7

7.4K 405 6
                                    

Author POV

Kegelisahan terlukis di wajah steve yang sedari tadi mondar-mandir di depan pintu kamarnya. Jantungnya berdetak 2 kali lebih cepat dari biasanya. Wolfnya juga tidak berhenti menggerutu didalam tubuhnya.

"Ini semua salahmu." Katanya sambil menunjukkan jari telunjuknya ke arah Jade.

"Apa salahku?" Kata Jade.

"Kau membuatku tidak bergerak." Katanya.

"Itu perintah Luna." Kata Jade membela diri.

"Kau tidak harus-" katanya terputus ketika mendengar suara pintu kamarnya yang terbuka.

Seorang perempuan membuka pintu dan menutupnya kembali setelahnya. "Alpha." Panggilnya

"Bagaimana keadaannya dok? Dia tidak apa-apa?" Katanya gelisah.

"Dia baik-baik saja, dia mencarimu." Kata dokter itu dengan menyertakan senyuman.

Steve segera masuk ke kamarnya. Dilihatnya gadis yang dicintainya itu sedang terbaring lemas dengan pakaian serba hitamnya.

Didudukinya pinggir tempat tidur berukuran king size bergambar Superman. Digenggamnya tangan gadis itu penuh kasih sayang. Mata indah gadis itu terbuka menambah kecantikannya. Senyumnya terukir diantara mata dan hidung yang berada di wajahnya.

"Hai, cantik." Katanya sambil mengumbar senyumnya. Gadis itu mengusap lembut wajahnya, sentuhan gadis itu menimbulkan rasa nyaman yang tercipta dari permukaan telapak tangannya yang lembut.

"Kau lelah bukan? Kau harus istirahat." Kata gadis itu sambil menepuk bantal di sebelahnya.

Steve membaringkan tubuhnya disebelah gadis itu tanpa memalingkan pandangannya yang terfokus ke arah gadis itu. Dipeluknya gadis itu penuh kerinduan, tidak ada jarak di antara mereka saat ini dan gadis itu membiarkan Steve memeluknya. Hingga mereka terlelap ditelan malam.

Steve terbangun oleh kegaduhan yang berasal dari luar kamarnya. "Luna akan pergi dari sini." Matanya langsung terbelalak mendengar kata itu, tubuhnya terbangun dan gadis itu sudah tidak ada di tempat tidur.

Dibantingnya pintu kamarnya dan menimbulkan suara yang menggema di dalam rumahnya. "Tidak ada yang pergi." Katanya.

Dituruninya anak tangga itu dengan tergesa-gesa. "Siapa yang pergi?" Katanya frustasi.

"Kami." Kata gadis itu.

"Tidak ada yang pergi. Tidak ada." Katanya yang sudah seperti orang gila.

"Kami harus." Kata gadis itu.

"Tidak, tidak, tidak." Katanya sambil memeluk erat gadis itu. Tangisnya kembali pecah.

"Kau tetap disini, oke?" Katanya melepas pelukannya dan menangkupkan kedua tangannya ke wajah gadis itu.

"Berikan aku alasan mengapa aku harus tinggal disini." Kata gadis itu.

"Cinta." Katanya.

"Meski membahayakan nyawamu?" Kata gadis itu lagi.

"Untuk apa aku hidup jika kau tidak disini." Katanya.

"Baiklah, aku akan tinggal disini. Lalu jika kita terpaksa berpisah, apa yang kau lakukan?" Kata gadis itu.

"Tidak ada yang memisahkan kita kecuali kematian." Katanya.

"Kematian. Baiklah, kita tidak akan terpisah sampai maut menjemput saat kita tua bersama dan sampai gelapnya darah membutakan matamu dan mataku saat tubuh kita sudah tidak mampu berdiri di medan pertempuran." Kata gadis itu dengan kesungguhan.

"Semua orang menjadi saksinya Steve." Kata gadis itu.

Ucapan gadis itu bagai sumpah yang di ucapnya, bagai do'a disetiap katanya. Ucapannya juga mencerminkan kepribadian yang bertanggung jawab bagai seorang Alpha.

Semua orang kagum dengan ucapan gadis itu. Mereka kagum dengan gadis yang menjadi Luna pack mereka. Gadis yang dulu selalu dikucilkan dan di anggap lemah.

"Jade, kita tetap disini. Dan John, siapkan tempat untuk kawan-kawanku." Kata gadis itu tegas.

"Baik, Luna." Kata John. "Mari ikuti saya." Kata John mempersilahkan pasukan yang dibawa gadis itu.

"Sebaiknya kau mandi." Kata gadis itu.

"Baiklah, ngomong-ngomong ucapanmu tadi keren." Kata Steve cengengesan. Gadis itu mendaratkan jitakan yang cukup keras ke kepala Steve.

"Astaga..." rintih Steve.

"Mandi gak." Kata gadis itu, Steve langsung berlari menuju kamarnya. Gadis itu hanya tersenyum melihat tingkah Steve yang seperti anak-anak.

3 hari berlalu, Rae sangat khawatir tentang penyerangan para penyihir hitam itu lagi. Rae takut jika pack ini hancur karena kedatangannya. Rae takut jika harus kehilangan Steve.

"Woy, makan." Kata Steve membuyarkan lamunannya.

"Iya." Katanya lemas.

"Kenapa? Kamu capek? Kamu sakit? Atau..." ucap Steve girang di akhir kalimat yang menggantung.

"Atau apa?" Kata Rae sambil menautkan kedua alisnya.

"Atau kamu hamil? Yeeeeyyyy....." kata Steve girang.

"Hamil dari Bikini Bottom? Demi jenggot neptunus ditandai aja belum, mau hamil." Kata Rae meledek.

"Kau mau kutandai sekarang? Kebetulan aku sudah siap." Katanya semangat.

"Nggak perlu repot-repot." Kata Rae.

"Kalau wolf lain menandaimu bagaimana?" Kata Steve.

"Kayaknya gak mungkin, kamu aja nempel terus kayak perangko mana mungkin ada rogue yang berani mendekatiku." Kata Rae.

"Alay." Kata Steve mengejek.

"APA?" Kata Rae dengan mata melotot menatap Steve.

"Kamu cantik." Kata steve sambil memasang senyum semanis Sakarin yang jika dikonsumsi terlalu banyak akan membahayakan tubuh.

"Makasih." Balas Rae dengan senyum manis.

"Apa sebaiknya aku cari Luna lain saja ya?" Gerutu Steve.

"Kamu ngomong apa?" Kata Rae.

"Aku mau ngomong kalau sarapannya di habisin nanti kalau kamu gak sarapan bisa-bisa kamu sakit." Kata Steve memasang senyum manisnya lagi.

"So sweet." Kata Rae.

"Kalau ketahuan bisa mati di jitak." Gerutu Steve.

"Apa?" Kata Rae.

"Selamat sarapan, sayang." Katanya.

"Makasih sayang." Kata Rae sambil tersenyum ke arah Steve.

"Luna, ada pergerakan musuh." Kata Jade tiba-tiba.

________

MY MATE IS A WITCHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang