Cappucino - 27

1.3K 74 2
                                    

"And from there, who knows?"

Imagination🎶

***

Pagi ini, jalanan terlihat basah dan dedaunan juga dipenuhi jejak air. Jam menunjukkan pukul delapan. Hujan yang mengguyur dini hari tadi, membuat jalanan masih agak becek.

Udara juga sangat sejuk, siapapun akan betah berlama-lama di luar rumah. Suasana taman komplek pun nampak ramai namun tetap tenang. Banyak anak kecil yang berkeliaran, para penjual sarapan berjejer di pinggir taman, dan tidak ketinggalan ibu-ibu komplek yang tengah bergoyang mengikuti inspektur senam mereka.

Jadi, pagi ini Devo, Aldi, Nevan, serta Revon bersama-sama memulai hari dengan berkeliling di taman. Sekaligus mencari sarapan, karena pembantu rumah Revon yang bertugas membuat sarapan sedang tidak enak badan.

Devo, Aldi, dan Nevan memang menginap di rumah Revon. Karena kedua orangtua Revon tengah dinas di luar negeri. Biasanya sekumpulan cowok jika menginap bersama, akan bangun saat matahari tepat di atas kepala. Namun, ke empatnya justru bangun lebih pagi. Dan berkeliling taman adalah ide dari Nevan.

Padahal itu hanya modus Nevan untuk melihat para cewek yang body goals.

Tapi, sembilan puluh persen cewek di taman ini, justru memandang pada satu titik yang sama. Dimana seorang cowok berdiri yang memakai kaos abu-abu polos, celana pendek selutut, dan sepatu Adidas yang ia pakai.

Siapa lagi kalau bukan Sadevo Athalla?

Dalam kondisi belum mandi pun masih terlihat ganteng. Beda jauh dari Aldi yang berantakan, karena terlalu malas untuk berganti baju. Bayangkan, Aldi hanya memakai kaos putih dan boxer bergambar superman. Aldi juga cuma pakai sendal jepit. Tipikal cowok jomblo yang nggak niat cari pacar.

"Buryam, yuk?" ajak Nevan.

"Ayo, laper bener gua," sahut Aldi seraya mengusap-usap perutnya. Matanya yang tadi tidak terbuka sepenuhnya, kini telah membulat.

Mereka pun berhenti di penjual bubur ayam yang rutin dagang di taman ini saat Minggu pagi. Lagi-lagi, para cewek melempar tatapan kagum ke arah Devo. Padahal cowok yang ditatap hanya fokus pada layar ponselnya.

Beberapa menit berikutnya, ketiga cowok itu sontak mengerjap kala ponsel mereka berbunyi bersamaan.

Devo Athalla:

"Bangsat," desis Nevan sambil kembali memasukkan ponselnya ke saku jaket merahnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Bangsat," desis Nevan sambil kembali memasukkan ponselnya ke saku jaket merahnya. Ia menatap sinis ke arah Devo seolah tatapannya itu mampu membuat tubuh Devo terbelah dua.

Aldi seketika ngakak. "Itu dapet darimana, anjir?"

Devo mengulum senyum tipis, menaruh ponselnya di saku celananya. "Facebook-nya Nevan."

"Kapan gue ngepost foto begitu?!"

Devo terkekeh kecil, saking kecilnya sampai tak terdengar. Ia mengedikkan bahu, tidak tahu. Jadi, sejak tadi Devo fokus melihat ponselnya bukan karena tengah chatting bersama Sadira. Tapi mengedit foto yang beberapa hari lalu ia temukan di akun facebook Airlangga Nevan.

"Oh, gue inget!" Aldi berseru heboh. "Itu foto pas kita SMP, Goblok! Yang nginep di rumah Revon juga. Terus lo ngambil sempaknya Revon, nah, ngajak gue foto begitu. Dan... kenapa ada Revon di belakangnya?"

Nevan menekuk bibirnya, kesal. Dia melempar sedotan ke arah Devo. "Sialan kuadrat lo!"

"Von, kok lo nggak ngomel ke Devo?" Aldi bertanya karena heran melihat Revon yang hanya diam saja. Ponsel pun masih dipegang oleh Revon.

"Masih gua liatin," ucap Revon datar. "Bentar lagi juga gua tampol bolak-balik."

Devo mengubah mimik wajahnya menjadi seperti Devo dua bulan yang lalu. Saat Devo belum bisa tersenyum banyak, dan saat dimana tatapan Devo sangat tajam melebihi golok, sekalipun.

Melihat itu, Nevan bergidik ngeri. Kenapa ya, Devo mudah banget berubah ekpresi?

"Hayo lo, Revon." Aldi memanas-manasi keadaan.

Devo beralih menatap sinis Aldi hingga keberanian cowok itu menciut. Kemudian, Devo melipat kedua tangan di depan dada. Masih memperhatikan satu-persatu sahabatnya.

"Vo, lo marah?" tanya Nevan takut-takut. "Itu Revon cuma gertak doang, kok."

Alis Devo terangkat sebelah. "Lo mau nampol gue bolak-balik?"

Ditanya dengan nada yang sangat menyeramkan, Revon meneguk ludahnya. "E-enggak," jawabnya.

"Sini tampol," ucap Devo menggeser kursi plastik yang ia duduki ke arah Revon.

"Enggak jadi, Vo." Revon menggelengkan kepala, panik. "Gue cuma bercanda. Serius!"

"Iya, Vo. Revon cuma bercanda," celetuk Aldi.

Nevan manggut-manggut. "Yang ada itu Revon mau ditampol sama lo. Bolak-balik juga, nggak pa-pa."

Mata Revon membulat mendengar ucapan Nevan yang bohongnya kebangetan.

Suasana pun berubah panas. Devo semakin menatap tajam ketiga temannya. Bertepatan dengan Pak De--penjual bubur ayam, mengantar empat mangkuk bubur ayam, suara tawa Devo menggelegar.

Siapapun terkesima mendengarnya. Bahkan Aldi sampai mencubit lengannya, takut kalo ini hanya halusinasi.

Tapi ini kenyataan.

"Muka lo semua kayak orang naber selama satu bulan!" ceplos Devo masih dengan tawanya.

Revon, Aldi, serta Nevan masih diam. Tatapan mereka seluruhnya ke arah Devo. Membiarkan bubur ayam mereka begitu saja.

Dan, sepertinya mereka telah melakukan telepati. Ketiga cowok itu kompak menampol Devo berulang kali.

"ADAW!" pekik Devo, mengusap pipinya yang menjadi korban.

"Sakit, Goblok," desis Devo.

Revon menghiraukan Devo, cowok itu segera melahap bubur ayam miliknya. Menu sarapan yang tergolong ke dalam kategori favoritnya. Begitupun dengan Aldi dan Nevan.

"Najis lo semua," dengus Devo seraya mengambil sendok. "Dasar ketek kecebong!"

CappucinoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang