Rafael terus menyeret tangan Karenina dan mengabaikan pertanyaan gadis itu. Rasa kesalnya terhadap Karen sudah sedalam samudera Pasifik, setinggi puncak gunung Himalaya. Karen telah mempermainkan harga dirinya dan membuat Rafael terlihat seperti seorang pengemis.
Bukkkkk!!! Sesuatu yang sangat keras tiba-tiba menghantam punggung Rafael saat ia hampir mencapai pintu pagar. Rafael mengaduh berkali-kali tapi pelaku tak juga menghentikan aksinya. "Tunggu! Hentikan! Jangan! Ampun! Astaga! Aaaaarggghhh!" teriaknya tak melepas pegangan tawanannya. Karen terombang-ambing mengikuti gerakan Rafael yang berusaha menghindari pukulan.
"Siapa kamu???"
Rafael mengerang sementara Karen melotot. Gadis itu terkejut melihat siapa yang berusaha menyelamatkannya. Karen tidak tahu harus bernapas lega atau khawatir dengan apa yang akan terjadi berikutnya.
"Mau dibawa ke mana anak saya?" tanya ibu Karen histeris. "Kamu nggak apa-apa?" Pandangan ibu beralih ke Karen.
Karen menggeleng dan terus merengek minta dilepaskan. Pergelangan tangannya seolah terbakar. Sudah berhari-hari hidupnya selalu dalam bahaya walaupun akhirnya berhasil melewati rintangan. Tuhan, tolong hamba sekali lagi ...
Ibu Karen sudah bersiap untuk kembali mengarahkan payung ketika tiba-tiba ...
"Tunggu! Ini salah paham!" Rafael mengangkat sebelah tangannya yang bebas untuk melindungi kepalanya.
"Salah paham dari Hongkoooong! Kamu mau menjual anak saya? Ah, pasti kamu pencari ginjal. Atau kamu mau memperkosanya?" tuduh ibu Karen bertubi-tubi. "Singkirkan tangan kotormu dari anak saya, kalau tidak ... saya akan menendang itu dan membuatmu menyesal!" Wanita itu menatap ke area pribadi Rafael.
Mata Rafael membelalak mendengar ucapan si ibu. Seketika pegangannya pada Karen terlepas dan langsung melindungi organ miliknya yang terancam. Napas Rafael terdengar kelelahan sementara nyeri tersebar di beberapa bagian tubuhnya. Tak urung peluhnya pun turut menetes di kening. "Saya menyerah." Rafael mengangkat kedua tangan. "Karenina ini putri Ibu?"
Dari mana dia tahu nama gue? Karen meringis kesakitan sambil mengelus pergelangan tangannya yang memerah.
"Benar! Jadi kamu harus melangkahi mayat saya sebelum membawanya!" tukas Ibu Karen. "Siapa kamu sebenarnya? Katakan sejujurnya atau saya akan memanggil warga dan melaporkanmu ke polisi!" Napasnya naik turun.
Rafael memejamkan mata lalu mengarahkan pandangannya pada Karen yang mematung bodoh. "Haruskah saya menambahkan kejadian barusan dalam daftar kejahatan yang kamu lakukan? Saya hanya perlu melakukan visum dan melampirkan hasilnya sebagai barang bukti."
"Kejahatan apa? Jangan bicara sembarangan tentang anak saya!" Ibu Karen kembali mengangkat payung.
Rafael melangkah mundur. Kedua tangannya kembali siaga. "Sebaiknya ibu tanyakan langsung padanya." Ia menggerakkan dagu ke arah Karen. "Dia gadis yang sangat jujur ...," ujar Rafael malas.
Karen merutuk dalam hati. "Tolong jangan lakukan itu," cegahnya sambil mencoba meraih lengan Rafael yang langsung ditepis. "Saya mohon ..."
Rafael melotot. "Kenapa gadis pembawa sial sepertimu harus muncul di hadapan saya?"
"Apa kamu bilang?" Ibu Karen kembali emosi. "Pembawa sial??"
Rafael menelan ludah. Mampus! "Putri ibu ini telah ..."
Karen membekap mulut Rafael untuk kedua kalinya dan mengedipkan mata pada pria ini untuk menutup mulutnya rapat-rapat. "Sebenarnya kami berteman, Bu. Kami hanya sedang ribut karena masalah kecil. Jangan khawatir. Ya 'kan ehm ... Daniel?"
KAMU SEDANG MEMBACA
OJEK CINTA
RomanceRafael tidak pernah ingin berurusan dengan orang miskin, apalagi membuat kesepakatan dengan salah seorang gadis dari kalangan itu. Tapi sebuah kondisi membuat hal mustahil tersebut menjadi masuk akal. Dan ketika sesuatu yang tak diharapkan itu tumbu...