Cappucino - 25

1.2K 70 2
                                    

Terhitung sudah tiga hari Devo tidak masuk sekolah. Anak laki-laki itu sebenarnya kondisinya telah pulih. Tapi dia tetap malas untuk masuk sekolah. Lagipula Mama dan Papanya tidak keberatan. Kegiatan Devo di rumah hanya tiduran, dengerin musik, nonton film action atau horror, dan minum cappucino--itu kebiasaannya, tentu.

Dinda berkali-kali datang ke kamarnya, sekedar bertanya apa yang anaknya itu inginkan. Devo sudah berkata bila ia ingin sesuatu, dia akan mengambilnya sendiri. Ia pun sadar bila Dinda mengkhawatirkan dirinya.

Saat Devo sibuk menghitung detik demi detik berlalu di jam dinding kamarnya, suara derum beberapa motor terdengar. Ia berjalan pelan mengintip dari jendela.

Kemudian tepat saat Devo hendak kembali tiduran di kasur, tiba-tiba pintu kamarnya yang tidak dikunci itu diketuk. Laki-laki itu tidak peduli, ia naik ke atas kasur, dan tiduran kembali. Ketika pintu kamarnya terbuka, ia mendongak melihat sosok Sadira berdiri di bingkai pintu dengan sekeranjang buah dan Revon di belakangnya. Devo termenung sejenak, lalu berkedip dan menyuruh keduanya masuk dengan gerakan kepala.

"Mau kemana?" tanya Devo kala Revon berjalan keluar kamar.

"Kencing. Mau ikut?"

"Ih, Revon!" Sadira meletakan keranjang buah ia bawa di atas meja belajar.

Sadira duduk di ujung kasur Devo sambil memandangi suasana kamar itu. Matanya menjelajahi poster-poster dan beberapa lukisan di dinding, gitar di pojok ruangan, speaker di sebelahnya dan rak berisi tumpukan buku. Ia menoleh memandang sebuah lukisan besar. Sadira yakin seratus persen lukisan itu adalah salah satu potret kota, tapi ia lupa dimana kota itu.

"Madrid."

Suara Devo spontan membuat Sadira menoleh kembali dan mendapati anak laki-laki itu berada di dekatnya.

"Apa?"

"Itu, kota Madrid."

"Oh," Sadira bergeser memberi jarak.
"Pantes kayak asing gitu."

"Kota impian gue," kata Devo.

"Lo suka club Madrid?" tanya Sadira.

Devo mengangguk, lalu beranjak perlahan untuk mengambil buah apel yang dibawa oleh Sadira. Ia menoleh ke arah Sadira. "Mau apel?"

Sadira menggeleng. Ia mengernyit ketika Devo berjalan pelan menuju pintu rumah. Sadira buru-buru menyusul dan menahan tangan Devo. "Lo mau kemana?"

"Ambil pisau," jawab Devo.

"Biar gue aja," ucap Sadira sambil tersenyum. "Lo tiduran aja, gue yang kupas apelnya di dapur."

"Oke."

Sadira keluar dari kamar dengan membawa apel di tangannya. Ia mengedarkan pandangan, mencari dimana letak dapur. Saat matanya sibuk menjelajahi tiap sudut rumah Devo, seorang wanita memanggilnya.

"Ke sini bareng Revon?" tanya Dinda. Sadira mengangguk kaku. "Tadi Revon bilang ke Tante, kalau dia pulang duluan karena ada urusan mendadak."

Mata Sadira membulat mendengarnya. Sialan Revon, batin Sadira.

"Eum ...," Sadira menggaruk tengkuknya. "Dapur di mana ya, Tante? Aku mau kupas apel buat Devo."

Dinda tersenyum sambil menarik pelan Sadira menuju dapur. Ia senang dengan kedatangan Sadira ke rumahnya.

Tiba di dapur, Dinda mempersilahkan Sadira untuk mengupas apel. Wanita itu duduk di kursi makan memperhatikan gerak-gerik Sadira ketika mengupas apel.

"Tante mau apel?" tawar Sadira.

Dinda menggeleng. "Kamu mau ke kamar Devo lagi?"

"Iya, Tante."

CappucinoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang