Hujan baru saja turun dengan derasnya. Seketika udara semakin terasa dingin. Pengunjung restoran pun semakin banyak, beberapa orang yang masuk untuk sekedar berlindung dari hujan. Kedua remaja itu sudah berada di restoran ini hampir dua jam lamanya. Sang perempuan bahkan telah membeli es krim lagi. Dan sekarang ia sibuk melahap es krim rasa matcha itu.
Lantunan lagu History dari One Direction mengisi keheningan. Ditambah suasana hujan membuat beberapa remaja perempuan jadi tenggelam dalam lirik lagu tersebut. Terutama bagi mereka para penggemar grup band itu.
Sadira menggoyangkan kepala mengikuti alunan lagu. Sesekali ia bergumam sesuai lirik yang ia hapal. Semua itu tak luput dari pandangan Devo. Karena terlalu asik, Sadira sampai tak menyadari hal tersebut.
"Kalo denger lagu ini tuh ... gue suka sedih gitu," ucap Sadira tiba-tiba.
"Jadi inget mantan," lanjutnya dengan pandangan mata yang beralih dari es krimnya ke wajah Devo. Sadira nyengir melihat alis Devo yang tertaut. "Zayn Malik, dia 'kan mantan gue."
"Hih," dengus Devo. Ia memasang senyum miringnya sambil berucap, "kayak dia kenal aja sama lo."
Bibir Sadira mengerucut. Kalian tau, selain punya sifat cuek plus gak peka, Devo juga punya sifat yang sekalinya ngomong banyak itu langsung nusuk.
Untung aja, Sadira strong!
"Lo udah liat belom video clip lagu ini?" tanya Sadira yang langsung dibalas oleh Devo berupa gelengan kepala. Sadira mencebik kesal. "Gak saik banget. Padahal udah keluar lama dan berhasil ngebuat cewek-cewek baper!"
"Oh," respon Devo.
Mata Sadira membulat. "Jangan bilang kalo lo gak tau One Direction?"
"Tau sih." Alis Devo naik sebelah, dengan gaya sok cool. "Yang mirip sama gue, Revon, Nevan, dan Aldi. Kan?"
"Ih, pede abis!"
Meski terdengar nada mencibir, Sadira tetap terbahak karena tingkah percaya diri Devo. Ya, memang sih. Empat cowok itu gak kalah ganteng dari One Direction. Minus, Zayn Malik—tentu.
"Tapi," Sadira memberi jeda ucapannya. "Lo gak kalah ganteng dari mereka berempat dan Zayn."
"Emang," sahut Devo.
Suara tawa Sadira menyebabkan beberapa pengunjung mengalihkan perhatian ke arahnya. Bola mata Sadira tak sengaja melihat jam dinding pada salah satu sisi restoran. Sontak cewek itu membulatkan mata.
Jam tujuh malam.
Itu artinya mereka sudah hampir dua jam lebih di sini. Dengan gerakan cepat, Sadira berdiri dan merapikan barang-barangnya. Memastikan tidak ada yang tertinggal, kemudian ia mengajak Devo untuk meninggalkan restoran.
Sadira membenarkan rambutnya yang menutupi sebagian penglihatannya ketika telah berada di dalam mobil. Ia menyandarkan punggungnya ke jok mobil. Sadira telah melupakan satu hal dan itu membuatnya jadi khawatir.
"Kenapa, Dir?" Devo bertanya karena melihat wajah Sadira yang mendadak pucat. Ia belum melajukan mobil.
"Gue lupa. Tadi siang Bunda sempat whatsapp gue supaya selesai latihan langsung pulang ke rumah. Ada acara kantor gitu, kayaknya." Sadira menjawab. "Ayo, Vo."
Devo mengerjap. Satu detik kemudian mobil itu melaju meninggalkan kepulan asap yang terbang di udara.
Di perjalanan Sadira sibuk pada ponselnya, memberitahu Bunda kalau ia baru on the way pulang. Sementara itu, Devo fokus pada jalanan. Suasana mobil sebenarnya hening tetapi suara lagu yang diputar oleh salah satu radio melalui tape mobil mengisi keheningan.
Beberapa menit kemudian mobil Devo berhenti di depan rumah Sadira. Sudah ada mobil putih yang terparkir di garasi rumah, menandakan bahwa Bunda sudah pulang kerja.
"Hati-hati ya, Vo." kata Sadira sebelum keluar dari mobil Devo.
Cowok itu hanya mengangguk. Kemudian Sadira keluar dari mobil, dan melambaikan tangan seiring hilangnya mobil Devo dari pandangan.
🌸
"Kamu abis darimana?"
Kedatangan Devo di dalam rumah disambut oleh pertanyaan yang berasal dari Papanya. Cowok itu menyapukan jemari tangannya ke rambut hitamnya dan berjalan cuek tanpa menjawab pertanyaan sang Papa.
"Abis ketemu cewek?" suara berat Thaya membuat langkah Devo terhenti.
Anak laki-laki itu membalikkan badan, lalu menatap Thaya dengan pandangan paling datar. Ia sangat malas menjawab pertanyaan Thaya yang hampir selalu sama. Setiap kali ia keluar dan pulang malam, seperti saat ini.
"Ternyata kamu udah berhasil ngelupain perempuan masa lalu itu?" sindir Thaya dengan wajah santainya. "Bagus deh. Dari dulu, Papa ingin kamu move on dan cari pengganti yang lebih baik dari dia. Orang yang cuma bikin hati sakit itu nggak pantas dipertahanin, kan?"
Devo terdiam. Ia tidak suka pembicaraan Thaya. Jadi tanpa memikirkan sopan santun, Devo melangkah kembali menuju kamarnya.
Dan memutuskan tak akan keluar kamar bila Thaya masih berada di rumah. Karena papanya itu selalu membahas perempuan yang sudah membuat hatinya patah—untuk pertama kalinya.
Meski perkataan yang dilontarkan oleh Thaya selalu membuat emosi Devo naik, tapi keinginan Thaya hanyalah... anaknya itu mampu untuk move on.
Tiba di kamar, Devo langsung membanting badannya ke atas kasur. Memandang langit kamar yang berwarna putih dengan lampu yang sedikit redup. Mendadak pikirannya dipenuhi oleh wajah seseorang. Devo mengubah posisi tidurnya menjadi duduk. Ia melihat ke sisi kanan kamarnya, dan berjalan untuk mengambil peralatan yang sudah cukup lama ia diamkan.
Lalu ditemani senandung lagu Cantik dari Kahitna, tangan Devo bergerak lihai di atar kanvas putih.
🎼Ooh, cantik ...
Bukan kuingin mengganggumu
Tapi apa arti merindu, selalu...
Oooh ...
Walau mentari terbit di utara
Hatiku hanya untukmu
Ada hati yang termanis dan penuh cinta
Tentu saja kan kubalas seisi jiwa
Tiada lagi,
tiada lagi yang ganggu kita
Ini kesungguhan
sungguh aku sayang kamu...
a.n
Devo mau ngelukis apa? Pake diiringin lagu Cantik?
.
.
.
Dia mau ngelukis muka gue:')
KAMU SEDANG MEMBACA
Cappucino
Teen Fiction"Setiap pertemuan pasti ada perpisahan, bukan? Namun apa aku salah jika aku berharap pertemuan kita tidak bertemu dengan perpisahan?"