semuanya.