BAB 13 - KERJA PARUH WAKTU

126 11 1
                                    

Andrea sekretaris yang kompeten. Selain cekatan dalam bekerja, ia juga cantik, baik, serta perhatian. Dengan segala kriteria tersebut, gadis itu jelas-jelas punya modal menjerat Rafael. Tapi Andrea tidak melakukannya. Andrea selalu bisa menempatkan dirinya saat bekerja dan ketika situasi berubah santai. Gadis itu sangat menjaga profesionalisme. Oleh karena itu, jika suatu hari punya kesempatan mendirikan perusahaan sendiri, Rafael berencana merekrut Andrea.

"Permisi Pak, tadi ada telepon dari pegawai restoran, tapi dia tidak mengatakan apa-apa karena ingin bicara langsung sama Bapak. Apakah Bapak mereservasi tempat di sana tanpa memberitahu saya?" Nada bicara Andrea mulai meninggi. Seolah baru menyadari ucapannya, gadis itu terdiam. Andrea resah dan meremas ujung baju kerja yang dikenakannya. "Maaf, maksud saya," ia merutuk dalam hati seraya menundukkan kepala, "ehm ... dia minta Bapak menelepon balik. Mau saya sambungkan?" Andrea kembali mengangkat kepala dan tatapannya tak sengaja bertemu dengan Rafael.

Mampus!!!

Rafael memerhatikan mimik wajah sekretarisnya. Gadis itu berubah. Ia juga jarang tersenyum dan cenderung berhati-hati saat berinteraksi dengan Rafael. Wajar saja, Rafael pun merasa dirinya seolah bukan orang yang sama. Ia jadi keras kepala dan mudah tersulut emosi. Jadi, bukan salah Andrea jika gadis itu menjadi tidak nyaman berdekatan dengannya.

Rafael menyangga dagunya dengan kedua tangan. "Lain kali saya akan memberitahu kamu." Ia sedang tak ingin berbasa-basi. "Ada informasi lain?" Rafael memasang wajah serius.

Andrea gugup. Tubuhnya gemetaran. Belakangan ini ia berusaha menjaga jarak terhadap Rafael. Andrea takut akan menjadi sasaran amukan Rafael jika salah berbicara. Namun, dalam situasi menegangkan seperti sekarang pun, atasannya masih sangat mempesona. Ah, sekarang bukan waktunya berandai-andai.

"Pak Gilang ingin saya menyampaikan pada Bapak kalau besok ada supplier's meeting. Pak Mahendra sudah mendengar rencana tersebut sehingga meminta Bapak menghadap setelah acara selesai." Andrea lega bisa menyelesaikan kalimatnya.

Rafael mencerna omongan Andrea lalu manggut-manggut. "Berapa lama meeting-nya?"

"Full day. Berarti besok sore Bapak pulang agak terlambat. Lalu, Pak Mahardhika ..." Andrea meremas jari-jari di tangannya, "karena Bapak tidak bersedia mengangkat telepon jadi beliau sedang dalam perjalanan ke sini." Walaupun berhasil menyelesaikan kalimatnya, tapi Andrea seolah sedang membangunkan macan tidur. "Bapak mau bertemu beliau atau ..."

Tubuh Rafael tiba-tiba menegang. Otot di seluruh tubuhnya kaku. "Katakan saya ada meeting mendadak." Ia membereskan berkas-berkas yang ada di meja. Sesekali pria itu menempelkan post it (kertas memo kecil) di salah satu halaman dan pura-pura menuliskan sesuatu di sana. "Masih ada yang mau disampaikan?" Rafael mengangkat wajah setelah tak mendengar jawaban dari lawan bicaranya. "Beliau memang orang tua saya, tapi di sini kami juga karyawan. Sama sepertimu. Kamu tidak akan kehilangan pekerjaan jika melaksanakan perintah atasan. Dan saya, masih atasan kamu."

Andrea menelan ludah. Saking khawatirnya, ia sulit menyembunyikan ekspresi. Benar mereka sama-sama digaji, tapi level seorang sekretaris dengan General Manager sangatlah jauh. Bagai tanaman cabai dan puncak pohon kelapa. Nasibbbbb!!!

"Bagaimana jika ..."

"Jangan memikirkan hal-hal yang belum terjadi."

Andrea mengeluh dalam hati. "Kalau begitu saya permisi, Pak."

Andrea berbalik tepat saat seseorang datang dan mengedipkan sebelah mata ke arahnya. Pria itu berjalan dengan seringai angkuh setelah beberapa hari tidak menginjakkan kakinya sekali pun di ruangan ini. Udara di sekeliling Andrea berubah panas dan ia merasa sangat sesak. Pikirannya simpang siur namun tak satu pun hal baik terlintas di kepalanya. Andrea rasa kiamat sudah dekat! Ia harus mencari bala bantuan untuk menyelamatkan dunia dari kemusnahan. Andrea harus memanggil Pak Bono atau siapa pun!

OJEK CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang